webnovel

After Bad Destiny

Naulida Ambriaksi adalah seorang perempuan berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan posisi jabatan Manager Pengelolaan Minyak. Karir Naulida Ambriaksi terbilang sukses karena kerja keras dan kegigihannya. Namun, semua itu tidak dinikmatinya sendiri karena dia harus membiayai kuliah adiknya atas permintaan orang tua. Kasih sayang orang tua yang hanya dilimpahkan kepada adik Naulida membuatnya tertekan. Terlebih, dia juga mendapat masalah di kantor yang berimbas pada kehilangan pekerjaan yang telah susah payah diraihnya. Naulida kembali mendapat tekanan ketika adik Naulida hendak menikah dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja yang dipercayainya. Ia ditekan untuk mencari, mendapatkan jodoh dan ancaman dari rekan kerjanya. Naulida tentu merasa semakin risi sehingga dia memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki paras tampan, agamis dan stylist di salah satu masjid. Dia tertarik dengan laki-laki itu. Apakah lelaki itu akan menjadi jodoh Naulida? Apakah Naulida bisa bertahan dalam menjalani ujian hidup dengan berpisah dari orang tuanya?

Angdan · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
54 Chs

Janjian Dengan Nurlida dan Alexander

"Tidak mau ngapa-ngapain. Kita bahas saja nanti dan bicarakan dengan baik. Aku tunggu di kantin waktu jam makan siang," jawab Alexander.

"Oke. Aku tunggu di kantin nanti jam makan siang," ucap Naulida.

Alexander pergi meninggalkan Naulida dengan raut wajah yang kusut dan tak bersinar. Naulida meminta Satrio untuk kembali ke ruangannya dan melanjutkan pekerjaan masing-masing agar bisa menyelesaikan pekerjaan kantor dengan tepat waktu dan bisa pulang dengan cepat.

"Kamu kembali ke ruanganmu sekarang dan tinggalkan aku sendiri di sini. Jam kerja juga sudah dimulai," ucap Naulida lalu menguap.

"Kamu tidak tidur semalam?" tanya Satrio.

"Hmm?" Naulida mengangguk-angguk sembari menguap kedua kali dan menutup mulutnya.

"Kenapa kamu tidak tidur semalam?" tanya Satrio.

"Aku ... kepikiran saja sama adikku yang mau menikah," kilah Naulida.

"Adikmu mau menikah? Nurlida?" tanya Satrio.

"Iya. Siapa lagi coba kalau bukan dia," jawab Naulida yang memasang wajah datar.

Naulida membersihkan meja dari kertas putih dan nasi bungkus. Ia menyemprotkan pembersih meja ke meja dan menyemprot pengharum ruangan di seluruh ruangannya. Naulida menarik tangan Satrio setelah membersihkan ruangannya.

Satrio kembali ke ruangan dan Naulida ke kamar mandi untuk mencuci muka agar mata segar kembali saat bekerja. Naulida tak ingin bekerja dengan mata sayu, merah dan panas.

Naulida terkenal dengan mata jeli ketika memeriksa laporan anak buahnya sehingga ia tak ingin ada angka atau data yang terlewat. Jika ia mengantuk bisa bahaya dengan data yang sangat banyak.

Naulida tak ingin jabatannya rusak hanya karena masalah kantuk dan itu bisa diatasi olehnya. Ia kembali bekerja dengan mata segar dan tenaga yang seratus persen kembali. Ia harus kembali bekerja dengan pikiran dan hati yang baik-baik saja.

Naulida menarik napas dengan panjang lalu meregangkan badan hingga semua tulang yang ada pada seluruh tubuhnya berbunyi. Perasaan baik telah kembali dan waktunya bekerja.

Masalah rumah maupun masalah yang ada pada hubungannya dengan Alexander harus bisa disingkirkan terlebih dahulu saat bekerja. Ia tak ingin masalah itu merusak fokus untuk bekerja dengan maksimal.

"Semangat Naulida. Kamu harus semangat untuk mencari cuan dan membahagiakan dirimu sendiri karena tak ada yang peduli dengan kamu. Jadi, kamu harus berjuang sendiri dan mencari uang untuk memenuhi kebutuhanmu juga sendiri. Semangat Naulida," ucap Naulida yang menyemangati diri sendiri dengan kedua tangan mengepal dan dihentakkan dari atas dan bawah lalu menepuk dada sambil tersenyum lebar.

Naulida kembali bekerja dan mata, pikiran dan jemari bergerak dengan cepat, teliti dan fokus agar pekerjaan bisa terpecahkan masalahnya dan cepat selesai. Permasalahan pekerjaannya adalah masalah yang susah dipecahkan karena rumit dengan angka dan huruf yang terdapat banyak data sehingga mata dan jemari bekerja sama dengan baik.

Bola mata, jemari bergerak dengan cepat sehingga Naulida terbiasa mengerjakan pekerjaan kantornya selama seharian dengan jumlah pekerjaan yang sedikit atau tidak banyak pada awal dan akhir bulan. Namun, kini, telah memasuki akhir bulan dan banyak laporan yang belum masuk ke ruangan maupun email.

[Selamat pagi, teman-teman, laporan yang belum masuk di email maupun ruangan saya ditunggu sampai siang jam dua setelah jam makan siang. Jika sudah mengirim laporan melalui email dan menyerahkan ke ruangan saya, konfirmasi ke saya. Saya butuh cepat karena sudah memasuki akhir bulan.]

Naulida mengirim pesan ke grup pesan pekerjaannya untuk mengingatkan laporan segera di kirim dan menyerahkan ke ruangannya. Ia menunggu laporan dari anak buahnya hingga siang tetapi, ia masih harus mengerjakan pekerjaan yang ada di ruangannya untuk menganalisis data yang ada pada laporan tiap tahun dan bulan.

Sesaat, Naulida mengerjakan pekerjaannya, nada dering panggilan masuk berdering dengan keras. Satu tangan meraba ke meja untuk mengambil handphone dengan mata yang fokus ke layar laptop. Ia mengangkat panggilan masuk tanpa melihat nama yang ada pada layar handphone.

"Halo, selamat pagi," sapa Naulida.

"Selamat pagi, Kakak kesayangan," sapa Nurlida.

"Nurlida?"

"Iya, Mbak."

"Ada apa kamu telepon?" tanya Naulida dengan ketus.

"Aku ingin ngasih tahu sesuatu ke kakak," jawab Nurlida.

"Sesuatu apa? Coba kamu bicara sekarang. Aku lagi sibuk soalnya banyak kerjaan yang harus diselesaikan hari ini," ketus Naulida.

"Ketus banget, sih, padahal aku ingin bicara banyak sama Kakak," gerutu Nurlida.

Naulida memutar bola mata dengan malas lalu menghela napas panjang."Kalau kamu ingin bicara banyak sama aku, kamu ke kantor kakak jam makan siang sekitar jam setengah satu. Aku tunggu," ucap Naulida yang meminta adiknya untuk menemuinya di kantin kantor.

"Baiklah. Aku akan datang ke sana. Tunggu aku, ya, Kak," pinta Nurlida.

"Iya. Aku tutup sekarang dan sedang sibuk. Kalau kamu sudah sampai kabarin aku saja," ketus Naulida.

"Iya. Assalamualaikum." Nurlida mengucapkan salam ke Naulida sebelum memutuskan panggilannya dengan Naulida.

Naulida tidak membalas salam Nurlida dan memutus panggilannya saja. Ia meletakkan handphone di sampingnya dengan mata ke arah laptop dan bekerja sama lagi dengan jemari.

Beberapa jam kemudian, pekerjaan Naulida belum selesai dan ia melirik waktu di jam tangan yang ada pada pergelangan tangannya. Waktu telah menunjukkan pukul dua belas lebih lima belas menit.

Naulida bersiap untuk ke kantin sambil membawa dompet dan handphone di tangannya. Ia mematikan laptop agar data aman yang ada pada laptop. Setelah semua beres, Naulida ke luar dari ruangan tanpa mengunci ruangannya karena nanti ada anak buah yang meletakkan berkas di ruangannya.

Naulida terus melangkah sendirian dan disapa oleh beberapa temannya saat menuju ke kantin.

"Siang, Bu. Mau ke kantin, Bu?" tanya salah satu temannya.

"Iya. Saya mau ke kantin. Kamu juga mau ke kantin?" tanya Naulida.

"Iya, saya mau ke kantin juga, Bu. Ibu sendirian saja ke kantin?" tanya temannya.

"Sebenarnya tidak sendirian karena nanti ada seseorang yang mau makan siang dengan saya dan ingin membicarakan sesuatu dengan orang itu," jawab Naulida yang ramah."Kamu sendirian juga? bukannya kamu biasanya sama Zea?" tanya Naulida.

"Waahh, sibuk sekali Ibu Manajer sampai banyak list untuk bertemu dengan seseorang," ucap temannya."Iya, Bu. Zea masih sibuk mengerjakan pekerjaannya. Jadi, saya duluan yang makan siang dan sekalian membelikan makanan untuk cewek saya, Bu," kata temannya.

"Bagus. Semoga langgeng dan akur terus, ya, sampai kalian nikah dan punya anak," harap Naulida.

"Aamiin. Ibu juga semoga langgeng dengan Bapak Alexander," harap temannya.

Naulida hanya merespons ucapan temannya dengan senyuman tipis dan mengalihkan pandangan ke arah depan. Ia memasuki kantin dengan tempat duduk yang hanya dua orang saja. Ia melambaikan tangan ke arah penjual siomay dan batagor untuk memesan makanan.

Setelah selesai memesan makanan, ia mengirim pesan ke adiknya untuk mengabarkan posisinya kepada adiknya.

[Aku sudah di kantin bawah.]