Tak terduga, Harith muncul dari balik pintu dan langsung bertemu pandang. Seketika, keduanya membeku. "Kalian terlihat akrab ya?" Urat-urat kekesalan sangat jelas mencuat di pelipis Harith, sambil memaksa bibirnya untuk terus tersenyum.
"Ah! Pangeran?" Kaila berdiri dari kursi sambil memandang Harith. Ia menunduk kemudian, menghentikan aktivitas menyuapi.
"Loh kenapa berhenti? Lanjut saja, kau masih lapar, kan?" tanya Harith seraya merangkul pundak adiknya. Tapi bukannya nyaman, Hazard justru sangat terintimidasi oleh sorot mata kakaknya.
"Tolong jangan salah paham, Nona Kaila hanya menjalankan tugas," jelas Hazard dengan hati waswas.
"Ya sudah, kemarikan!" Seketika mangkuk bubur diambil dari meja. "Biar aku yang suapi. Kau boleh pergi, Kaila," lanjutnya sambil tersenyum lembut. Lain hal pada adiknya setelah Kaila pergi, wajah Harith mendadak datar. Rasanya Hazard ingin kabur saja dari kamar ini sekarang.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com