webnovel

Antara Harapan dan Angan-Angan

 Setiap hamba Allah yang 'Arif-billah, yakni lahir dan batinnya telah mengarah sedemikian rupa kepada Allah s.w.t. Mereka tidak sunyi dari kurnia Allah s.w.t. berupa faedah-faedah tauhid, seperti telah disebutkan dalam Kalam Hikmah sebelumnya. Sebab itu, tentulah mereka pada khususnya, atau mukmin Muslim yang mengamalkan ajaran agama pada umumnya, tidak sunyi dari "harapan-harapan kepada Allah s.w.t." Dan bagaimanakah hakikat harapan menurut pandangan hakikat Tauhid dan Tasawuf, maka yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah mengambil kesimpulan dalam butir-butir Kalam Hikmahnya yang ke-78 sebagai berikut:

"Harapan (yang hakiki) ialah harapan yang disertai oleh perbuatan dan jika tidak, maka ia adalah angan-angan."

Kalam Hikmah ini kelihatannya pendek, tetapi pengertiannya dalam dan penjelasannya tidak sependek kalam tersebut. Karena itu maka marilah kita ungkapkan penjelasannya sebagai berikut:

I. Imam Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin Juz IV, hal 139-140) 

menerangkan masalah ini yang dapat kita simpulkan sebagai berikut:

l. Ar-Raja' atau harapan dalam hati hamba Allah yang saleh, termasuk sebagian tingkat pangkat mereka yang berjalan kepada Allah s.w.t. Ar-Raja' itu apabila telah menjadi sifat yang tetap dalam dirinya seorang hamba Allah, maka barulah disebutkan statusnya sebagai suatu maqam, yakni sebagai suatu nilai pangkat yang tetap dalam diri mereka, atau dengan kata lain sudah menjadi sifat atau tabiat. Jika belum sampai ke taraf demikian, yakni masih belum tetap dan cepat hilang, maka harapan yang demikian disebut dengan "hal", yakni keadaan biasa.

Perbedaan antara keduanya seperti warna kuning, ada kuning yang tetap seperti kuning emas, dan ada kuning yang cepat hilangnya seperti kuning muka karena ketakutan. Selain itu ada pula kuning di antara kedua warna di atas seperti kuning orang sakit. Maka demikian pulalah sifat-sifat hati manusia.

2. Pada hakikatnya Ar-Raja' itu merupakan kumpulan dari tiga macam:

[a] Ilmu, merupakan sebab menghasilkan hal atau keadaan.

[b] Hal di mana dapat menimbulkan amal.

[c] Amal di mana menjadi tujuan daripada Ar-Raja'

Tentang definisi Ar-Raja', Imam Ghazali menulis sebagai berikut:

"Tenangnya hati menunggu sesuatu yang dicintai, tetapi yang dicintai itu diharapkan benar kejadiannya dan tak dapat tidak ada sebab untuk itu."

Karena itu, maka Ar-Raja' mengharapkan sesuatu yang disukai dan yang dicintai di mana hati tenang karenanya dan tentulah terdapat juga sesuatu yang diharapkan itu harus ada sebab-sebabnya. Jika mengharapkan sesuatu tanpa mengusahakan sebab-sebabnya bukanlah disebut Ar-Raja', tetapi namanya "Al-Ghurur", tipuan.

Jika mengharapkan sesuatu tanpa dikenal sebab-sebabnya, apakah ada atau tidak, maka itu disebut dengan Tamanni, angan-angan karena mengharapkan sesuatu tanpa diketahui sebabnya.

Demikian pendapat Imam Ghazali.

Ar-Raja' pada hakikatnya membangun dan membangkitkan kita bersungguh-sungguh dalam beramal. Sama juga dengan Al-Huzun, yakni gundah dan susah yang terpuji, ialah gundah dan susah yang membangunkan kita untuk beramal. Sebab barangsiapa yang mengharapkan sesuatu berarti ia mencari sesuatu itu sampai dapat. Barangsiapa yang takut kepada sesuatu, berarti ia lari daripadanya.

II. Di samping harapan yang benar ada pula harapan yang bohong, yaitu harapan yang melemahkan yang bersangkutan buat beramal disebabkan padanya terdapat keberanian mengerjakan maksiat dan dosa. Orang yang demikian tidak ada padanya Ar-Raja', atau harapan yang baik dan yang benar kepada Allah s.w.t. Yang itu disebut 'Tamanni' atau angan-angan. Dia mengharapkan taubat kepada Allah s.w.t. tetapi dirinya tenggelam dalam maksiat atau tidak sunyi dari maksiat, di samping dia tidak mencela nafsunya dalam hal tersebut. Maka harapan yang demikian, adalah kosong dan orang itu orang bodoh. Dia seperti menanam benih pada bumi kersang tetapi tidak memberikan perhatian pada menyiramnya dan berusaha agar benih itu tumbuh.

Berkata Yahya bin Mu'az: "Sebesar-besar tertipu menurutku ialah mengharapkan kemaafan dari Tuhan tanpa penyesalan, di samping mengekalkan diri dalam dosa. Mengharapkan hampir pada Allah Ta'ala tanpa taat. Menunggu hasil tanaman syurga dengan benih neraka. Mengharapkan kampung bahagia di akhirat dengan dosa dan maksiat. Menunggu pembalasan yang baik di syurga tanpa beramal. Dan bercita-cita sesuatu yang baik dari Allah s.w.t. tetapi sembrono tidak karuan. Berkata syair:

Anda mengharapkan kemenangan, tapi tidak mau berjalan pada jalan-jalannya. Sesungguhnya kapal tidak mungkin belayar atas daratan. 

Itulah sebabnya Allah s.w.t. telah mencela satu kaum yang mengira seperti di atas, yakni mengharapkan hal-hal yang baik dari Tuhan, tetapi mereka dikemudikan oleh dunia, dan dunialah yang mereka ridhai.

Berfirman Allah dalam Al-Quran:

"Sesudah itu datanglah angkatan baru (yang jahat) menggantikan mereka. Mereka mempusakai kitab, mengambil harta benda kehidupan dunia yang rendah ini (dengan cara yang tidak halal) dan mereka berkata: Nanti (kesalahan) kami akan diampuni ..." (Al-A'raf: 169) '

Maksudnya sebagian manusia mengharapkan keampunan Allah s.w.t. tetapi diri mereka terus terlibat dalam hal-hal yang tidak baik.

Oleh sebab itulah seorang wali Allah bernama Ma'ruf Al-Karkhi berkata: 

"Mencari syurga tanpa amal merupakan dosa dari segala dosa. Mengharapkan syafaat tanpa amal adalah satu macam tipuan. Dan mengharapkan rahmat Tuhan di samping maksiat adalah bodoh dan jahil."

III. Tentang harapan yang baik dan terpuji dapat kita lihat gambarannya seperti pendapat Imam Ghazali dalam kitabnya di atas.

Beliau berkata: "Apabila seorang hamba Allah menanamkan biji iman dan menyiram biji itu dengan air taat dan mensucikan hatinya dari duri akhlak yang jelek di samping menunggu kurnia Allah supaya hatinya tetap dalam kebaikan hingga akhir. hayat, dan supaya mendapatkan husnul khatimah yang membawa kepada keampunan Allah, yang begitu itu adalah harapan yang hakiki dan terpuji, di samping membangunkan diri untuk tekun dan melaksanakan sebab-sebab keimanan. Jika seseorang itu tidak bersungguh-sungguh menyirami biji iman dengan air taat, atau meninggalkan hatinya penuh dengan kehinaan akhlak, maka tenggelamlah ia dalam mencari kelezatan dunia, kemudian barulah ia mengharapkan keampunan Tuhan, yang demikian itu adalah bodoh dan tertipu. Telah bersabda Rasulullah s. a. w.:

"Orang bodoh ialah orang yang memperturutkan nafsunya pada hawanya dan berangan-angan mendapat syurga dari Allah s.w.t."

Kesimpulan:

Kita boleh mengharapkan kepada Allah s.w.t. segala kebaikan yang kita kehendaki asal disertai dengan amal. Jika tidak, itu bukan harap namanya, tetapi adalah angan-angan yang tidak ada artinya. 

Berfirman Allah dalam Al-Quran:

"Dan yang demikian itu adalah dugaanmu (yang keliru) terhadap Tuhanmu. Dugaan itulah yang membawa kamu kepada kecelakaan, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang menderita kerugian." (Fushshilat: 23)

Mudah-mudahan Allah s.w.t. memberikan kepada kita nikmat harap yang besar dalam segala kebaikan yang dicita-citakan, dunia dan akhirat, dan terhindarlah kita dari angan-angan yang sama sekali tidak ada artinya.

Amin, ya Rabbal-'alamin .... !