Bersama dengan Sonya, menghabiskan hari-harinya yang tersisa sebelum kembali ke Melbourne. Mereka sempat bertemu beberapa kali setelah hari itu. Melanjutkan petualangan, mengunjungi setiap sudut kota Surabaya. Berwisata kuliner, mencicipi hampir semua makanan khas di sana. Mereka juga mengabadikan setiap momen dengan foto bersama. Setidaknya ada sesuatu yang bisa menjadi bahan cerita suatu hari nanti, cerita ketika mereka duduk bersama sambil menyeruput kopi di pagi hari. Ada rasa ingin mengikat satu sama lain, tidak ingin dia pergi apalagi menghilang.
Waktu liburan Krisnanda memang belum berakhir, tapi dia harus pulang ke rumahnya di Bali karena satu dan lain hal. Hari ini adalah hari terakhirnya di Surabaya. Dia sudah memberitahu Sonya dan berjanji untuk bertemu lagi hari ini, menghabiskan malam terakhirnya di kota Pahlawan itu. Kali ini mereka pergi ke sebuah tempat yang penuh dengan gemerlap lampu dan air mancur yang indah. Mereka menyebutnya Air Mancur Menari. Terdapat sebuah jembatan yang cukup panjang, dari sinilah mereka menyaksikan air mancur yang menari sembari diiringi lagu khas Surabaya.
Sedikit berbaik hati, waktu terasa sedikit melambat bagi mereka yang begitu menikmati setiap lekuk tubuh air yang menari di hadapan. Walau memang tidak bisa dipungkiri, malam semakin merenggut. Rasanya semakin tidak rela untuk berpisah lagi. Begitu nyaman, begitu menyenangkan rasanya semua kebersamaan yang sudah terlewati. Tapi apa daya hati, yang bisa dilakukan hanya menanti lagi.
Malam semakin larut, Krisnanda mengantar Sonya pulang, kemudian kembali ke rumah Aditya. Ternyata kawannya masih terjaga, menunggu dirinya di teras depan.
"Ngapain loe di sini? Gue kira udah tidur," ucap Krisnanda.
"Lagi ngitung berapa jumlah bintang di langit," jawab Aditya datar.
"Memang berapa jumlahnya?" tanya Krisnanda sambil menahan tawa.
"Nggak tahu, banyak pokoknya. Gara-gara loe, gue lupa jumlahnya berapa," Aditya berpura-pura kesal.
Krisnanda hanya tertawa kemudian mereka masuk bersama. Aditya terus menggodanya, mengatakan bahwa dia hanya tahu pacaran dan melupakan temannya, meninggalkannya sendirian. Setelah berseteru, mereka kembali ke kamar masing-masing dan beristirahat. Krisnanda harus berangkat ke Bali dan Aditya yang mengantarnya ke bandara esok hari.
Memastikan tidak ada barang-barangnya yang tertinggal, kemudian berpamitan dengan ibu Mirna sedang Aditya sudah siap menunggunya di kursi kemudi.
"Hati-hati ya nak Krisnanda, kalau sudah sampai nanti ingat kabari ibu ya. Sering-sering main ke sini ya nak," ucap ibu Mirna.
"Iya bu, pasti akan saya kabari nanti kalau saya sudah sampai. Terimaksih banyak bu, untuk sambutan dan jamuannya," jawab Krisnanda.
"Iya, nak. Kalian bisa berangkat sekarang, jangan sampai terlambat. Adit kamu nyetirnya yang benar ya," pesan ibu Mirna
"Iya bu, tenang aja," jawab Aditya.
Mereka berangkat menuju bandara. Masih ada waktu, sehingga Aditya menyetir dengan santai. Selama perjalanan, Krisnanda menerima pesan dari Sonya, mengatakan bahwa dirinya sudah sampai di bandara. Dia mendesak kawanya untuk menyetir lebih cepat. Aditya sudah paham, jadi dia menuruti keinginan Krisnanda. Lagipula dia begitu penasaran dengan sosok Sonya yang sudah bisa membuat Krisnanda berubah. Sampai di bandara, memang benar Sonya sudah menunggu di sana. Krisnanda memperkenalkanya pada kawannya.
"Sonya, ini temanku yang aku ceritakan ke kamu, Aditya," ucap Krisnanda.
"Hi, perkenalkan aku Sonya," sambil mengulurkan tangan.
(Aditya menjabat tangannya) "Hi, salam kenal. Aku Aditya, teman baiknya Krisnanda," ucapnya.
Mereka berbincang lebih banyak sembari menunggu waktu keberangkatan. Membicarakan ini dan itu, bahkan Aditya terus mengungkit hal-hal memalukan yang pernah Krisnanda lakukan dulu. Sonya tak henti-hentinya tertawa, lebih banyak lagi sisi lain dari Krisnsanda yang baru saja dia ketahui. Waktunya tiba. Sama seperti waktu itu, dia hanya bisa memandang punggung itu semakin menjauh. Dia tidak sendiri, masih bersama Aditya.
"Sekarang aku mengerti, kenapa Krisnanda bisa berubah begitu banyak seperti itu. Beruntung sekali dia bertemu denganmu. Terimakasih banyak, Sonya." ucap Aditya tiba-tiba.
Sonya hanya membalasnya dengan senyuman, tidak mengatakan satu patah katapun. Tangisnya akan pecah jika dia membuka bibirnya, bahkan sekarang dia tengah berusaha menahan tangisnya. Tetapi akhirnya, menetes juga. Aditya yang berdiri di sampingnya pun terdiam, memberinya sedikit ruang untuk menumpahkan semuanya. Menemani hingga Sonya merasa lebih baik.
Satu jam kemudian Krisnanda sudah sampai di Bali. Dia tidak begitu lama di rumahnya, hanya beberapa hari untuk menyelesaikan semua urusannya. Mengingat kuliahnya akan segera dimulai, sehingga dia harus segera kembali ke Melbourne. Sibuk mengurus ini dan itu, tapi tak pernah terlewat sekalipun untuk mengabari satu sama lain. Saling mengantarkan tidur masing masing di malam hari.
Menyelesaikan semua urusannya tepat waktu, kemudian kembali ke Melboune dua hari sebelum kuliahnya dimulai. Meninggalkan Bali, meninggalkan Surabaya, meninggalkan Sonya lagi. Hanya bisa mengucapkan salam perpisahan lewat telpon. Doanya, selalu mengiringi Krisnanda, semoga selamat sampai tujuan.
Menikmati setiap waktu yang mereka miliki untuk bersama, menyimpan apik setiap kenangan setelahnya. Menyiapkan diri untuk sebuah perpisahan, menyambut kembali rindu yang akan membelenggu lagi. Harus bersabar lagi untuk menanti pertemuan yang lebih indah di masa mendatang.