webnovel

After Bad Destiny

Naulida Ambriaksi adalah seorang perempuan berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan posisi jabatan Manager Pengelolaan Minyak. Karir Naulida Ambriaksi terbilang sukses karena kerja keras dan kegigihannya. Namun, semua itu tidak dinikmatinya sendiri karena dia harus membiayai kuliah adiknya atas permintaan orang tua. Kasih sayang orang tua yang hanya dilimpahkan kepada adik Naulida membuatnya tertekan. Terlebih, dia juga mendapat masalah di kantor yang berimbas pada kehilangan pekerjaan yang telah susah payah diraihnya. Naulida kembali mendapat tekanan ketika adik Naulida hendak menikah dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja yang dipercayainya. Ia ditekan untuk mencari, mendapatkan jodoh dan ancaman dari rekan kerjanya. Naulida tentu merasa semakin risi sehingga dia memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki paras tampan, agamis dan stylist di salah satu masjid. Dia tertarik dengan laki-laki itu. Apakah lelaki itu akan menjadi jodoh Naulida? Apakah Naulida bisa bertahan dalam menjalani ujian hidup dengan berpisah dari orang tuanya?

Angdan · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
54 Chs

Hubungan Spesial Terbongkar

Kicauan burung yang merdu membangunkan Naulida. Naulida membuka mata seraya meregangkan badan dan merayapkan bola mata ke arah jam dinding dan waktu telah menunjukkan pukul enam pagi.

Sontak, Naulida meloncat dari kasur dan berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia bangun kesiangan sehingga harus melakukan semuanya dengan cepat agar sampai di kantor tepat waktu.

Naulida menyelesaikan aktifitas semua sebelum berangkat ke kantor selama dua puluh menit. Naulida mengambil tas dan sepatu kerja lalu, ia turun ke lantai satu untuk sarapan bersama keluarga. Namun, Naulida urungkan niatnya saat melihat kehadiran Alexio di meja makan.

Naulida menghampiri mereka seraya melangkah santai dengan membawa sepatu yang dijinjing di tangan kiri dan menatap sinis Alexio. Ya, Naulida tidak suka dengan Alexio karena memeluk adiknya di depan umum.

Naulida meraih dan mengecup tangan ayah dan ibunya secara bergantian. Ibu dan Ayah terlihat senang dengan kehadiran Alexio sehingga Ibu tidak mengeluarkan teriakan melengking ketika waktu mepet sekali ternyata ada Alexio ikut sarapan bersama. Naulida berpamitan dengan orang tua dan adiknya.

"Naulida berangkat ke kantor dulu, Bu, Yah, Dik," pamit Naulida.

"Iya, hati-hati, Nau," ucap Ayah.

"Kamu tidak pamitan dengan calon adik iparmu?" tanya Ibu.

"Nau tidak kenal, Bu," ucap Naulida sembari tersenyum meledek.

Alexio menatap Naulida sedari tadi dan Naulida hanya melewatinya. Perkaataan Naulida membuat Nurlida menautkan alis dan tidak menyahut pamitannya tetapi, Naulida tidak memikirkannya karena pikirannya harus segar saat bekerja nanti.

Naulida berangkat ke kantor kali ini hanya seorang diri tanpa ditemani adiknya. Ia sedikit mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Suasana dalam mobilnya sangat hening dan ia teringat keributan dengan adiknya.

"Kamu sudah besar, Dik dan sebentar lagi kamu sepertinya akan menikah," ucap Naulida lirih sambil tersenyum.

Naulida tidak menyangka adiknya telah dewasa dan memiliki calon suami dengan status sosial berada di tingkat atas daripada adiknya. Sebenarnya, Naulida tidak menyetujui hubungan Nurlida dengan Alexio karena sikap kekasihnya yang kurang sopan.

Namun, Naulida harus menerima itu secara terpaksa karena adiknya mencintai Alexio. Ia harus mendukung Nurlida untuk menikah dengan Alexio meskipun ia tidak suka dengan Alexio.

Naulida terus mengemudi mobil hingga tiba di kantor dan ia terkejut telah sampai di kantor. Naulida masuk ke parkiran mobil dan ia mematikan mobil sebelum turun dari mobil. Naulida turun dari mobil lalu melangkah masuk ke kantor.

Naulida masuk ke lorong demi lorong hampir semua teman-teman menertawainya dan ia hanya mengernyitkan dahi memperhatikan teman-temannya tertawa. Naulida masuk lift bersama teman lainnya pun juga ditertawakan oleh mereka sampai mengernyitkan dahi.

Naulida tanpa disadari, ia belum memakai sepatu hak tinggi yang digunakan untuk bekerja. Naulida menghela napas dan mengibaskan rambutnya dalam lift. Ia mencoba tidak menghiraukannya tetapi, pada saat Naulida ke luar lift, Andria menghampiri dan mengingatkan tentang sepatu kerjanya.

"Astaga, Bu, pantesan teman-teman menertawakan Ibu," ucap Andria sambil menggeleng dan menepuk dahi.

"Kenapa dan apa ada yang salah denganku?" tanya Naulida seraya membuka kedua tangannya.

"Tidak ada yang salah dengan Ibu tapi, aku heran denganmu," jawab Andria.

"Kenapa?" tanya Naulida.

Andria mengalihkan pandangan ke kaki Naulida dan Naulida hendak menoleh ke arah kakinya. Alexander jongkok sambil membawa sepatu hak tinggi. Alexander langsung memegang dan memakaikan sepatu di kakinya. Naulida reflek berpegangan pundak Alexander saat hendak terjatuh.

"Eh eh tidak perlu Bapak melakukan itu," tolak Naulida sambil menggerakkan kakinya.

Teman-teman terkejut melihat sikap Alexander seperti itu kepada bawahannya. Teman-temannya berbisik mengenai dirinya dengan Alexander. Naulida menyengir saat ia merasa diperhatikan oleh banyak orang.

Alexander tidak menghiraukan perkataan kekasihnya itu dan malah terus memakaikan sepatu di kakinya. Alexander berdiri ketika memakaikan sepatu di kaki kekasihnya seraya membersihkan tangan dan meletakkan kedua tangan di pinggang.

"Nah, kaki kamu begini, kan, cantik," ujar Alexander.

Teman-temannya bersorak riang saat seorang CEO memasangkan sepatu di kaki bawahannya dan memuji bawahannya. Teman-teman terlihat gemas dengan sikap bosnya bahkan salah satu di antara mereka mengeluarkan perkataan keberuntungan Naulida untuk dipasangkan sepatunya.

"Itu keberuntungan Ibu Naulida saja," celetuk salah satu karyawan.

Alexander mendengar hal itu langsung mengatakan kepada salah satu karyawannya bahwa itu bukan keberuntungan sekaligus memberi tahu hubungannya dengan Naulida yang menjabat sebagai Manajer di kantornya.

"Saya memakaikan sepatu di kaki Naulida itu bukan keberuntungannya melainkan itu tugas saya," ucap Alexander dengan tegas.

"Tugas?" tanya salah satu karyawan.

Andria mengetahui arah pembicaraan Alexander kepada salah satu karyawan di depan banyak orang dan berada di depan ruagan Naulida. Andria hanya mengatupkan bibir dan tersenyum melihat ekspresi Naulida dan Alexander memerah.

Alexander menatap Naulida sekilas dan Naulida juga mengetahui arah pembicaraan itu terpaksa menggeleng kepadanya untuk tidak memberi tahu hubungannya agar tidak terjadi apa pun di kantor. Namun, Alexander tidak menghiraukan respons Naulida.

"Iya, itu sudah menjadi tugas saya sebagai kekasih Naulida," jawab Alexander.

"Kekasih Ibu Naulida?" tanya salah satu karyawan.

"Iya, saya dengan Ibu Naulida memiliki hubungan spesial," jawab Alexander.

Semua karyawan di lantai tiga membuka mulut dan saling menoleh seraya menggeleng heran. Mereka tidak menyangka bahwa Naulida dan Alexander menjalin hubungan spesial.

Sesaat semua terkejut dengan ekspresi tidak percaya sekaligus tersenyum lebar mendengar kabar bahagia ini, Naulida menoleh ke arah kanan dan melihat Satrio mengernyitkan dahi dan mengepalkan tangan dari kejauhan sedang berdiri di ruangannya.

"Wah, selamat, ya, Pak, Bu. Semoga langgeng dan menuju ke pelaminan."

Semua karyawan mengucapkan selamat kepada Naulida dan Alexander seraya menjabat tangan mereka secara bergantian. Alexander dan Naulida tersenyum lebar mendapatkan doa dari banyak orang.

Alexander berterima kasih kepada semua karyawan lalu, mereka kembali bekerja, Naulida dan Alexander masuk ke ruangan Naulida. Alexander memeluk Naulida dari samping lalu mengecup pipinya sekilas.

"Eh, Alex, kamu jangan sembarangan mengecup pipiku kalau yang lain lihat bisa bahaya," ucap Naulida sembari melepas pelukannya.

"Tidak ada yang lihat. Kita sudah di ruangan kamu," ucap Naulida.

"Tapi sama saja, Alex. Kamu bekerja sana," ucap Naulida.

Naulida menyuruh Alexander bekerja tetapi, Alexander masih ingin di ruangannya untuk menemani Naulida bekerja. Naulida menggeleng heran seraya duduk dan bersandar di kepala kursi beroda. Naulida terbesit pertanyaan dalam benaknya mengenai alasan membeberkan hubungannya kepada banyak orang.

"Alex, kamu tidak ada kerjaan?" tanya Naulida.

"Aku ada kerjaan," jawab Alexander.

"Ya sudah kalau ada kerjaan kembali ke ruangan kamu. Jangan ngelihatin aku terus," ucap Naulida.

"Aku mau di sini untuk ngelihatin kamu terus," ujar Alexander.

"Dasar. Aku mau tanya sama kamu," ucap Naulida.

"Tanya apa, Sayang?" tanya Alexander.

"Kenapa kamu memberi tahu semua orang mengenai hubungan kita? Kamu juga pernah bilang ke aku kalau hubungan kita pasti tersebar meskipun kita tutup mulut dengan rapat, kan?" tanya Naulida.