webnovel

Akhir Cinta Avissa

"Kok ada ya makhluk seperti kamu di bumi ini. Gendut, item, pake kacamata tebel. Kayak elien. Nggak ada sisi bagusnya. Enek lihatnya." Ardian mendorong jidat Avissa dengan jari telunjuknya hingga gadis itu terjengkang. Kemudian Ardian tertawa terbahak-bahak diikuti oleh kedua temannya. Avissa hanya bisa memeluk tasnya dengan takut, tanpa bisa melakukan perlawanan. Ya, seperti itulah teman-teman Avissa Maharani memperlakukan dirinya. Bukan hanya Ardian, tetapi juga teman-teman yang lainnya. Avissa maharani, Seorang siswi SMA yang tidak good looking, selalu menjadi bulan-bulanan teman-temannya dan juga kakak tingkatnya. Sampai suatu saat, avissa hampir putus asa dan mengakhiri hidupnya karena tidak kuat lagi menghadapi bully-an. Beruntung, dia diselamatkan oleh seseorang. Pada saat itu, Avissa nekat melakukan sesuatu agar hidupnya bisa berubah. Kalau memang dia tetap hidup, dia harus berubah. Berhasilkah dia melakukan sesuatu tersebut? Bagaimana kehidupan dia setelahnya? Akankah dia membalas dendam kepada orang-orang yang telah membullynya tanpa rasa bersalah?

Roisatul_Mahmudah · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
20 Chs

Mahasiswa Baru

Kedua dayang Rani segera berlari kecil menyusul Rani yang sudah berlalu dengan anggun.

"Ran, kenapa ditolak sih? Bukannya dia target kamu?"

Miranda merasa heran dengan tingkah laku Rani.

"Mana mungkin aku membiarkan dia merasa mendapatkanku dengan mudah. Nanti dia semakin sombong. Dia harus di main-mainin dulu, dijunjung setinggi-tingginya, lalu dihempaskan sekeras mungkin." Rani masih berjalan dengan mengangkat dagunya.

"Iya juga sih. Aku tidak tahu masalah kamu apa, tapi aku tetap akan membantumu untuk mencapai tujuanmu." Miranti mencoba untuk berjalan sejajar dengan Rani yang saat itu berjalan dengan cepat.

'kalian mau berteman denganku karena sekarang aku cantik dan kaya kan? Coba kalau aku masih gendut dan dekil seperti dulu, pasti tidak ada yang mau dekat denganku. Termasuk kalian,' ucap rani dalam hati.

Mereka bertiga segera menuju ke kelas. Setelah mereka duduk selama beberapa detik, Dosen pengampu datang. Namanya Pak Adnan, Dia adalah seorang dosen paragraph writing. Ternyata dosen paragraph writing itu tidak sendiri, dia bersama dengan seorang laki-laki, sepertinya mahasiswa baru.

Laki-laki itu tidak terlalu tampan, tetapi dari lagaknya, mahasiswa baru itu terlihat songong. Meskipun ini hari pertama dia masuk kuliah, dia tetap terlihat PD. Dia menyugar rambutnya dengan jari-jari, lalu menatap seisi kelas sambil mengangguk. Sontak, Seluruh anak perempuan seisi kelas langsung teriak histeris. Dia tampak begitu mempesona saat menyugar rambutnya.

Laki-laki berambut sedikit tebal berbelah pinggir seperti Iqbaal Ramadhan itu memiliki tahi lalat di pipi kanannya. Membuat dia tampak lebih manis dari yang seharusnya.

'Ih, Najis. Sok ganteng banget laki-laki itu. Ganteng juga nggak. Modelan begitu doang bisa teriak histeris si ciwi-ciwi,' ucap Rani begidik saat menatap Alul.

"Alul, kamu bisa duduk di bangku yang kosong," ucap Pak Adnan.

"Baik, Pak," ucap Alul sambil meletakkan tangannya di depan kening seperti orang yang sedang hormat lalu dia segera menuju ke bangku kosong yang ada di sebelah Rani.

"Hai," sapa Alul sambil menaikkan alis. Rani hanya diam, cuek.

"Ih, kok diam aja sih. Perkenalkan, aku Alul. Alul Saputra, dambaan cewek-cewek sejagad raya." Alul mengulurkan tangannya ke depan Rani.

Rani tidak menjawab sedikitpun pertanyaan dari alul. Dia membuka modul yang ada hadapannya. Dia sama sekali tidak tertarik pada laki-laki itu.

"Mulut kamu ada lemnya ya? Apa memang seperti itu bentukannya, mengatup terus nggak mau terbuka?"

"Berisik!" Akhirnya Rani buka mulut karena sudah risih dengan ocehan alul.

"Sombong amat! Jangan mentang-mentang kamu cantik jadi sombong ya. Tenang saja, meskipun kamu cantik, kamu bukan tipeku. Kau terlalu kerempeng seperti triplek." Alul sengaja meledek sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Rani.

"Kalau kamu terus berisik, pindah aja ke tempat lain. Jangan di sini!" Rani mulai terganggu dengan tingkah si anak baru yang terus nerocos.

"Satu-satunya bangku kosong di kelas ini hanya di tempat ini. Jadi, Aku duduk di sini bukan karena aku mau. Tapi memang ini yang tersisa. Nggak usah sombong!"

"Sekarang kita buka modul hal 8. Untuk Alul, yang belum memiliki modul bisa gabung sama Rani ya?" ucap Pak Adnan tiba-tiba.

"Anak ini sombong Pak. Jadi pasti dia tidak mau berbagi," cerocos Alul yang disambut dengan pelototan mata dari Rani.

"Rani? Bener ucapan Alul?"

"Mau kok pak. Enggak apa-apa. Asal dia nggak bawel saja," ucap Rina. Dia tersenyum, lalu menyodorkan lks-nya ke tengah-tengah sehingga Alul juga ikut bisa menyimak.

"Hilih, tadi aja diajak ngomong gak mau bersuara. Pencitraan. Sepertinya kamu satu-satunya makhluk aneh di kelas ini. Semua teman-temanmu berlomba-lomba ingin duduk denganku, lihat mereka! Nggak mau kedip Saat melihatku. kami yang ada di sampingku malah menyia-nyiakan kesempatan," celoteh alul penuh percaya diri. Namun, ucapannya memang benar. Ciwi-ciwi di kelas Rina semua terlihat mengagumi makhluk yang menurut Rina cerewet dan menyebalkan itu.

"Alul, aku memintamu untuk bergabung dengan Rina bukan berarti terus ngobrol ya? Ayo sekarang fokus ke modul." Pak Adnan menegur Alul. Dia memelototkan mata dibalik kacamata yang berbingkai warna ungu itu.

"Iya pak, Maaf. Rina ngajak mgobrol terus soalnya," Alul mencari alasan.

Rina hanya melirik dengan lirikan tidak suka, lalu dia segera beraksi mengangkat kaki kirinya, lalu dihentakkan dengan keras diatas kaki kanan Alul.

"Awwww." Alul langsung berteriak keras, sontak seluruh kelas memandangnya. Dan Rani, dia membaca modul seolah tidak baru saja melakukan sesuatu.

***

20 menit lagi bel jam kuliah akan berakhir. Namun sebelum waktu itu tiba, Rani harus melakukan sesuatu. Dia minta izin pada Pak Adnan untuk ke kamar mandi, meskipun bukan itu Tujuan sebenarnya. Setelah Pak Adnan mengizinkan, Rani segera keluar kelas dengan mengantongi sesuatu di saku roknya.

Alul yang duduk di samping Rani, hanya mengamati Gadis itu tanpa bertanya sepatah kata pun.

Rani langsung berjalan santai menuju ke tempat parkir mobil, Setelah dia sampai di sebuah mobil yang dituju, Rani segera mengeluarkan sesuatu dari saku. Ia mengeluarkan tangan yang didalamnya terdapat sesuatu. Ya, ada 4 buah paku di sana.

Rani tersenyum sinis, lalu segera beraksi. Ia celingak-celinguk di samping mobil yang dia maksud. Setelah dirasa aman Dia segera menancapkan paku itu masing-masing ban mobil warna hitam itu ditancapi 1 paku. Tiga ban sudah berhasil dia tancapi paku, ketika dia bersiap untuk menancapkan paku ke ban yang ke-4, ada seseorang yang memegang tangan kanannya yang saat itu sedang memegang paku.

Deg. Rani terdiam. Dia memang panik, tetapi berusaha untuk setenang mungkin. 2 tahun dia sudah belajar menjadi orang yang tenang dan percaya diri. Jadi ia cukup pandai mengelola emosi dan dan menguasai diri.

Perlahan, Rani menoleh. Dia hanya membulatkan matanya ketika tahu siapa orang yang mencegah tangannya.

"Apa yang akan kamu lakukan? Untuk apa paku itu?"

"Sapu, Kenapa kamu di sini? Balik!"

"Aku yang harus tanya. Apa yang kamu lakukan di sini dengan paku-paku itu?"

"Ini bukan urusan kamu. Lagipula Kenapa kamu membuntutiku? Kurang kerjaan? Mau dikasih kerjaan?"

"Apakah setelah melakukan ini hatimu akan lega? Dendam tidak akan pernah membuat kamu bahagia. Malah kamu akan selalu dihantui oleh kegelisahan terus menerus." Alul menatap mata Rani tajam. Wajah selengekannya tidak terlihat sama sekali. Rani balik menatap Alul penuh rasa geram. Laki-laki itu bisa jadi ancaman buat Rani.

Ali menghempaskan tangan Rani, lalu dia pergi meninggalkan gadis berparas cantik itu yang masih dalam keadaan terdiam. Rani menunduk sambil berfikir, siapa sebenarnya laki-laki itu? Siapa sebenarnya alul? Kenapa seolah dia tahu kalau Rani sedang berusaha untuk balas dendam?