Bara adalah seorang laki laki yang memiliki sifat tentang ke tidak mau tahuan terhadap apapun itu. Bahkan ia seperti seseorang introvert, namun pada saat ia bertemu dengan Zean, seorang laki laki Gay, akhirnya Bara perlahan lahan mau terbuka dengan Zean. Hingga keduanya jatuh cinta. Disisi lain Zean juga memiliki keluarga dengan latar belakang penyimpangan seksual, berbeda dengan orang tua Bara yang normal. Zean juga seorang anak dari seorang pemimpin organisasi OCD. MOHON MAAF JIKA BANYAK KE TAYPOAN.
Bara bergegas berjalan langkahnya bahkan hampir sama seperti cepatnya seseorang naik sepeda.
"Aduh gawat-gawat," ia bulak balek melihat jam yang berada di tangannya itu.
Bara semangkin mempercepat jalannya rasanya andai ia mempunyai jurus berlari seperti di Naruto mungkin saat ini dirinya sudah berada di kelas.
Biasalah, lagi lagi Bara terlambat bangun karena malam itu ia begadang menonton anime kesukaannya, sehingga paginya ia harus ke sekolah jalan kaki.
Ya begitulah saat akhir bulan apa apa harus ditahankan, apa lagi kondisi kosan nya Bara harus menyambung angkot buat sampai ke sekolah, dari pada uangnya habis di angkot Bara lebih baik memilih jalan kaki walau pun tidak terlalu jauh dari kosan ke sekolah bara.
Brughhhh...
Karena tak fokus mementingkan sekitarnya bara tak sengaja menyenggol seorang laki laki yang kurang lebih sebaya dengan nya.
"Maa... maaf maaf," ujar Bara berulang kali.
"Don't worry, aku tidak apa apa."
"Tta... t- tapi, sekali lagi aku minta maaf ya," Bara menundukkan badannya."
"Sudahlah itu hal yang biasa sekarang pergilah," lelaki itu memegang pundak ku, sebelum benar benar pergi aku memandang wajah orang itu. Ia tersenyum manis.
***
Ahh sial sesampainya aku di sekolah pintu gerbang telah di tutup.
"Pakk," ujarku memanggil satpam.
"Udah jam berapa ini?" Benataknya mengeluarkan ujaran, Bara hanya bisa memicingkan matanya bosan mendengarkan ocehan dari satpam yang daritadi mengomel ngomel.
Satpam memutuskan untuk menjemurnya selama setengah jam sisanya ia boleh masuk ke dalam kelas.
"Permisi," ujar Bara masuk kedalam kelas. Ia cepat cepat duduk di bangkunya.
"Bar, kamu telambat ya?" Tanya Angga yang merupakan sebangku Bara.
"Ia, aku kesiangan bangun gara gara nonton anime," jawab Bara sembari mengeluarkan alat tulisnya.
"Anime apa lagi? Lu tidur jam berapaan dah?"
"Biasalah Yarichin bitch club, sampe aku itu tidur jam 1an lewat."
"Gila lo yak," benatak Angga. Lu udah nonton itu anime 4kali lebih wooi," ucap Angga menahan suaranya supaya tidak kuat.
"Ya gimana ya aku suka ceritanya alurnya juga menarik," jelas Bara tersenyum menahan tawa.
***
Teng... tenggg... jam istirahat berbunyi, bel yang dari tadi di tunggu tunggu para murid. Menandakan waktunya semua siswa akan berbahagia sejenak menghilangkan setresnya sebagian anak pergi ke kantin, ke bescamp, dan lain lain. Lain halnya dengan Bara yang masih duduk diam di kelas di saat orang lain sudah sibuk keluar ia hanya duduk bermain main dengan hp di genggamannnya.
"Kamu ga keluar istirahat?" tanya Angga yang selalu memberi perhatian ke Bara.
"Ga dulu aku masih ada kerjaan," jawabnya singkat.
"Tapikan kalau cuma di kelas saja kamu bisa bosan," cutas Angga mengajak Bara. Ia masih berusaha merayu sebangkunya itu.
"Bagaimana pun aku tidak akan meninggalakan tempat ini," ujarku sedikit mengerutkan kening.
"Anjir," ujar Angga meninggalakn Bara pasrah.
Sesaat ketika Angga pergi aku membuka ponselku, lalu membuka sosial media namun isinya semua sama, tentang isu isu dan peralihan perhatian negara.
"Berita yang membosankan tidak adakah yang lebih berkesan?" tanyaku dalam hati.
Merasa tidak puas aku menyimpan ponselku, dan kembali mengingat bagaimana kejadian tadi pagi saat aku pertama kali bertemu lelaki yang ku senggol itu.
Wajahnya tampan, ia tak terlalu antagonis kalau dilihat lihat, badannya juga tinggi. Apa lagi senyumnya yang lebar sangat manis dengan lesung pipi.
***
"Angga kamu mau kan ngantarkan aku?" tanyaku menyenggol bahu Angga pelan.
"Mau asal bayar 10 ribu," smirk.
"Yaelah aku naik angkot cuma 3ribuan doang, kamu mau membantu atau mau merampok secara nyata?" ujarku tertawa.
"Udah udah ayok aku antar, speda motorku siap mengantarmu kemana pun itu," cetusnya mengenggol motor.
"Halah banyak gaya kamu ga."
"Terserah," Angga mulai menggaskan motornya.
"Anggaaaaa.... jangan kencang kencang," ucapku memeluk Angga dari belakang.
"Udah tenang, kamu pelukan yang kencang biar kita cepat sampai."
Aku menuruti ucapannya rasa takut membuatku hanya bisa pasrah di boncengan Angga aku sama sekali tak melihat jalanan apa lagi aku baru menyadari ternyata Angga membawaku ke jalan yang rutenya lebih jauh dari kosan.
"Anggaaa...."
"Apa?"
"Kok?"
"Kenapa?"
"Lama amat perasaan, kamu pasti membawa ke jalan yang salah yak?"
"Ga lah mana mungkin orang aku sesuai rute cuma di perjauhkan."
"Buat apasih?" tanyaku geram namun tak bisa berbuat apa apa.
"Ya biar sekalian jalan jalan," diriku memberanikan diri memegang tangan Bara dari depan, aku melihat ia dari spion wajahnya ketakutan bahkan ia memejamkan matanya.
"Kamu takut?" tanyaku yang mengurangi kelajuan.
"Eemm," jawab Bara masih memegangi tanganku.
"Oke," aku mengerti dengan nya ia benar benar takut naik motor kencang, jadi aku memelankan.
Akhirnya kami berdua sampai ke rumah kos kosan tempat Bara tinggal.
Aku memegangi tangan bara turun, ia melihatku dengan penuh arti yang aku sendiri tidak tau.
"Ayo dugakkan kepalamu biar helmnya aku bukakan," ucapku melepaskan helmku yang berada di kepala Bara.
Ia mengucapkan terimakasih dengan lembut, sayangnya ia sama sekali tidak menawariku untuk masuk kedalam.
Yasudahlah aku memaklumi hal itu kemungkinan besar kecil barang kali, ia masih marah kepadaku.
Aku pun pergi dari tempat itu kembali ke rumah,di jalan aku mendapkan telepon bahwa sepupuku sudah pergi ternyata keluar kota.
"Uhh sial," cutasku menggaskan sepeda motor.
Padahal aku dan dia belum bertaruh bermain ps. Tapi dia malah pergi deluan.
***
"Kamu udah sarapan?" tanyaku kepada Bara.
"Sudah kok," jawab singkat.
"Bara," aku memegang tangan Bara.
Matanya berubah melotot melihat hal itu, ia seperti terkejut.
"A- a... ada apa?" tanya Bara yang berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Angga.
"Nanti pulang sekolah mau pulang denganku?"
"Engga ah,kamu naik motor kencang kencang."
"Aku janji aku ga akan membawanya kencang lagi, kamu maukan pulang dengan aku nanti," pintaku bermohon kepada Bara sebagai rasa bersalahku yang semalam.
"Sumpah sebenarnya aku gak mau pulang barang Angga lagi, tapi dia memaksaku," dalam hati Bara.
Yatuhan tumben tumbenan bel pulang sekolah begitu cepat berbunyi padahal, aku tidak menunggu waktu pulang itu. Ya walau pun di sekolahan sangat membosankan tetapi dirumah juga sama saja sama sama membosankan, setidaknya di sekolah aku bisa melihat orang orang, dan bisa bermain sebentar.
Tanpa berpikir apa pun aku mengajak Angga langsung pulang buat mengantarkan ku.
"Angga ayok buruan," ucapku yang sudah selesai membereskan peralatan belajarku.
"nanti," ucapku.
"Tapi inikan sudah waktunya pulang," ucapku To the point.
"Lihatlah di parkiran masih ramai."
Jawaban Angga membuatku geram melihatnya aku membalik ingin meninggalkan nya tetapi pada saat itu juga tangannya dengan cepat menarik tanganku.
"Lepas," aku sedikit membentaknya.
"Jika keluar sekarang kita akan lama menunggu di parkiran, cuacanya sangat panas, lagi pula kita harus lama berdiri di situ," jelasku secara lembut.