webnovel

After Bad Destiny

Naulida Ambriaksi adalah seorang perempuan berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan posisi jabatan Manager Pengelolaan Minyak. Karir Naulida Ambriaksi terbilang sukses karena kerja keras dan kegigihannya. Namun, semua itu tidak dinikmatinya sendiri karena dia harus membiayai kuliah adiknya atas permintaan orang tua. Kasih sayang orang tua yang hanya dilimpahkan kepada adik Naulida membuatnya tertekan. Terlebih, dia juga mendapat masalah di kantor yang berimbas pada kehilangan pekerjaan yang telah susah payah diraihnya. Naulida kembali mendapat tekanan ketika adik Naulida hendak menikah dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja yang dipercayainya. Ia ditekan untuk mencari, mendapatkan jodoh dan ancaman dari rekan kerjanya. Naulida tentu merasa semakin risi sehingga dia memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki paras tampan, agamis dan stylist di salah satu masjid. Dia tertarik dengan laki-laki itu. Apakah lelaki itu akan menjadi jodoh Naulida? Apakah Naulida bisa bertahan dalam menjalani ujian hidup dengan berpisah dari orang tuanya?

Angdan · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
54 Chs

Naulida Hampir Dinodai

Naulida tersenyum ketika mengingat memori bersama Alexander. Ia memutar kursi sambil bersandar dan sedikit tertawa.

"Hahaha. Astaga, Alex, aku baru tahu sisi baik dan lucu kamu yang kelihatan sekali tidak suka makan di pinggir jalan," ledek Naulida.

Naulida memutar balik kursinya ke arah meja dan ia menggeleng pelan. Naulida menghela napas dengan pelan dan melanjutkan pekerjaannya di depan laptop.

Naulida fokus dengan pekerjaan yang ia jalani saat ini sehingga hasil dari kerjanya kelihatan dari usaha dan kegigihan. Ketika, ia mengerjakan pekerjaan di laptop ada data yang tidak sesuai dengan data yang ada di dokumen dan terjadi kesalahan dalam perhitungan.

Naulida mengernyitkan dahi dan mengecek data di laptop mengenai jumlah produk jadi dengan kemasan dan minyak. Ia mecoba terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalahnya. Ia mencoba rumus dan cara sebanyak mungkin. Namun, usahanya belum berhasil.

"Ada apa lagi, sih, ini, astaga," keluh Naulida."Kenapa datanya tidak sesuai dengan dokumen dan data yang ada di laptopku, ya?" Naulida bertanya-tanya mengenai ketidakcocokan data di antara dua media.

Naulida duduk bersandar di kepala kursi sambil memejamkan mata sekilas untuk mencari jalan keluar. Tanpa ada satu menit, ia membuka mata dan beranjak dari kursi sambil membawa laptop dan satu berkas.

Naulida melangkah ke lift dan menekan tombol angka empat. Ia melangkah ke belakang dan bersandar di dinding lift dan menutup laptop. Pintu lift hendak tertutup, Satrio memasuki lift dan pintu lift tertutup.

Naulida dan Satrio berada dalam satu lift dengan berdiam-diaman dan tidak saling sapa. Lift telah tiba di lantai empat dan Naulida melewatinya dengan pandangan lurus, tetapi tangan Naulida dipegang oleh Satrio.

Naulida reflek menangkis tangan Satrio dan ia bergegas menuju ruangan Alexander. Namun, Satrio mengejar Naulida dan ia mempercepat langkahnya sembari menoleh ke belakang agar tidak tertangkap olehnya. Suasana lantai empat sangat sepi sehingga Satrio leluasa mengejar Naulida karena lantai empat terdiri dari lima ruangan. Salah satu ruangan itu adalah ruangan Alexander.

Naulida terus mempercepat langkah dan ia hampir tiba di ruangan Alexander karena jaraknya dengan ruangan Alexander hanya dua meter. Naulida hendak mengetuk pintu ruangan CEO, Satrio memegang dan menarik tangan Naulida. Ia menarik paksa Naulida dan Naulida menjatuhkan berkas di lantai empat sambil berteriak menyebut nama CEO-nya.

"Bapak Alexander Perdana, tolooonngg! Teriak Naulida.

Satrio terus menarik tangan Naulida dan ia berusaha melepas tangannya, tetapi cengkeraman tangannya semakin kuat. Satrio membawanya ke kamar mandi laki-laki dan ia sedikit mendorong Naulida ke pojok dan tubuhnya terbentur dinding sehingga ia berteriak dan membuka mulutnya karena kesakitan.

"Aauuww."

Satrio mengambil dan meletakkan laptop di wastafel. Ia menghampiri Naulida dan mendekatkan badannya. Naulida mendorong badannya berkali-kali, tetapi Satrio meletakkan tangannya di dinding, ia bergerak-gerak dan menolak perlakuannya. Wajah mereka sangat dekat dan Naulida mengalihkan wajahnya dari Satrio.

"Kenapa, sih kamu mengejarku, apakah kamu tidak puas setelah melakukan hal buruk kepadaku dan hampir mengambil sesuatu yang penting dariku?" cecar Naulida dengan napas tersengal-sengal.

"Apakah kamu tidak mendengarnya kemarin malam di taman?" tanya Satrio.

Naulida merayapkan bola mata ke Satrio."Aku mendengarnya tapi, aku tidak akan pernah mencintai dan jatuh hati ke orang yang sudah kasar sama aku dan hampir mengambil bagian yang berharga dariku, Satrio Sauline Sanjaya," jawab Naulida dengan intonasi penekanan.

Satrio menatap nanar Naulida, mata merahnya terlihat ingin memakan Naulida, cengkeraman tangannya semakin kuat dan ia merintih kesakitan karena cengkeraman tangan Satrio.

"Aahhh shh sakit, Sat!" bentak Naulida sembari merintih kesakitan dan berusaha melepaskan cengkeraman tangannya.

Usaha Naulida sia-sia, Satrio memegang dan menekan pipinya sehingga jarak wajah mereka semakin dekat dan ia menatap Naulida.

"Kamu tidak akan pernah bisa dekat dengan siapa pun apalagi dekat dengan Alexander. Kamu harus menjadi milikku, Naulida Ambriaksi!" sungut Satrio.

Satrio mengecup bibir Naulida secara kasar sambil memegang dua tangannya di dinding. Ia mengecupnya dengan kasar dan Naulida mengernyitkan dahi sambil menggerakkan kepala ke kanan dan kiri.

Naulida menggigit bibirnya dan ia melepaskan kecupannya sambil menyipitkan mata dan mengusap bibirnya. Naulida menatap nanar dan ia menendang bagian sensitif miliknya. Satrio mengernyitkan dahi dan melepaskan tangannya lalu, memegangnya.

Naulida mendorong badannya dan melarikan diri darinya. Satrio berbalik badan dan tangan Naulida ditarik olehnya. Satrio menampar Naulida dengan keras dan Naulida memegang sambil menoleh ke arahnya dan memandang nanar Satrio.

"Ternyata kamu suka main kasar, ya sama aku. Baiklah, aku juga akan main kasar sama kamu," ucap Satrio.

Satrio hendak menyentuh Naulida, Naulida menendang bagian sensitifnya kembali dan ia langsung mengambil laptop dan melarikan diri darinya.

Naulida ke luar dari toilet laki-laki sambil menoleh ke belakang. Ketika, ia menoleh ke belakang, Naulida menabrak seseorang dan orang itu menangkapnya. Ia reflek mendorong dan merapikan bajunya.

"Aduh, maaf, saya terburu-buru," ucap Naulida.

"Naulida?"

Suara bariton yang ia kenal memanggilnya, ia reflek membulatkan mata dan bergegas melarikan diri darinya. Suara bariton itu adalah suara Alexander.

Naulida hendak melarikan diri, tangan Alexander memegang tangannya dan memeluknya erat. Ia menggerakkan badan sambil memukul badan Alexander dengan sekuat tenaga, tetapi pelukannya semakin erat ditambah ia mengelus punggungnya. Naulida menghentikan pukulannya karena ia merasa nyaman dan ada yang peduli dengannya.

Naulida menangis sesenggukkan dalam pelukan Alexander. Ia hanya bisa menangis tanpa menjelaskan karena masalahnya tidak ingin diketahui oleh banyak orang, tetapi pikiran dan dadanya telah penuh dengan berbagai rasa yang campur aduk.

Naulida membalas pelukannya dengan erat. Alexander dan Naulida saling berpelukan selama beberapa menit. Tangisan Naulida reda dan Alexander membawa Naulida ke ruangannya. Alexander mengarahkan Naulida ke sofa untuk duduk.

Alexander mengambil minuman untuk Naulida. Naulida menundukkan pandangan sambil memeluk dirinya sendiri karena ia masih trauma dengan perlakuan Satrio yang hendak menodainya. Alexander memberikan minuman kepadanya dan ia menerimanya lalu menghabiskan air mineral di gelas dengan pandangan ke lantai.

Alexander duduk di sampingnya dan memperhatikan Naulida hanya berdiam sambil memeluk dirinya. Ia memegang tangan Naulida dan Naulida menatap sayu.

"Apa yang membuatmu ke luar dari toilet laki-laki dan menangis, Nau. Siapa yang menyakitimu sampai make up dan pakaianmu berantakan?" tanya Alexander dengan pelan.

Naulida mengalirkan buliran air bening di matanya semakin deras ketika Alexander bertanya mengenai seseorang yang hendak menyakitinya sampai membuatnya menangis sesenggukkan. Alexander menatap Naulida dengan lamat sembari mengernyitkan dahi.

Naulida menyeka air matanya secara perlahan dan masih diam beribu bahasa karena ia tidak ingin menjawab dan mengingat kejadian itu lagi. Ia hanya bisa memandang seorang laki-laki atasannya yang menolongnya dengan tepat waktu.

Teman-teman mampir yuk ke ceritaku di setiap chapternya. Dukung ceritaku dengan cara review, klik love atau collection, power stone dan power energy agar author selalu bisa memberikan cerita yang menarik untuk teman-teman.

Happy reading, readers

Angdancreators' thoughts