webnovel

4. AYAH

Aksara menghabiskan waktu liburnya dengan bermain, ia tidak ingin melakukan apapun selain bermain. Hidup dan matinya mungkin hanya bernapas, makan, tidur dan bermain. Hal ini lah yang membuat Airin sang bunda selalu stres, karena anak semata wayangnya tidak memiliki tujuan hidup dan cita-cita. Namun saat Aksara belajar terlalu keras pun Airin khawatir juga, dia takut jika anaknya stres. Airin terus di landa kebinggungan dengan tingkah Aksara.

"YESSSS!!!" Aksara melepar poselnya ketika berhasil memenangkan permainan online kesukaannya. Aksara terus berseru kencang, sambil berjogett.

Cklek!

Pintu kamar Aksara terbuka, membuat Aksara langsung terdiam seperti patung sambil menatap pintu yang terbuka. "Ada apa yah?" tanya Aksara berjalan mendekati sang ayah yang tidak biasanya datang ke kamarnya.

"Ayah tadi dengar suara kamu, kedengarannya bahagia banget. Mumpung bunda tidak ada jadi ayah ingin ikut bergabung."

Aksara mengerjapkan matanya, dia meneguk ludah, rasanya seperti canggung saat Ayahnya masuk ke kamarnya.

"Kamu main apa?" tanya Jonathan kepada Aksara.

"Main mobile legend yah."

"Main ps aja yuk, ayah udah lama nih engga main ps," ajak Jonathan menghidupkan ps milik Aksara. Aksara nampak mematung di tempat sambil mengerutkan keningnya.

"Yang mana tombolnya ini Aksara, ayah lupa. Kayaknya bentuknya berbeda dari 5 tahun yang lalu," ucapnya mengaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Ayah mau main apa di ps?" tanya Aksara mendekati sang ayah lalu menghidupkan psnya.

"Smack down yok, kayaknya seru nih tinju-tinju," ucap Jonathan sambil bergaya seperti petinju.

"Pass kali Aksara baru beli, nihh sticknya yah," Aksara memberikan Stick untuk Ayahnya lalu duduk atas tempat tidur, diikuti Jonathan yang duduk di samping Aksara.

Mereka berdua pun larut dalam permainan PS. Aksara menunjukkan segala kemampuannya dan tak ingin kalah dari sang Ayah, begitu pula dengan Sang ayah.

Sudah hampir 1 jam mereka bermain, Aksara selalu kalah dan Jonathan selalu menang membuat Aksara kesal.

"Ayah kok jago sih! Jangan-jangan di belakang bunda, ayah main PS ya di kantor, bareng teman-teman ayah?!" Aksara menatap Jonathan tajam.

Jonathan membusungkan dadanya sambil tersenyum bangga. "Ayah ini pro Aksara, mainan gini mah gampil sama ayah. Mau main lagi engga nih?" goda Jonathan.

"Enggak! Ayah engga asik engga mau ngalah sama anaknya!"

"Hoo tidak bisaa, walaupun sama anak tida boleh mengalah!" ucap Jonathan.

"Cih, jangan sombong kau Jonathan!"

Jonathan tertawa melihat wajah Aksara yang cemberut, kemudian meletakkan sticknya di atas meja yang berada di samping tempat tidur Aksara. Jonathan menatap Aksara dengan intens dan serius. "Aksara Ayah mau bicara," ucap Jonathan.

"Apa?" sinis Aksara.

Jonathan tersenyum kecil, sambil memegangi pundak Aksara. "Ayah tau kamu sekarang pasti sedang binggung kan? Kamu itu sebenarnya memiliki tujuan hidup yang luar biasa dan cita-cita yang luar biasa, tapi kamu binggung saja apa tujuan dan cita-cita yang ada di pikiran kamu dan di hati kamu itu benar-benar pas dan baik untuk diri kamu sendiri atau tidak, iyakan?" Jonathan mencoba sedikit mengurik apa yang dia rasakan dulu sewaktu umurnya sebesar Aksara.

"Ayah kok tau, ayah bisa cenayang ya?" seru Aksara duduk sedikit menjauh dari sang ayah. "Aksara benar-benar binggung cita-cita dan tujuan hidup Aksara itu apa, Aksara merasa semuanya ingin Aksara coba, tapi setelah di coba nanti, pasti Aksara akan merasa bosan. Jadi untuk saat ini Aksara ingin menikmati hidup, belajar secukupnya, makan, tidur dan bermain secukupnya."

"Tapi nanti kamu akan larut dengan itu Aksara."

"Maksud ayah?"

"Lambat laut kamu pasti merasa nyaman dengan itu semua, seperti makan, tidur dan bermain. Jika kamu sudah lulus sekolah nanti." Jonathan mengelus kepala Aksara sambil tersenyum. "Aksara, kamu tau engga kalau kekayaan yang kita miliki sekarang ini bukan dengan permintaan, 'aku ingin jadi orang kaya' langsung jadi. Ayah dulu hanyalah seorang pedagang kaki 5 yang tumbuh dan besar di panti asuhan Aksara. Kakek yang kamu kenal sekarang itu ayah angkat ayah, dia dulu adalah boss ayah pas ayah jadi pedagang kaki 5. Dia engga punya anak, jadi dia angkat ayah jadi anaknya, dia melihat ayah gigih dalam berjualan dan setiap hari jualan ayah selalu habis. Begitupun juga bunda, bunda bukan dari keluarga konglomerat. Orang tuanya hanyalah guru honor biasa."

Aksara terdiam, dia mendengarkan ucapan setiap kalimat Jonathan dengan baik. Jangan sampai dia memotong pembicaraan ayahnya dan menjawab dengan lelucon, ini sepertinya bukan waktu yang tepat untuk bercanda, Jonathan terlihat sangat serius dengan ucapannya.

"Ayah dan bunda nabung sedikit demi sedikit, untuk membuka usaha. Kami berjuang sama-sama untuk membesarkan usaha, sampai akhirnya ayah dan bunda berhasil mencapai kesuksesan ini. Jadi saat kamu lahir bunda dan ayah sudah bisa membelikan kamu susu yang terbaik, baju yang bagus-bagus dan tempat tinggal yang nyaman. Ayah dan bunda selalu ingin yang terbaik buat kamu."

Lagi-lagi Aksara terdiam, dia tidak pernah mendengar sang ayah menceritakan hal ini, ini baru pertama kalinya dia mengetahui kalau ayah dan bundanya bukan dari anak konglomerat yang sudah kaya dari janin, seperti dirinya.

"Ayah selalu bersyukur kamu tumbuh dengan baik dan menjadi anak yang selalu membanggakan ayah dan bunda. Kamu engga pernah bikin ayah dan bunda kecewa. Maka dari situ ayah dan bunda selalu memberikan yang terbaik buat kamu, ayah dan bunda engga mau bikin kamu kecewa seperti kamu yang engga pernah bikin ayah bunda kecewa." Jonathan menepuk pundak Aksara pelan. "Kamu mau minta ini itu selalu ayah berikan, ayah mau anak ayah bahagia, ayah mau anak ayah seneng terus. Karena Ayah dulu engga pernah bisa minta apa-apa, jadi ayah cam kan ke diri ayah kalau ayah punya anak nanti ayah harus berikan semua yang anak ayah mau."

"Ayah... Ayah berhasil membahagiakan Aksara, Aksara sangat-sangat bahagia lahir di dunia ini yah," ungkap jujur Aksara sambil tersenyum.

Jonathan tersenyum senang, dia bersyukur apa yang sudah dia perjuangkan selama ini bersama sang istri tidak sia-sia.

"Jadi sekarang ayah minta kamu untuk menentukan arah hidup kamu mau kemana? dan akan jadi seperti apa? Tidak mungkin juga kamu akan hidup terus menerus bersama ayah dan bunda kan? Suatu hari nanti kamu juga akan memiliki istri dan anak. Dan apa yang akan kamu berikan untuk makan mereka kelak? Bila kamu tidak punya cita cita sekarang? Ayah yakin kamu tidak akan seceroboh itu untuk menyia-nyiakan masa mudamu tanpa cita-cita yang jelas."

Aksara terdiam, pertanyaan Jonathan itu sangat sulit Aksara jawab.

"Kamu sudah besar, kamu sudah beranjak dewasa, Ayah dan bunda tidak akan bisa ikut campur terus dengan kehidupan mu, ayah paling menolong sedikit sedikit saja. Kamu sekarang di tuntut harus bisa melakukannya sendiri. Apa yang akan kamu lakukan di masa depan harus kamu pikirkan, mau jadi apanya kamu kedepannya harus pikirkan dari sekarang, kamu harus segera mengambil keputusan, jangan tergantung dengan ayah dan bunda."

Aksara kembali di buat binggung dengan apa tujuan hidup dirinya sebenarnya dan apa impiannya. Jika impiannya hidup bahagia bersama ayah dan bunda maka sekarang pun impian itu sudah terwujud. Namun apa lagi yang harus di perjuangkan?

"Kamu pintar, nilai kamu bagus, tapi sayang kamu belum menemukan jati diri mu, seharusnya orang pintar itu sudah menemukan, mau dibawa kemana hidupnya. Cuman ada dua pilihan di dalam hidup, kamu yang berguna untuk orang lain, atau kamu yang di pergunakan orang lain. Hidup itu keras, jika mindset mu tidak di bentuk dari sekarang, maka kamu sama aja seperti orang yang tidak berguna, hanya lontang lantung. Balik lagi ayah tidak mendoakan ya Aksara, ayah hanya memberikan arahan, agar kamu segera mengambil keputusan. Jangan sampai terlalu nyaman dengan main mu dan rebahan mu. Yang menentukan kamu jadi apa nantinya ya diri kamu sendiri Aksara."

Aksara mulai merasa cemas dengan masa depannya, rasa takut mulai menghantui dirinya. Aksara mencoba meredamkan rasa takut itu dengan mengepalkan telapak tangannya.

"Ayah enggak akan nuntut kamu harus jadi ini itu yang kamu tidak sukai, setidaknya untuk saat ini, kamu pikirkan mau jadi apa setelah ini, bayangin aja dulu, kalau kamu masih belum menemukan mimpi yang tepat. Ingat pesan ayah, apapun mimpi kamu, apapun yang kamu sukai itu, ayah akan dukung kamu selalu."

Aksara tersenyum, dia lagi-lagi bersyukur di lahirkan di keluarga ini. Keluarga yang membimbing dan membesarkan dirinya dengan baik.

"Iya ayah, makasih sudah beri arahan Aksara."

"Pikir lagi dengan pelan-pelan dan bersungguh-sungguh. Saat kamu sudah menemukannya namun tidak tau ini tepat atau tidak, datang saja ke ayah atau bunda, nanti akan ayah dan bunda berikan arahan yang terbaik."

"Baik ayah."

Jonathan berdiri, menepuk pundak Aksara beberapa kali sambil tersenyum.

"Lanjut main lagi gih, sepertinya skill main kamu sudah tidak seperti dulu. Masak kalah sama ayah yang sudah tua begini."

Aksara terkekeh, rasa tegang yang dia rasakan tadi sudah menghilang saat mendengar ucapan sang ayah. Lagi-lagi ia tidak pernah melarang anaknya untuk melakukan hal-hal yang sering orang tua lain larang.

"Ayah laperr mau cari makanan dulu di dapur," pamit Jonathan sambil tersenyum.

"Asiapp... Makasih ayah!"

*****

Setelah mendapatkan arahan dari sang ayah, Aksara terdiam di meja belajarnya, sambil menghidupkan laptop cukup lama. Dia sudah mencari beberapa hal yang menarik di kehidupannya. Dan pekerjaan yang dia minati di kemudian hari. Namun tidak ada yang membuatnya akan bersungguh-sungguh melakukannya.

"Gue maunya apa sih sebenernya?

"Cita-cita gue apasih sebenernya? Masak gue bisa kalah si sama boneka susan yang kalau gede mau jadi dokter padahal dia kan engga akan pernah bisa gede."

"Ini kenapa otak gue berhenti sih!"

Aksara berusaha berpikir, namun lagi-lagi dia merasa kesulitan. Dia melihat buku catatannya lagi.

"Apa gue jadi dokter aja ya, kayak Juan dan Kenzo. Biar engga pisah-pisah." Aksara melingkari tulisan dokter di buku catatannya "Tapi gue engga sepinter mereka berdua."

"Apa gue jadi pengusaha kayak ayah?" ungkapnya lagi. " Jangan deh nanti kalau bangkrut gara gue gimana?"

"Jadi komedian aja kali ya? Biar bisa bikin semua orang bahagia." pikir Aksara lagi. "Tapi nanti gue jadi buaya kayak Kenzo, apalagi jaman sekarang cewek-cewek gampang nyaman sama yang humoris."

"AAAAAA TUHAN TOLONG BERI AKSARA TUJUAN HIDUP!"

Aksara berteriak frustasi, menutup laptopnya lalu melempar tubuhnya keatas kasur dan menutup wajahnya dengan bantal. Ia merasa seketika akan menjadi gila. Akhirnya Aksara memilih tidur dan sebelumnya dia berdoa kepada Tuhan untuk mengirimkan ilham lewat mimpinya.