Laela kembali ke ruang makan sambil menggendong Arlina yang langsung menunjuk ke arah Calista.
"Sini, sayang. Mau makan, dek?" tanya Calista.
"Susu..." jawab Arlina.
Dengan telaten, Calista menuangkan susu ke dalam gelas dan memberikannya pada Arlina.
"Suapin, kak..." kata Arlina dengan manja. Calista tersenyum dan langsung menyuapkan nasi goreng ke mulut sang adik yang sudah terbuka lebar. Krisna yang melihat hal itu hanya geleng kepala.
"Kakak juga mau makan, dek. Makan sendiri, dong," tegur Krisna. Arlina langsung menggeleng dan memeluk Calista.
"Udah, nggak apa-apa. Kan kakak juga sekalian makan, Mas abisin juga sarapannya," ujar Calista. Di usianya yang baru 9 tahun, Krisna memang jauh lebih mandiri. Ia mewarisi sifat Arjuna yang irit bicara, namun sangat peduli dan sayang pada keluarga. Ia juga pintar dan cerdas, persis seperti kedua orangtuanya.
"Non, saya boleh pinjam laptop punya Non sebentar? Laptop saya sedang di perbaiki, saya harus mengerjakan tugas," tiba-tiba Laela berkata sambil menundukkan kepalanya takut-takut.
"Laptopmu rusak, Mbak?" tanya Calista. Tampak Laela menitikkan air mata. Calista segera menarik tangan Laela untuk duduk di sampingnya.
"Kok nangis? Ayo cerita sama saya. Ada apa? Kenapa bisa rusak?"
"It-itu..."
"Apa...?"
Laela menghela napas panjang, "Jadi, dua hari yang lalu, Non Elena kemari mencari Non. Tapi, waktu itu Non sedang pergi bersama Papi dan Mami Non juga Den Krisna dan Non Arlina. Non Elena tiba-tiba tidak sengaja menumpahkan ke atas laptop saya. Jadi, terpaksa harus di servis."
Calista menghela napas panjang. Ia merasa kesal, ia tau Elena pasti sengaja. Selalu saja begitu.
"Ya sudah, pakai laptopku dulu. Kapan laptopmu selesai di servis?"
"Katanya sore nanti sudah siap, Non. Tapi, kalau saya kerjakan tugas sore nanti, takutnya tidak selesai."
"Ya sudah, pakai saja laptopku."
"Terimakasih, Non."
Calista mengembuskan napasnya dengan kesal. Bukan satu atau dua kali Elena bertingkah menyebalkan. Bahkan Dominic sebagai anak tertua pun sudah angkat tangan dengan kelakuan Elena.
"Kak, kok ngelamun?" tanya Arlina sambil mencubit hidung Calista.
"Ih, siapa yang melamun, ya sudah sekarang Arlina makan dulu nasi gorengnya. Kakak mau cas batere ponsel kakak dulu, ya."
"Ok," jawab Arlina dengan mulut yang penuh nasi goreng.
Calista pun segera masuk ke kamar Arlina dan mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Kemudian, ia membawa ponsel itu ke kamarnya sendiri untuk di cas. Setelah itu, Calista pun kembali ke ruang makan untuk melihat Arlina. Gadis kecil itu duduk dengan tenang sambil makan. Calista lega melihatnya. Arlina tahun ini baru masuk Taman Kanak-Kanak. Awalnya, dulu Arjuna dan Zalina mempekerjakan baby sitter untuk mengasuh Arlina. Tapi, tidak ada yang bisa dekat dengan gadis kecil itu. Hanya pada Laela dan Calista saja gadis cilik itu mau menempel ke mana pun.
"Non, nanti siang masak apa, ya?" tanya Sutinah menghampiri.
"Apa ya. Di kulkas ada apa?" tanya Calista.
"Macem-macem,Non."
"Tar saya pikirin, Mbak. Papi sama Mami pulang jam berapa ya..."
"Pak Toba lagi jemput,Non."
Calista menoleh pada Arlina yang baru saja menghabiskan suapan terakhirnya.
"Mandi, yuk," ajaknya pada sang adik.
"Ayo..."
Calista pun langsung membawa Arlina ke kamarnya untuk mandi bersamanya. Seperti biasa Arlina selalu suka memainkan sabun aroma terapi milik Calista yang wangi. Tepat setelah mereka selesai mandi, terdengar suara mobil memasuki halaman. Calista mengintip melalui jendela kamarnya, dan ia melihat sosok yang sangat ia cintai memasuki halaman. Sambil menggandeng Arlina, Calista pun turun menyambut Zalina dan Arjuna.
"Mamiii..." Arlina sendiri langsung berteriak dan menghambur ke dalam pelukan Zalina.
"Haai, hem wangi sekali gadis kecil Mami ini. Pasti baru mandi," kata Zalina.
"Iya, Mami kok lama."
"Hanya 2 malam, kok," jawab Zarlina.
Sebenarnya ini adalah kali pertama Zalina meninggalkan rumah dan anak-anak. Biasanya dia tidak pernah ikut jika Arjuna kebetulan harus mengurus pekerjaan ke luar kota. Hanya saja, kali ini Arjuna mengajaknya untuk ikut.
"Baik-baik saja kan di rumah, kak?" tanya Zalina pada Calista.
"Iya, Mami," jawab Calista. Tapi, bukan Zalina namanya kalau tidak bisa membaca ekspresi wajah Calista. Ia pun segera meminta Arlina untuk bermain bersama Arjuna dan langsung menggandeng tangan Calista menuju ke kamar gadis itu.
Calista hanya menurut, ia tau bahwa Zalina pasti sudah tau ada sesuatu hal yang ia sembunyikan.
"Coba sih, bilang sama Mami ada apa?" tanya Zalina.
"Nggak ada apa-apa, Mami."
"Kak, sejak kamu kecil, apa Mami pernah mengajarimu berbohong?"
Calista menatap Zalina, ia merasa tidak kuat untuk menyimpannya sendirian lagi sekarang ini. Ia pun menghambur ke dalam pelukan Zalina dan menangis di sana.
"Loh, kenapa ini sih?"
Zalina memeluk Calista sambil mengelus punggung gadis itu lembut dan mendekapnya penuh kasih sayang. Di usianya yang hampir 40 tahun tidak membuat kecantikan Zalina memudar. Ia bahkan masih tampak sama seperti wanita berusia 25 tahun. Itu semua berkat ramuan jamu tradisional yang rutin ia minum. Dan, ia pun membiasakan kepada Calista kini. Hingga gadis itu pun tidak kalah cantik seperti dirinya.
"Aku lelah, Mami menghadapi Elena..." kata Calista pada akhirnya. Zalina menghela napas panjang. Ia tau akhir- akhir ini kelakuan Elena memang di luar batas. Tapi,Zalina tidak ingin ikut campur terlalu dalam di rumah tangga Damian. Ia merasa tidak berhak. Terlebih anak-anak pun sudah dewasa.
"Kenapa lagi, Elena?" tanya Zalina.
"Semalam, terpaksa aku keluar malam-malam menjemputnya di tempat hiburan. Dia tidak bisa berjalan sendiri karena mabuk. Selalu seperti itu, Mami. Dan, yang membuat aku malu, dia sudah merusak laptop milik Laela. Kenapa sih, dia selalu begitu, Mami? Dan, sekarang dia mulai menyalahkan aku. Seolah aku ini penjahat yang memiliki kesalahan yang sangat besar kepadanya."
Zalina menghela napas, ini sudah kesekian kalinya Calista menjemput Elena dalam keadaan mabuk dan membawanya pulang. Sebelumnya, Arjuna selalu ikut menjemput bersama Calista jika Elena mabuk berat. Bahkan dua kali, sengaja Zalina menyuruh Calista membawa Elena ke rumah ini. Jujur saja, di antara 3 anak Arista, Elena lah yang kini paling susah diatur dan membuat sakit kepala. Entah bagaimana Damian mendidik anaknya. Hanya Damian dan Liemey lah yang tau.
"Aku salah apa, Mami? Kenapa kak El sepertinya sangat membenciku?"
"Kakak nggak salah apa-apa. Mungkin Kak El hanya sedang mabuk sehingga dia mengoceh yang aneh-aneh."
"Tapi, kenapa harus selalu aku yang di salahkan, Mami?" tanya Calista dengan suara bergetar.
Zalina merasa hatinya ikut tersayat saat melihat Calista menangis seperti ini. Putrinya itu memang paling sensitif sejak dulu. "Sabar, ya nak. Mami yakin kok kalau Kakak El sedang salah melangkah. Kita akan memikirkan cara untuk menolongnya."
"Semua ini gara-gara ulah Grandma, jahat sekali. Dia sudah menghancurkan kami semua. Aku benci Grandma, Mami."
"Kak, jangan bilang begitu. Ada banyak hal yang menyebabkan Grandma seperti itu. Hem, Mami punya satu rahasia yang tidak pernah Mami ceritakan pada siapapun kalau kakak mau dengar."
"Iya Mami, aku mau dengar..."
**