Kehilangan ingatan adalah hal yang tidak terlalu penting oleh sesetengah orang bukan tapi tidak dengan Elyana. Ingatan yang hilang darinya justru adalah hal yang paling penting dalam hidupnya. Ingatan terakhir yang dimiliki nya dalam membuat dia tetap sedar dan terjaga sebagai gadis yang terlahir sebagai manusia. Namun ingatan itu malah dihapus tidak tersisa. Kerana kegilaan Texas dia dijadikan bahan ujikaji. Semuanya sangat menyakitkan bagi gadis yang bahkan baru menginjak usia 11 tahun ketika itu. Perasaan dan emosi nya perlahan lenyap seiring berjalannya waktu dia berada dalam genggaman Texas. Dia telah diubah sepenuhnya menjadi mesin pembunuh. Setelah dirinya berubah atas kegilaan lelaki bekas doktor bedah itu, Texas malah melarikan diri tidak tahu ke mana meninggal kan dia disitu. Sel bawah laut yang sengaja didirkan jauh tersembunyi dari jangkauan manusia. Namun kehadiran Airiz perlahan-lahan merubahnya. Tapi tetap tidak dapat dielakkan bahawa lelaki itu akan tetap terluka pada akhirnya. "Tolong pergi jauh dari sini selagi boleh, please" "Jika kau meminta untuk aku pergi...maaf, saya tidak mampu untuk memenuhinya" Tubuh yang mula hilang kendali itu didakap seerat mungkin oleh Airiz sedangkan Elyana berusaha untuk melerai pelukan itu. "Please Riz lepas! Kau akan tersakiti kalau...arrgg...k..kau terus seperti ini..." Airiz hanya tersenyum memandang lembut kedua-dua pasang mata coklat itu yang kian basah dengan air mata. Diseka perlahan air bening itu. "Biarkan aku menerima kesakitannya untuk kali ini. Jadi mulai sekarang kau tidak perlu lagi menanggung kesakitan ini seorang diri,hmm" Airiz mengusap kecil pundak Elyana.
Pertemuan singkat yang berakhir begitu sahaja tanpa kata pamit. Pertemuan yang mungkin akan sangat susah dilupakan.
Pertemuan singkat dengan seorang gadis aneh yang malah menurut nya sangat menarik. Hal itu sudah beberapa tahun berlalu tetapi tetap saja masih segar berputar seperti kaset di memorinya.
Tenungan dan renungan kosong itu masih saja terbayang-bayang di layar matanya. Seorang gadis dengan sepasang mata indah dan unik pada pandangan nya.
Hanya satu patah kata yang pernah diucapkan oleh gadis itu yang masih melekat jelas di ingatannya.
"Aku lelah"
Kata-kata itu terlontar keluar begitu sahaja tanpa ekpresi apapun di wajah itu.
Sebelum sempat pertanyaan yang berlegar di dalam kotak fikirannya terjawab, gadis itu lebih dulu berjalan pergi seolah-olah sebentar tadi tidak ada kehadiran nya di sana.
Ada sesuatu yang disembunyikan oleh gadis itu. Sesuatu yang membuat Airiz kembali di mana keduanya pernah secara tidak sengaja bertemu waktu itu.
Jika dia dikatakan gila atau semacam dan yang seangkatan dengannya mungkin cocok dengan dirinya saat ini sehingga sanggup kembali lagi. Tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya namun dia tidak mampu dengan mudah menghapus bayangan sosok sempurna itu dari terus menghantui nya.
Airiz terasa seakan-akan suara lirih gadis itu terus memanggilnya untuk kembali sekali lagi. Itu lah yang terjadi padanya tiap kali bayangan gadis itu muncul dalam fikiran nya. Mungkin dia benar-benar sudah gila.
Tidak tahu apa akan berlaku dan apakah nanti dia berjaya atau tidak, itu terserah pada nasib. Namun apa sekali pun dia ingin sekali ini mencoba setelah selama ini dia terus disiksa dengan bayangan gadis itu. Dia benar-benar ingin bertemu dengan gadis itu walau itu mungkin sangat munstahil berlaku.
Rasanya ini sangat diluar kawalan otaknya yang pada akhirnya mungkin saja telah mengganggu fungsi otaknya agar boleh berfungsi degan lebih baik lagi sehingga dia menjadi seakan-akan orang gila seperti ini.
Dan disinilah dia berdiri saat ini, diantara kesibukan kota dan orang-orang yang terus berlalu lalang. Kota yang pernah menjadi destinasi percutiaannya 3 tahun lalu.
Drofeld Town, itulah lokasi yang akan ditujunya nanti. Kota luar bandar yang berhampiran dengan laut. Kota yang menyimpan satu dari seratus misteri yang menjadi puncanya dulu menginjakkan kaki ke kota ini. Juga berlaku nya pertemuan singkat itu.
.
.
.
Bagasi berwarna coklat nya yang begitu besar dan terlihat berat terus ditarik perlahan-lahan di atas jalan yang terbina dari bebatuan putih kecil.
Roda pada bahagian bawa bagasi terus berbunyi tiap kali bagasi ditarik diatas jalan berbatu itu. Bunyi yang menandakan jika roda pada bagasi itu sedang terseksa menampung berat bagasi milik Airiz itu.
Namun peduli apa Airiz dengan bunyi roda bagasi itu. Apa yang ada dalam otaknya sekarang hanya lah tempat istirehat yang nyaman untuk merehatkan tubuhnya yang seharian ini lelah naik kapal pesawat.
Dia perlu segera mencari teksi untuk menghantar nya ke rumah yang telah disewanya secara online jauh-jauh hari sebelum berangkat ke sini sebelum hari bertukar gelap.
Sebuah teksi dihampiri nya.
"Maaf. Boleh hantar saya ke alamat ini tak?"
Pemandu teksi tersenyum ramah ke arah Airiz. Sehelai kertas yang dihulur oleh Airiz disambut. Alamat yang ingin dituju oleh Airiz tertulis lengkap di dalam helaian kertas itu.
"Drofeld Town?"
Pemandu teksi membaca alamat yang tertulis di atas sekeping kertas yang baru sahaja dihulur oleh Airiz sebentar tadi. Airiz mengangguk mendengar alamat yang akan ditujunya disebut oleh pemandu teksi itu.
"Iya saya nak ke alamat ni. Boleh?"
"Tentu saja boleh. Naiklah, kita akan segera bergerak"
"Baiklah. Terima kasih"
Tidak menunggu lebih lama segera Airiz meloloskan diri di dalam perut teksi. Tidak lupa menarik sama bagasinya masuk.
Setelah pintu penumpang belakang yang menempatkan Airiz dengan bagasi nya tertutup rapat, teksi itu perlahan-lahan melaju meninggal kan bandara.
"Ada keluarga yang tinggal dekat sini tak?"
"Tidak ada. Saya cuma ingin menghabiskan cuti musim panas saya di sini"
"Ooh, saya ingat kamu ada keluarga atau saudara mara untuk dilawati"
"Ahaha tidak ada. Saya hanya datang ke sini untuk bercuti"
Setelah perbualan yang singkat itu suasana dalam teksi itu beransur senyap. Hanya bunyi radio yang terus berkumandang mengisi kesunyian yang terhasil.
Teksi itu terus melaju di atas jalan besar kota melintasi gedung-gedung mencakar langit di sekeliling.