webnovel

Akhir Cinta Avissa

"Kok ada ya makhluk seperti kamu di bumi ini. Gendut, item, pake kacamata tebel. Kayak elien. Nggak ada sisi bagusnya. Enek lihatnya." Ardian mendorong jidat Avissa dengan jari telunjuknya hingga gadis itu terjengkang. Kemudian Ardian tertawa terbahak-bahak diikuti oleh kedua temannya. Avissa hanya bisa memeluk tasnya dengan takut, tanpa bisa melakukan perlawanan. Ya, seperti itulah teman-teman Avissa Maharani memperlakukan dirinya. Bukan hanya Ardian, tetapi juga teman-teman yang lainnya. Avissa maharani, Seorang siswi SMA yang tidak good looking, selalu menjadi bulan-bulanan teman-temannya dan juga kakak tingkatnya. Sampai suatu saat, avissa hampir putus asa dan mengakhiri hidupnya karena tidak kuat lagi menghadapi bully-an. Beruntung, dia diselamatkan oleh seseorang. Pada saat itu, Avissa nekat melakukan sesuatu agar hidupnya bisa berubah. Kalau memang dia tetap hidup, dia harus berubah. Berhasilkah dia melakukan sesuatu tersebut? Bagaimana kehidupan dia setelahnya? Akankah dia membalas dendam kepada orang-orang yang telah membullynya tanpa rasa bersalah?

Roisatul_Mahmudah · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
20 Chs

Balada Si Culun

"Culun! Kerjain PR ku!" Novita melempar LKS bahasa Inggris tepat di depan muka Avissa dengan angkuh, lalu di susul dengan selembar uang 20.000 mengenai muka tembem siswi berkaca mata minus tebal itu.

Ya, Novita dan beberapa temannya memang selalu begitu. Dia selalu menyuruh avissa untuk melakukan ini itu dan selalu melempar uang kepadanya. Avissa pun tak bisa menolak, karena dia memang membutuhkan uang itu. Dia terpaksa mau  disuruh ini itu oleh teman-temannya, mengerjakan tugas, membeli makanan, membawakan barang-barang mereka, dan juga melakukan banyak hal lainnya.

Karena dia Gadis miskin, gendut juga berkulit dekil, membuat mereka memandang rendah Avissa. Bagi mereka, avisa bukanlah teman, melainkan babu yang bisa mereka suruh-suruh seenaknya.

Avissa menghela nafas panjang. Lalu menghembuskannya pelan-pelan. Sebenarnya ia sudah terlalu lelah dipandang rendah seperti ini. Namun, dia bisa apa?

"Iya, Vit." Akhirnya, Avissa menjawab takut-takut. Dia masih menunduk di tempat duduknya, lalu mengambil LKS itu tanpa memandang sang pelempar sedikit pun.

"Jangan sampai ada yang salah. Aku jajan dulu!" ucap Novita yang hendak beranjak pergi. Namun, sebelum dia sempat melangkahkan kakinya, salsa menghentikan langkah mereka.

"Kalian ini kenapa sih, selalu memperlakukan Avissa seenaknya sendiri. Dia itu teman kalian, bukan kacung atau babu. Ini ambil uangnya dan ambil LKS mu!" Salsa, sahabat Avissa, sama sekali tidak terima dengan perlakuan Novita dan teman-temannya.

Mendengar itu, Avissa langsung mendongakkan kepala. Lalu dia menggenggam lengan kanan Salsa.

"Vit, nggak apa-apa." Dia memandang salsa dengan pandangan yang menyatakan bahwa ia kuat.

"Kenapa kamu yang keberatan? Dia happy-happy aja tuh ngerjain itu semua. Kalau kamu mau, kamu bisa melempar uang 20 ribuan ke mukanya, maka Si Gadis culun ini akan melakukan apapun yang kamu mau. Seperti yang kita lakukan saat ini!" Novita menyedekapkan tangannya dengan sombong di depan meja avisa dan salsa. Dia tersenyum sinis penuh kemenangan.

"Jangan kurang ajar ya Vit! Dia teman kita. Kamu sudah keterlaluan!" Salsa sungguh emosi. Dia berteriak di depan Novita dengan mata membulat. Dia tidak tega melihat sahabatnya diperlakukan tidak manusiawi seperti itu, dan Avissa hanya bisa diam dan pasrah.

"Vis, kalau kamu memang perlu apa-apa kamu bisa bilang padaku. Aku bisa memberimu atau mungkin meminjamimu. Kamu tidak perlu jadi jongos mereka seperti ini. Buktikan kamu punya harga diri, Vis. Kamu tidak pantas diperlakukan seperti ini," ucap Novita menghadap ke Avissa yang sedang tertunduk.

Salsa adalah satu-satunya teman Avissa yang peduli terhadap penindasan itu. dia satu-satunya teman yang tidak menganggap rendah Avissa, meskipun dia sendiri juga berasal dari keluarga berada. Avissa memang berbeda dari teman-temannya yang lain. SAMA BINA BAKTI adalah SMA bergengsi di kota mereka. Avissa mampu memasuki sekolah itu karena mendapatkan beasiswa. Namun, seperti yang kita tahu, beasiswa selalu tidak sepenuhnya, tetap ada beberapa hal yang harus dibayarkan mandiri seperti buku-buku dan lainnya. Jadi, avissa diam saja ketika teman-temannya menyuruh ini itu dan memberinya uang. Karena dia memang butuh.

"Tidak apa-apa, Sa. Aku baik-baik saja. Aku tidak mau merepotkan kamu." Selalu itu yang dikatakan Avissa, hingga membuat Salsa jengah.

"Kamu sama sekali tidak merepotkanku, Vis. Aku tidak ingin kamu diinjak-injak oleh mereka. Stop menuruti kemauan mereka!" Mata Salsa membulat. Tapi dia tidak marah pada Avissa, dia hanya ingin mengekspresikan rasa sayang kepada sahabatnya itu.

"Ya Tuhan, kenapa kalian malah memintaku untuk menyaksikan drama murahan kalian? Dia aja santai. Kenapa kamu yang kebakaran jenggot, buk. Jangan sok menjadi pahlawan kesiangan untuk si Culun ini. Aku pergi ke kantin dulu ya. Nanti ketika aku kembali, PR harus sudah selesai, bye culun!" Novita dengan angkuhnya melenggang pergi sambil melambaikan tangannya.  Avissa hanya tersenyum getir. Dia memang mau melakukan ini, tetapi bukan karena dia ingin. Namun, dia harus melakukannya supaya dia bisa bertahan sekolah di sekolah elit ini. Dia tidak ingin mengecewakan Ayahnya. Satu-satunya orang yang dia miliki di dunia ini.

"Aku harap ini terakhir kamu melakukan ini. Besok-besok lagi jangan mau diperlakukan seperti ini sama mereka. Vissa, kamu jauh lebih berharga dari mereka. Otak kamu brilian, kamu hanya insecure saja yang akhirnya menenggelamkan kelebihan kamu. Ayo, lawan mereka. Jangan biarkan mereka menginjak-injakmu." Salsa memandang sahabatnya dengan penuh belas kasih. Sebenarnya dia anak yang pintar, hanya saja dia kurang beruntung karena dilahirkan dari keluarga sederhana.

"Sudah kubilang, aku nggak apa-apa, Sa. Kamu pergi aja ke kantin. Aku mengerjakan PR Novita dulu." Avissa menunduk sambil menatap LKS itu dengan mata nanar. Ia diam bukan karena dia menerima itu semua, tetapi dia memang tak mampu melawan, dan karena keadaan yang memaksa dirinya untuk berbuat demikian.

Salsa tidak menjawab apa-apa. hanya geram aja melihat sikap avissa yang tunduk terhadap mereka yang berbuat semena-mena terhadapnya.

***

"Vis, bawain minumanku dan teman-teman ya," ucap Cassandra sembari memberikan 1 cup es cappucino kepada Avissa disusul oleh ketiga temannya. Akhirnya Avissa membawa 4 cup es cappucino itu tanpa kantong plastik, yang membuat dia kewalahan. Namun, mana bisa Avissa menolak. Dia terlalu takut melawan. Lagi pula dia juga akan mendapat upah setelah itu.

Setelah mereka menyerahkan minuman itu pada Avissa, Mereka berempat segera berjalan lebih dulu sambil ketawa-ketiwi meninggalkan Avissa yang berjalan terseok-seok dengan ke-4 cup besar cappucino di tangannya.

Cassandra juga salah satu teman satu kelas Avissa yang sangat hobi menyuruhnya untuk melakukan ini dan itu.

BRAK ...

"Awww." Avisa teriak. Dia terjatuh di kantin sekolah karena tersandung salah satu kaki siswa yang sengaja menghalangi jalan. 4 cup minuman yang ia bawa langsung terjun bebas ke lantai. Keempat cup itu pecah dan air menggenang di sana.

Alih-alih menolong, semua yang ada di kantin itu hanya menertawakan Avissa yang seragamnya basah dan berwarna coklat karena terkena air cappucino.

Cassandra CS langsung menoleh, mereka langsung kembali menghampiri Avissa.

"Culun! Kalau berjalan hati-hati! Lihat minuman kita! Tumpah!  Dasar babu nggak guna!" Cassandra berkata kasar sambil melempar uang 10.000 ke arah Avissa.

Avissa tidak mengucap apa-apa. Hanya dadanya saja yang terasa sesak, dan air matanya hampir jatuh. Ia merutuki dirinya sendiri. Entah kapan nasib baik akan menghampiri dirinya. Orang bilang, setelah badai akan ada pelangi. Tetapi kenapa Avissa tidak pernah mendapatkan pelangi itu? Dia hanya menunduk, air mata keluar dibalik kacamata minus tebalnya. Dia Sesenggukan sambil bersimpuh dan menjadi tontonan beberapa penghuni kantin. Dalam hati dia berteriak dan merutuki diri sendiri. Dia menyesal, kenapa dia harus dilahirkan dari keluarga miskin?