webnovel

Mencoba Bermain Api

Sekitar setengah jam lamanya, Karina berada di dalam kamar mandi. Wanita itu seolah hanya merasakan ketenangan di tempat tersebut. Tempat yang hening dan bahkan tak ada yang bisa mengganggunya waktu itu.

Wanita yang saat itu tengah berada di dalam bath up untuk merendamkan tubuhnya mendengar bunyi alarm. Bunyi tersebut tentunya sangat mengganggu dia saat itu, sampai membuat matanya perlahan terbuka.

Pandangannya mengedar, dia melihat ke sekitarnya dan mencari letak ponselnya. Seketika pandangannya terkunci ke arah wastafel, di mana dia menaruh benda pipihnya itu di sekitar sana.

Membangunkan tubuhnya, wanita itu mengambil sebuah bathrobe lalu memakainya. Menuju ke bathrobe tersebut, dia pun menuju ke ponselnya berada dan mematikan alarm yang terdengar saat itu.

Decakan pelan keluar dari bibirnya saat itu. Dia benar-benar merasa sangat terganggu sekali dengan bunyi alarm ini.

Tubuhnya berbalik, membuka aliran air di bath up itu dan setelahnya, dia pun meninggalkan kamar mandi.

Di dalam kamarnya, terlihat Arsen yang kini sudah bolak-balik di depan jendela sambil melihat ke ponselnya. Wajahnya terlihat cemas, entah apa yang ada di dalam pikiran suaminya itu sampai membuat dia menjadi cemas seperti itu.

Pandangan Karina teralihkan, melihat ke arah ranjang, di mana sudah ada sebuah koper berukuran besar di sana dan baju-baju milik suaminya pun tampak sudah menumpuk rapi di dalam koper tersebut.

Lantas satu alisnya menukik naik melihat hal tersebut. Kakinya melangkah dengan pelan, menuju ke tempat Arsen. Melihat gelagat nya, Karina yakin sekali kalau sampai saat ini Arsen pasti belum menyadari bahwa dirinya akan menghampiri pria tersebut.

"Kau ingin pergi ke mana?" tanya Karina.

Kedua tanganya kini terlipat di depan dada, menatap Arsen yang tampak terkejut karena suaranya yang muncul tiba-tiba itu mengiterupsinya tadi.

Arsen menggelengkan kepalanya dengan pelan. Pria itu bergerak cepat menaruh ponselnya di dalam kantong celana nya. Dia menarik tangan Karina dengan lembutnya, lalu mengajak untuk duduk di bibir ranjang.

"Secara tiba-tiba, Tuan Jhosua menyuruh aku untuk menggantikannya bersama dengan asistennya ke sebuah acara penting di luar kota."

Kening Summer mengerut. Hatinya merasa sedikit tak suka. Namun dengan susah payah, dia pun menerbitkan senyumannya, seolah menunjukkan kepada suaminya bahwa dia baik-baik saja akan berita tersebut.

"Begitu, ya sudah. Kau bisa pergi."

"Tak masalah, bukan?"

Karina menggelengkan kepalanya. "Tak masalah jika kau pergi berapa pria, bukan bersama wanita," balasnya dengan disertai oleh tawa pelan. Tampak dia seperti ingin bercanda dalam perbincangan itu. Namun, Karina sempat melihat bagaimana wajah Arsen yang tiba-tiba saja pucat dan dalam waktu satu detik setelahnya, dia merubah lagi raut wajahnya itu, tampak berusaha untuk tenang saat itu.

"Baiklah kalau begitu, aku harus cepat-cepat berangkat sekarang."

Karina menganggukkan kepalanya. Wanita itu beranjak, menuju ke koper Arsen dan menutupnya. Dia membantu suaminya untuk membawa koper itu keluar dari rumah.

Sebelum pergi meninggalkan tempat tinggalnya itu, terlebih dahulu Arsen menghampiri Joy dan pamit untuk pergi.

Tangan Karina melambai. Wanita itu selalu mengawasi mobil yang telah membawa suaminya itu pergi dari rumah. Sampai saat matanya tak lagi melihat keberadaan mobil tersebut, dia pun menurunkan tangannya.

Napasnya berhembus dengan kasar. "Dia pergi lagi." Wanita itu terdiam untuk beberapa saat, merenungi kesendiriannya saat ini.

***

"Jaga dirimu baik-baik ya sama Nenek, jangan pernah membantah omongannya atau menyusahkan, oke!"

"Oke, Bu."

Karina tersenyum kecil. Tangan wanita itu terangkat, mengelus dengan sangat lembut puncak kepala Joy. Wanita itu mulai membangunkan tubuhnya, dia menatap pada seorang pelayan yang ada di rumah mertuanya itu.

"Tolong jaga Joy sebentar, ya dan juga titip salam pada Ibu. Maaf, aku saat ini belum bisa menemuinya."

Pelayan paruh baya itupun mengangguk. "Baik, Nyonya."

Karina menganggukkan kepalanya dengan pelan. Wanita itu mengangkat tangannya, melihat ke arah jam tangan da di pergelangannya itu. "Ibu pergi dulu, byee." Diberikannya sebuah kecupan hangat pada wajah Joy. Setelah itu, Karina pun langsung pergi dari sana, menuju ke mobilnya.

Saat ini, dia rela melakukan sebuah kebohongan yang besar. Tentunya hati wanita itu merasa sangat bersalah sekali. Namun mau bagaimanapun juga, ini memang waktu yang ditunggu-tunggu nya sejak kemarin, untuk menuntaskan janji yang telah dibuat olehnya bersama dengan sahabatnya.

Wanita itu menghembuskan napasnya dengan kasar. Matanya melirik sejenak ke arah kaca spion, melihat pelayan paruh baya tadi mulai mengajak Joy untuk masuk ke dalam rumah mertuanya.

"Maafkan, Ibu yang egois. Ibu hanya ingin sedikit bersenang-senang saja." Dia mulai menghidupkan mesin mobilnya, lalu melaju menuju ke rumah Maureen.

***

"Bukankah ini terlalu berlebihan?" Karina menatap taj percaya pada cermin yang kini ada di depannya. Cermin itu memantulkan pemantulan dia saat ini. Dia yang memakai gaun berwarna merah yang cukup terbuka dan ketat. Bahkan, gaun itu juga sangat pendek, berada di atas lututnya. Bagian dadanya juga rendah, hingga menunjukkan lehernya yang kini tampak jenjang.

Wanita itu menggelengkan kepalanya, dia sangat tak ingin sekali keluar dengan penampilan seperti ini. Rasanya sangat takut jika seseorang yang dikenalnya menemukan dia dengan penampilan layaknya wanita penjual tubuh.

"Itu tak berlebihan, baju seperti itu sudah terbiasa untuk dikenakan. Apalagi jika kau sendiri ingin ke club." Berbeda dengan Karina yang masih merasa tak terima dengan penampilannya, justru saat ini Maureen terlihat santai saja.

Wanita itu tengah menyandarkan punggungnya di tembok. Kedua tangannya terlihat di depan dada, sembari mengamati penampilan Karina yang menurut dia sudah sangat sempurna.

"Sekarang, kenakan heels itu." Maureen menunjuk pada salah satu heels yang sudah disiapkannya, memiliki warna hitam dan tak terlalu tinggi.

Dia sangat tau kalau sahabatnya itu, pasti sangat tak terbiasa dengan sepatu tinggi.

Sungguh pengertian bukan dirinya ini?

"Rasanya aku sangat menyesal mengikuti apa yang kau katakan itu!" Karina terus mengomel, bahkan ketika dia memakai heels nya. Dia berdecak kesal, pergerakan dia benar-benar terbatas dengan penampilan aneh seperti ini.

Dia yang tak terbiasa pun harus melangkah dengan sangat pelan, berharap agar langkahnya itu gak membuat dia terjatuh pada akhirnya.

Mereka kini mulai menuju ke mobil Maureen. Mobil itu tampak sudah siap. Memasuki kendaraan tersebut, Karina hanya melamun saja selama dirinya berada di dalam perjalanan.

Pandangannya yang kosong itu terarah ke jalanan ramai. Ada banyak hal yang kini membuatnya sedikit stress. Dia merasakan overthinking yang akhirnya rasa menyesal itu datang.

"Huh, semoga saja sesuatu yang buruk tak terjadi, Tuhan. Untuk malam ini, aku hanya ingin sedikit bersenang-senang dan semoga tak ada karma yang datang padaku."