Apabila hakikat pemberian makhluk kadang-kadang merupakan jauh dari nikmat dan rahmat Allah s.w.t. sedangkan Dia menghentikan pemberianNya merupakan hakikat kurnia yang sesungguhnya, maka wajiblah bagi kita mengarahkan pandangan yang sesungguhnya kepada Allah s.w.t., dan bukan kepada makhlukNya. Hal keadaan ini bukanlah berarti mengisolir diri dari makhluk manusia, bukan! Sebab pada lahiriahnya kita bergaul dengan mereka, tetapi pada iman dan aqidah harus menjurus terarah kepada Allah s.w.t. Dan bagaimanakah hasil balasan dari Allah terhadap amal ibadah kita, yang kita hadapkan kepadaNya, maka Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskannya dalam Kalam Hikmahnya yang berikut begini:
"Maha Tinggi Tuhan kita dari bahwa beramal (mengadakan hubungan) padaNya oleh hamba secara tunai (seketika), maka Tuhan memberikan balasan pada hambaNya itu dengan bertangguh."
Kalam Hikmah ini secara lahir sulit difahami, tetapi hakikat pengertiannya dapat difahami dari penjelasan-penjelasan sebagai berikut:
I. Manusia apabila beramal dengan ibadat apa saja atau amal apa saja pasti dapat ganjaran pahala dari Allah s.w.t. Ganjaran pahala dari Allah s.w.t. tidak khusus di negeri akhirat saja, tetapi juga kadang-kadang balasan atas ibadat a tau amalan itu diperlihatkan Allah s.w.t. pada sebagian wali-waliNya di dunia ini. Tak lain maksudnya selain sebagai contoh yang mendorong mereka untuk rajin dan bersungguh-sungguh pada melaksanakan amal ibadat apa saja. Adakalanya balasan ibadat atau amalan itu ditentukan Allah di dunia yang fana ini dengan membuka taufiqNya kepada hambaNya yang dicintai olehNya, karena kebagusan dan kebaikanNya. Dan adakalanya pula terpeliharanya seorang itu dari maksiat, penyakit-penyakit dan malapetaka, termasuk hal-hal yang tidak diingini. Inilah yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang ingih mendekatkan dirinya kepada Allah s.w.t. Sebab tidak ada amal atau ibadat yang tidak mendapat pahala atau balasan baik dari Allah s.w.t., apabila amal atau ibadat itu betul-betul dikerjakan dengan ikhlas dan sempurna. Bahkan pada hakikatnya semua balasan atau pahala-pahala dari amal dan ibadat itu adalah segera.
Yakni tidak ada yang sifatnya ditangguhkan dalam arti belum ada atau akan ada. Sebab pahala-pahala yang di negeri akhirat adalah p asti sebagaimana pastinya nikmat-nikmat Allah yang kita peroleh pada waktu sekarang. Cuma Allah s.w.t. memberikan kebaikan-kebaikan itu terbagi dalam dua sifat.
Pertama, diberikanNya di dunia, dan kedua diberikanNya di akhirat.
Adapun apabila sesuatu dari pahala ibadat itu belum diberikan Allah di dunia ini, bukan berarti tidak ada pahala dan ganjaran di dunia, tetapi kadang-kadang nikmat- nikmat yang diberikan Allah kepada kita berarti juga sebagai ganjar an yang bersifat duniawi dari amal ibadat yang kita kerjakan. Ini jika kita melihat pada nikmat lahiriah. Sedangkan nikmat batiniah, juga dapat kita saksikan apabila iman kita, keislaman kita bertambah mantap dan keyakinan kita kepada agama kita bertambah-tambah. Apakah ini tidak merupakan balasan kebaikan yang merupakan nikmat rohani yang diberikan Allah kepada kita di dunia ini?
Bagi nikmat-nikmat Allah yang sifatnya ukhrawi dan memang di akhirat tempatnya, bukan di dunia, maka Allah s.w.t. tidak memberikan nikmat-nikmat tersebut di dunia, oleh karena belum sampai waktunya, dan bukan tempatnya.
II. Berbicara tentang pahala atau balasan kebaikan dari amal-amal yang dikerjakan oleh manusia di dunia, tidak terlepas, apakah amal-amal itu baik atau tidak baik. Tetapi semua amal-amal itu tidak terlepas dari balasan dan ganjaran. Amal yang baik akan mendapatkan ganjaran yang baik, dan amal yang tidak baik akan mendapatkan balasan yang tidak baik pula. Di samping itu kadang-kadang manusia diberikan pahala atas sesuatu yang dia tidak mengamalkannya. Hal keadaan ini dapat ditinjau pada dua macam.
Pertama: Pahala itu diberikan Allah s.w.t. kepada kita bukan karena amal kita, tetapi adalah pahala dari amal orang lain. Misalnya kita ditipu orang, atau dianiaya orang, atau difitnah orang, dan lain-lain.
Maka pahala ibadat yang dikerjakan oleh or ang itu diberikan Allah s.w.t.
kepada kita yang tertipu, atau yang teraniaya, atau yang terfitnah sesuai dengan besar kecilnya tipuan, atau aniaya, atau fitnah yang dihadapkan kepada kita.
Kita tidak beramal, tetapi orang lainlah beramal, sedangkan pahala amalnya diberikan Allah kepada kita.
Ini contoh pahala yang diberikan Allah tanpa beramal. Bahkan kejadian pula hal keadaan ini dilaksanakan Allah di dunia ini juga. Itulah apa yang disebutkan orang dengan istilah "Hukum Karma".
Pahala menurut hakikat hukum karma itu lebih tepat disebut dengan "Hukum Allah", karena segala sesuatu itu datang dari Allah dan bukan dari manusia.
Kedua: Pahala yang diberikan Allah bukan karena amal, tetapi adalah karena niat dan cita-cita. Hal keadaan ini dapat kita lihat pada Hadis riwayat Imam Malik, Abu Daud dan An-Nasa'i, diterima dari Rasulullah s.a.w. Bersabda Rasulullah s. a.w.:
"Tidak ada seseorang manusia yang ingin mengerjakan sembahyang di waktu malam, lantas dia atas sembahyangnya itu dikerasi oleh tidur, melainkan ditulis buatnya pahala sembahyang, dan adalah tidurnya itu merupakan sedekah baginya."
Hadis ini memberikan pengertian kepada kita, apabila seseorang keras sekali minatnya mengerjakan sesuatu ibadat seperti sembahyang tahajud, lantas atas minatnya itu dihalangi oleh halangan yang payah ia mengatasinya, misalnya mengantuk yang bersangatan, lantas sembahyang itu tak terkerjakan olehnya. Orang yang demikian mendapat pahala juga dari Allah s.w.t. sama pahalanya dengan pahala orang yang mengerjakan amal itu sendiri. Inilah yang dimaksud dengan Hadis Ahmad Termidzi:
"Pahala keduanya bersamaan dan dosa keduanya bersamaan."
Mengenai dosa keduanya bersamaan dapat kita baca pada Hadis Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan An-Nasa'i sebagai berikut:
"Apabila berkelahi dua orang Islam yang sama-sama mempergunakan pedangnya, lantas salah seorang keduanya dapat membunuh temannya (lawannya), maka si pembunuh dan yang terbunuh dalam neraka. Sahabat bertanya kepada Nabi s.a.w.: Ya Rasulullah: Ini pasti pada pembunuhnya, maka apakah kesalahan pada yang terbunuh? Rasulullah menjawab: Sebab yang terbunuh itu menginginkan juga dalam hatinya untuk membunuh lawannya."
Dari Hadis ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa ada pahala tanpa amal, tapi sama dengan orang beramal. Dan ada dosa tanpa amal, tapi disebabkan karena niatnya yang jelek. Sama juga dosanya dengan orang yang mengerjakan kejelekan itu.
Kesimpulan:
1. Semua amal kebajikan pasti dibalas Allah s.w.t., asal amal itu dikerjakan dengan ikhlas, baik dan sempurna.
2. Balasan dari amal itu tidak tertentu di negeri akhirat saja tapi juga diberikan Allah di dunia. Apakah balasan itu sifatnya lahiriah atau sifatnya rohaniah. Seperti bertambah kuat iman dan bertambah yakin dalam ibadat kepada Allah s.w.t.
3. Yang sudah terang bahwa pahala akhirat yakin dan pasti, sebab Allah tidak akan menyalahi janjiNya, sedangkan balasan di dunia tidak dilupakan Allah, cuma kadang-kadang manusia tidak menyadarinya.
4. Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari memberikan balasan ibadat dan amal kebajikan di akhirat saja, tanpa sama sekali memberikan kurniaNya di dunia ini.
Perhatikanlah dan fahamilah dengan baik nilai-nilai Hikmah di atas itu, semoga kita mendapat petunjuk ke jalan yang benar, Amin, ya Rabbal-'alamin!