webnovel

ALANA [28]

please keep living for me

---

Bandara kini sudah di depan mata. Namun Alana dan Arya masih di dalam mobil. “Bang jangan bilang sama ayah dan bunda ya.” Kata itulah yang terlontar dari Alana sebelum ia dan Arya turun dari mobil.

“Kamu lihat aja nati.” Arya segera turun dari mobil, karena arloji di tangannya sudah menunjukkan pukul 20:33. Itu menandakan bahwa sudah pasti ayah dan bunda mereka sudah menunggu di dalam. Karena melihat Arya yang turun Alana pun juga melakukan hal yang sama. “Bang tungguin Alana dong,” Kata Alana yang sedikit tertinggal langkahnya dari Arya.

“Bunda!!” Suara cempreng khas Alana menggema begitu kencangnya ketika indra penglihatannya menangkap adanya Bunda. Dengan sedikit berlari Alana menuju bunda dan ayahnya yang sudah menunggu. Memeluk mereka, itu sudah pasti yang akan dilakukan Alana.

“Bunda lama banget perginya,” Seru Alana dengan memeluk Bunda.

“Nggak usah lebay deh Na, orang cuma satu minggu juga.” Bunda memperhatikan setiap inci wajah anak perempuan satu-satunya itu.

“Apalagi ayah ni, sejak kita pindah baru mau pulang sekarang.” Cerosos Alana dengan menunjuk nunjuk ayahnya yang seperti bang Toyib yang tak pernah pulang pulang.

“Ayah kaya gitu kan buat kalian,” Balas ayah.

“Iya ayah Alana ngerti kok.” Alana memeluk ayah dan bundanya bersamaan.

Entah mengapa bunda Alana kembali meneliti setiap inci wajah Alana.

“Kamu sehat kan Na?”

“Sehat Bun, kenapa?”

“Tapi kok wajah kamu pucet?” bunda lebih intens meneliti wajah Alana. Alana yang di pehatikan bundanya dengan intens pun segere memutar otak untuk mencari alasan yang tepat.

“Paling Alana kedinginan Bun, soalnya tadi AC mobil Arya dinginin.” Kata Arya membalaskan pertanyaan bunda yang belum terjawabkan oleh Alana.

“Iya bun, Alana kedinginan. Abang tu tadi udah dibilang Acnya suruh ngecilin nggak dikecillin.” Timpal Alana.

“Kamu tu ya Ar, jangan gitu. Kasian kan Alana jadi kedinginan.” Omel bunda kemudian pada Arya.

“Ye kenapa jadi aku yang kena.” Batin Arya dengan melirik Alana yang berada di samping bunda.

“Maaf Bang,” batin Alana yang juga melirik Arya.

“Arya kamu dengerin bunda nggak sih?” Kata bunda ketika ucapannya tak di jawab oleh Arya.

“Iya iya Bun.” Jawab Arya.

Satu keluarga utuh tersebut pun kemudian segera menuju mobil, karena waktu yang terus beranjak gelap dan dingin.

# # #

21:53, angka tersebutlah yang muncul di layar handphone Alana ketika sampai di rumah. Lelah akan semua hal yang terjadi hari ini, itulah yang Alana rasakan.

“Kalian mau makan dulu nggak?” Tanya bunda yang hendak menuju dapur.

“Alana masih kenyang Bun, Alana langsung ke kamar aja ya.” Balas Alana.

“Kamu Ar?” Tanya bunda pada Arya yang sedang bengong.

“Ah i_tu Arya juga mau langsung ke kamar.” Arya langsung melangkah pergi menuju kamarnya. Alana yang melihat polah Arya pun menjadi heran.

“Aneh, nggak biasanya Abang bengong.” Dengan keheranan yang muncul diperasaannya, Alana pun juga berlalu dari hadapan bundanya. Baru saja tangan Alana hendak menyentuh gagag pintu kamarnya, tangan Alana sudah di cekal oleh Arya dan didorong masuk ke kamar Alana.

“Ada apaan sih bang, dorong dorong a_” belum sempat Alana protes, Arya sudah memotong ucapan Alana.

“Ssuutthhh diem,” potong Arya dengan mengintip ke ke luar kamar Alana.

“Ada apaan sih?” Tanya Alana lagi.

“Lo makan ini.” Arya menyodorkan sebuah roti sandwich pada Alana. Alana yang melihat apa yang Arya sodorkan pun alhasil menjadikan Alana hanya mengernyitkan dahinya.

“Untuk?” Alana masih belum mengerti maksud dan tujuan Arya.

“Kamu makan roti ini,” Arya menunjuk roti yang tadi ia sudorkan pada Alana.

“Terus kamu minum obat kamu.” Lanjut Arya memperjelas maksud dan tujuannya. Sekian detik kemudian Alana masih saja diam.

“Na makan elah, malah diem.” Kata Arya yang melihat Alana hanya diam. Diam, ya Alana masih saja diam, kerena hal tersebut Arya pun mengambil alih roti sandwich yang berada di tangan Alana dan membuka bungkusnya.

“Aaakkk,” Arya menyodor-nyodorkan roti ke depan mulut Alana.

“Apaan si bang, Alana bisa sendiri tau.”Alana mengambil alih roti sandwich dari tangan Arya.

“Gitu dong.” Senang Arya yang melihat Alana memakan roti.

“Tapi cuma rotinya ya, obatnya nggak.” Seru Alana.

“Nggak,obatnya juga harus kamu makan.” Tolak Arya yang tak setuju dengan ucapan Alana barusan.

“Alana udah capek Bang, dari kecil Alana udah harus minum obat dan sekarang Alana harus minum obat juga.” Alana mengeluarkan semua keluh kesah yang ia simpan selama ini.

“Alana udah capek Bang, capek. Kalo emang umur Alana udah sampai disini, Alana udah terima.” Pasrah Alana.

“Kamu nggak boleh kaya gini Na, mana Alana yang Abang kenal. Alana yang semangat berjuang melawan penyakitnya, Alana yang optimis, Alana yang nggak pernah menyerah, mana? Mana?” ujar Arya dengan menggenggam tangan Alana. Alana kalut, ia larut dalam ucapan Arya dan hanya menangis lah yang bisa ia lakukan.

“Look at me,” Arya menyentuh wajah Alana yang pucat.

“One thing you should know Na, you are my moodboster in my live, so please keep living for me,” Ucap Arya pelan dengan meghapus air mata yang keluar dari mata.

Menangis. Iya, Alana menangis tapi bukan hanya Alana lah yang menangis, Arya pun juga menangis. Sebenarnya Arya tidak mau menangis di depan Alana, namun itulah satu-satunya jalan untuk meluluhkan Alana.

Mengusap dan mengusap setiap air mata yang keluar dari mata Alana, secara mengejutkan bukan hanya mata Alana yang mengeluarkan air. Namun hidung Alana pun juga mengeluarkan sesuatu yaitu darah. Alhasil Arya pun panik dan segera mengambil obat Alana yang berada di laci meja kamar Alana.

“Kamu harus minum obat ini Na, sebelum darah kamu keluar lebih banyak lagi.” Arya menyodorkan beberapa butir pil pada Alana.

Menggeleng-gelengkan kepala itu artinya tidak mau,hal itulah yang Alana lakukan untuk menolak beberapa butir pil yang Arya sodorkan padanya, walupun hidungnya saat ini masih terus mengeluarkan darah. Mau tak mau Arya harus mengeluarkan satu jurus lagi.

“Kamu minum obat ini atau Abang akan bilang sama ayah sama bunda kalo penyakit kamu kembali lagi.” Dengan segera Alana mengambil alih beberapa butir pil obat yang berada di telapak tangan Arya dan meminumnya.

“Alana udah minum obat ini, tapi please jangan bilang sama ayah sama bunda.” Tutur Alana dengan nada memohon pada Arya.

“Ok, tapi kamu harus janji akan selalu meminum obat kamu.” Pinta Arya.

“Ok.” Balas Alana dengan sangat pelan, bahkan hampir tak terdengar oleh Arya.

Penuh dengan darah, itulah kondisi tangan Alana saat ini. Dengan pelan Arya menuntun Alana ke kamar mandi yang berada di kamar Alana untuk membersihkan tangan dan hidung Alana yang masih mengeluarkan darah.

# # #

Hari sudah berganti senin kembali, alhasil Alana harus kembali menjalankan rutinitasnya sebagai pelajar yaitu bersekolah.

“Nanti pulangnya di jemput nggak?” Tanya Arya ketika Alana sudah turun dari motornya.

“Nggak tahu Bang, lihat aja deh nanti.” Balas Alana dengan menyerahkan helm.

“Iya iya deh yang ngikutin gaya bicara abang gantengnya.” Tutur Arya yang mendengar balasan Alana.

“Ya udah kalo gitu Abang balik dulu ya.” Pamit Arya.

“Ok, hati-hati.”

“Ok.”

Belum satu senti pun motor Arya berpindah dari hadapan Alana, tiba-tiba ada sebuah motor lain yang mentlaksonnya.

“Siapa Na?” Tanya Arya pada Alana.

“Yang kemarin ngira Abang pacar aku.” Jawab Alana.

“Ooo, si siapa namanya lupa abang?”

“Vano,”

“Lah iya itu, Abang titip salam ya buat satu curut itu.” Arya pun lantas pergi meniggalkan Alana yang kini sudah berjalan memasuki sekolahan. Di lorong, di sana lah Alana kini sedang berjalan sendirian. Alana sengaja memilih lewat lorong untuk menuju kelasnya, karena jarang orang yang melewati lorong tersebut.

“Alana!” mendengar suara sesosok pria yang memanggilnya reflek Alana menengok ke belakang untuk mencari orang yang memanggilnya. Setelah Alana menengok yang Alana dapati ialah, sesosok pria dengan baju putih abu-abunya yang bisa dibilang cukup berantakan, tas yang bersandar di pundaknya dan tanpa ada dasi yang menggantung di kerah bajunya. Siapa lagi kalo bukan si No No alias Vano, seorang pria yang mengira Arya adalah pacar Alana.

“Lo gue panggil panggil dari tadi kok nggak nyaut sih.” Kata Vano dengan terengah-engah karena sepertinya tadi ia berlari-lari.

“Gue nggak denger.” Jawab Alan singkat.

“Lo marah ya sama gue?”

# # #