webnovel

Satu Malam Mengubah Hidupku

 

"Sudahlah ... Jangan menangis lagi. Tidak ada gunanya kamu menguras air mata palsu kamu yang hanya akan menjadi sia-sia," ujar Ayah Bram seraya menarik kencang ikat pinggang yang hendak ia kenakan.

Ayah Bram mengambil kemeja, dasi dan jas nya yang berserakan di lantai kamar hotel. Ia berdiri membelakangi ranjang, di mana Sheila sedang menangis tersedu menggenggam erat selimut yang membalut tubuhnya yang tanpa busana.

Sorot mata tajam masih terus Sheila lakukan hingga Ayah Bram pun menoleh ke arahnya. Tatapan penuh kebencian sangat jelas terpancar di wajah Sheila ketika memerhatikan langkah demi langkah kedua kaki Ayah Bram yang turut mendekatinya.

"Anakku sayang ... Terima kasih untuk malam ini," bisik Ayah Bram.

PLAK~~~

Satu tamparan berhasil mendarat dengan mulus di pipi kanan Ayah Bram. Sontak hal itu membuat Ayah Bram geram. Ia pun mengangkat dagu Sheila dengan kasar.

"Heh! Berani kamu menampar ayah kamu sendiri? Kamu akan mendapat akibatnya Sheila! Awas ya, kalau kamu sampai berani membuka mulut tentang apa yang telah terjadi di antara kita malam ini, akan ku habisi kamu!" tegas Ayah Bram yang berbicara tepat di hadapan wajah Sheila.

Apa yang terjadi antara Ayah Bram dan Sheila Amarta?

Satu jam sebelum peristiwa terjadi ....

"Bram! Bram!" teriak Mama Ritha yang sedang duduk di depan meja riasnya.

Bram pun berlari menghampiri Sang istri. Setelah ia berada di dalam kamar, Mama Ritha pun langsung memerintahkan Ayah Bram untuk segera menjemput Sheila di tempat les piano yang berada di Jl. Cempaka nomor 5.

Sebenarnya Ayah Bram sangat membenci hal yang selalu membuat harga dirinya jatuh terinjak-injak oleh istrinya sendiri. Memang, pernikahan mereka tidak dilandasi oleh cinta, tapi seharusnya Mama Ritha tidak bersikap seperti itu terhadap Ayah Bram.

Karena memang kedua orang tua Ayah Bram sangat berutang budi pada kedua orang tua Mama Ritha, membuat Ayah Bram tidak berani melawan pada istrinya.

Sikap Mama Ritha yang seenaknya pada Ayah Bram, membuat ia menaruh dendam yang amat sangat mendalam pada Mama Ritha. Mau tidak mau Ayah Bram pergi menjemput Sheila di tempat les piano karena sopir keluarga mereka sedang mengunjungi keluarganya yang sakit di kampung.

Ayah Bram menjemput Sheila ke tempat les piano. Dengan rasa malas yang luar biasa, Ayah Bram tetap melakukan sesuai perintah Sang istri.

Emosi yang membara dan makin merekah seketika tak bisa ia bendung lagi saat melihat Sheila berjalan menuju ke arahnya. Sheila pun merasa aneh karena Ayah Bram mau menjemputnya. Padahal, sejak kecil Ayah Bram dan Sheila tidak pernah terlihat seperti anak dan ayah kandung.

"Ayah!" sapa Sheila. Ayah Bram pun tak menggubris sapaan dari Sang putri yang kini berada di hadapannya. Kemudian Ayah Bram menitah Sheila untuk segera masuk ke dalam mobil.

Melihat gerak-gerik Sang ayah, Sheila hanya menuruti apa yang dikatakan Sang ayah karena ia takut Ayah Bram akan marah sama seperti saat masih kecil, Sang ayah pernah meluapkan emosinya pada Sheila hanya karena masalah sepele.

Sheila pun duduk di kursi belakang seraya memainkan ponselnya. Kedua mata Ayah Bram tertuju pada kaca spion dalam yang menuju ke arah Sheila. Wajah Sheila yang cantik membuat Ayah Bram yang sedang teler karena meneguk segelas anggur sebelum menjemput Sheila, seketika memancarkan birahinya pada gadis yang tak pernah ia anggap sebagai anaknya itu.

Ayah Bram menancap gas mobil dan melaju kencang. Ayah Bram membawa Sheila ke sebuah hotel yang tidak jauh dari tempat les piano Sheila.

"Ayah, kenapa kita berhenti di sini?" tanya Sheila yang polos dan tidak ada curiga sama sekali.

"Ayah ada perlu. Kamu ikut saja dulu!" jelas Ayah Bram yang menarik rem lalu mematikan mesin mobil saat berada di area parkir hotel Rinjani.

Kemudian Ayah Bram mengajak Sheila untuk turun dan mengikutinya masuk ke dalam hotel. Sheila pun mengikuti Ayah Bram hingga mereka sampai di front office hotel untuk melakukan proses check-in.

Ayah Bram menitah Sheila duduk di sofa yang berada di lobby. Sementara Ayah Bram memesan kamar yang paling bagus di hotel itu.

Semenit, dua menit ... Ayah Bram telah selesai melakukan proses pemesanan kamar. Lalu Ayah Bram dan Sheila di antar oleh seorang bell boy ke kamar 304 yang di pesan oleh Ayah Bram.

"Silahkan Pak, Bu!" ucap bell boy yang mengantar mereka hingga ke depan pintu kamar.

Ketika bell boy itu membukakan pintu, Ayah Bram pun kembali menitah Sheila untuk menunggu di dalam kamar saat bell boy itu pergi. Sementara dirinya berpura-pura akan menemui seorang temannya yang sudah berada di restoran hotel tersebut.

Sheila kini berada di dalam kamar hotel yang mewah seorang diri. Ia pun duduk di bibir ranjang dan meletakkan tasnya. Karena Sheila merasa ingin buang air kecil, ia pun pergi ke toilet.

KREK~~~

Ayah Bram masuk ke dalam kamar sesaat Sheila sedang berada di dalam toilet. Ia pun mencari Sheila yang tak ada saat Ayah Bram masuk. Ia pun berjalan melihat sudut demi sudut kamar hotel untuk mencari keberadaan Sheila.

Hingga akhirnya, Ayah Bram memergoki Sheila yang sedang berada di dalam toilet. Entah Sheila lupa atau sengaja tidak menutup rapat pintu toilet, sehingga tanpa sengaja Ayah Bram melihat Sheila saat hendak menarik ke atas resleting rok mini yang hendak ia kenakan.

Semakin terasa birahi Ayah Bram yang mendadak berada di puncak. Lututnya bergetar dan sorot kedua matanya enggan mengedip saat kemolekan tubuh si anak tirinya itu berada di tepat di hadapannya.

Tak lama kemudian, Sheila pun keluar dari toilet. Ia sungguh terperanjat ketika mendapati Ayah Bram

sedang berdiri di depan pintu toilet seolah menunggu Sheila keluar.

"Ayah!" Sheila menarik kembali langkahnya. Sheila sangat ketakutan ketika Sang ayah hanya berdiri mematung melihat dirinya.

"Sedang apa Ayah di sini?" tanya Sheila dengan bibir mulai bergetar.

Lalu Ayah Bram berjalan perlahan mendekati Sheila dengan tatapan yang masih serius. Sementara Sheila berjalan mundur hingga ia menjatuhkan amenities hotel.

"Apa yang akan Ayah lakukan padaku?" getir Sheila.

Tanpa permisi, Ayah Bram menutup pintu toilet yang membuat Sheila semakin ketakutan. Entah apa yang harus ia lakukan saat Ayah Bram dengan nakalnya mengurung Sheila di dalam toilet bersamanya. Karena percuma teriakan Sheila tidak akan terdengar ke luar hotel.

''Ayah, aku mohon biarkan aku keluar!'' rengek Sheila.

Namun, rengekan Sheila sama sekali tidak di gubris oleh Ayah Bram. Hanya suara tertawa yang keluar dari mulut Ayah Bram sebagai balasan atas perkataan Sheila yang ingin Ayah Bram membiarkannya keluar.