"Terkadang kita harus belajar dari takdir yang tak ingin menyerah menguji"
-Aila-
.
.
.
Setelah menangis cukup lama mataku menatap jam kecil yang berada di dekat kain tipis tempat tidurku setiap malam disana menujukkan pukul 4 sore. Dan itu tanda air mataku datang sudah sangat lama
Ingatanku berputar pada masa lampau, aku merindukan bunda. Malaikat terindah yang kumiliki, aku begitu menginginkan bunda disini.
Andai, aku mengetahui keluarga ibu mungkin ragaku takkan menetap disini. Aku sudah berada di tengah-tengah kebahagiaan keluarga bunda akan tetapi bunda tak pernah mengatakan padaku dimana mereka tinggal, bunda hanya mengatakan padaku bahwasanya wajahku sangat mirip dengannya jadi nantinya ketemu keluarga bunda pasti mereka mengenaliku
Mataku hanya memperlihatkan kekosongan sangat ini,mukenah masih melekat pada tubuhku, kain lusuh yang pastinya jika ada seseorang yang melihatnya pasti sangat mengira hidupku sungguh sulit memiliki mukenah saja sangat lusuh Seperti ini.
Tetapi hatiku tak menyerah, bunda telah menanamkan agama dalam diriku walaupun hanya menggunkan hijab bukan jilbab syar'i seperti selayaknya tetapi menurut bunda ini sudah sangat Bagus. "Sayang, bunda bahagia karena Aila ingin menutup aurat untuk menyelamatkan ayah nantinya."Hatiku bergetar mengingat perkataan bunda
Ayah...?
Kemana sosok itu, laki-laki yang selalu menjadi panutan seorang anaknya, Cinta pertama anak perempuan tetapi kenapa? Haruskah seperti ini?
Masih terekam jelas dalam ingatanku saat ini saat ayah datang padaku memberiku deretan kata membuatku hancur didetik yang sama hanya karena bermodalkan foto yang tak pernah kulihat entah apa isinya
Saat itu aku sedang membaca buku di kamar dan pintu kamar terdorong dengan kasar
"Ayah kecewa padamu Aila, apa gunanya jilbab yang selalu bundamu tanamkan dalam dirimu itu ,kau mempermalukan ayah Aila, kau bahkan menjadi jalang, sehina ini?"mataku mengabur menandakan air mata akan hadir. Hingga ayah melempar foto kepadaku, sebelumnya aku tak menghiraukan foto itu,aku hanya berfokus pada perkataan ayah
Jalang katanya?
Seandainya orang lain yang mengataiku mungkin hatiku tak seremuk ini akan tetapi ini ayah. Keluargaku satu-satunya.
Beberapa detik kemudian memorimu beranjak kembali mataku menatap nanar foto yang berada beberapa jarak dariku, kakiku baru ingin mengambil tetapi ibu Miranda lebih dulu mengambilnya, merobeknya hingga tak bisa ku lihat lalu pergi setelah tersenyum licik padaku.
Hatiku remuk, apa artinya semua ini...?
.
.
Lamunanku tersentak dari ingatan kejadian beberapa tahun lalu saat mendengar nada tanda pesan dari handphoneku. Jangan berfikir bahwa ini adalah handphone canggih, ini hanya kugunakan untuk mengirim pesan dan menelepon bahkan mengambil gambar saja tidak bisa. Hanya handphone biasa. Camkan itu.
Dari balik layar yang sudah retak ada pesan dari Aidan, salah satu sahabatku
"Aila?, saya datang menjemputmu untuk datang ke kafe. Aisyah menyuruhku menjemputmu, lekaslah keluar"
Tepat setelah kuketik beberapa huruf lalu kukirim ke Aidan, aku berdiri dan membuka mukenahku menggantinya dengan hijab yang bahkan warnanya sudah pudar .
Setelah bersiap, kakiku melangkah keluar berjalan tergesa-gesa agar Aidan tidak terlalu lama menunggu diluar akan tetapi sosok disana membuatku terpaku, ayah ada disana
"Apakah tidak ada tempat lain sehingga membawa pelanggangmu kerumah, saya tak sudi rumah saya menjadi hina"setelah mengucapkan itu padaku ayah pergi meninggalkan ku mematung ditempat.
Bahkan Aidan melototkan matanya mendengar perkataan ayah barusan
Ya allah.. Apakah dia ayahku...?