Begitu serius Guntur memperhatikan lukisan sampai ia tidak menyadari kehadiran pembantunya, Gatot yang sudah belasan tahun mengikutinya dengan setia.
“Sarapan sudah siap, Prof.”
Jeda terjadi untuk sesaat. “Terima kasih, Gatot. Tapi saya belum lapar.”
Dengan santun, pria hitam berambut gimbal menanggapi. “Bukankah Prof sendiri yang bilang agar makan tepat waktu dan bukan menunggu lapar?”
Karena tak ada respon, Gatot melirik gambar dan Prof berkali-kali. “Masih merasa luka? Sakit? Amarah? Dendam itu menyakitkan, Prof. Kenapa tidak berusaha melupakan?”
Berjalan tertatih dengan menggunakan tongkatnya, Guntur lantas meninggalkan orang itu.
“Dendam itu menyakitkan, ya. Namun lebih menyakitkan membiarkan dendam itu tak terlampiaskan, Gatot.”
“Tapi sebetulnya…”
“Sebaiknya kamu tutup mulut,” Guntur menyela. “Karena upaya pembalasan dendamku akan membuatmu ikut menikmati hasilnya.”
Gatot terlihat tidak mengerti. “Maksud Prof?”
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com