"Bara, aku mau keluar dulu sebentar ya. Aku ada kepentingan," ujar Zean dari depan pintu kamar Bara.
"Ia baiklah kau hati hati di jalan."
"Kau tidak ingin menitip sesuatu?"
"Tidak."
"Ya sudah kalau begitu."
Zean pu keluar, ia berjalan santai menuruni tangga.
Entah mau kemana Zean, yang jelas ia hanya berpamitan, berbilang bahwa ada urusan saja.
Pov: Zean, Nata.
Sesampainya di sebuah Caffe, Zean menghampiri seseorang yang perempuan yang duduk sendirian, itu adalah Nata.
"Nata, kau sudah lama di sini?"
"Aku juga baru baru nyampai kok, kau sendirian?"
"Ia, aku meninggalkan pacarku buat sementara di rumah."
"Kau benar benar tidak membawanya?"
"Tidak, karena ia juga sedang sibuk bermalas malasan, aku tidak ingin mengganggunya."
"Ckkk, kau dan pacarmu sama saja," ujar Nata melihat kedua nnya tidak jauh beda.
"Kau, ada apa menyuruhku datang Ze?"
"Aku hanya ingin bertanya, apa yang bisa membuat seorang wanita bahagia?"
"Pertanyaan gampang, beri dia perhatian, lalu-" Nata tidak menyambung ucapannya.
"Lalu apa lagi?" tanya Zean penasaran.
"Oiiy, apa kau baru ini pacaran?" Nata menatap tajam mata Zean.
"Ya begitulah, yang ini beda. Aku ingin mengistimewakannya."
"Selain memperhatikannya, kau juga harus bisa membuat ia bahagia walau pun dari hal hal kecil, agar ia tidak menduga duga. Wanita senang sekali jika di beri kejutan."
"Ohh No! Siapa yang pacaran dengan wanita," dalam hati Zean.
"Baiklah itu saja? Tidak ada yang lain Nata?"
"Yang lainnya, kau bisa merepkan sendiri apa pun itu."
"Oke terimakasih," ujar Zean biasa saja.
"Lihatlah wajahmu itu, kau hanya mengucapkan terimakasih doang, dengan wajah datar seperti itu!"
"Ia, ia terimakasih Nata," Zean tersenyu. Kecil, entah ikhlasnya atau tidak yang penting sekarang semuanya sudah terjawab, Zean kembali ke rumah. Ternyata Bara tertidur di atas sofa.
"Bara," ia duduk menggoyangkan kecil tubuh Bara, agar terbangun.
"You fell, asleep. Huufft," Zean pergi untuk mengambilkan bantal dan selimut, ia menyelimuti tubuh Bara pelan pelan, karena aku tidak ingin membangunkan Bara kecilku.
Di saat ia terbangun nanti, baru aku akan mengajak dia.
"Go to sleep. Sorry i took too long, so i have to put you to sleep," mencium kening Bara.
Sebenarnya Bara merasakan ciuman itu, tetapi karena mengantuk ia membiarkan saja bagaimana Zean memperlakukannya.
"Sial!" ujar Zean menatap layar hpnya, ia seperti melihat berita buruk seolah olah itu tentangnya.
"Fuck!"
Cutas Zean, ia terlihat frustasi tanpa sebab.
"Aku tidak bisa diam saja, ini dalam bahaya," Zean pergi masuk ke dalam kamarnya, ia mengambil ipad yang terletak di samping laptop.
"Ini tidak mudah, aku tidak mungkin turun tangan, bisa bisa Bara akan mengetahui statusku siapa," ujar Zean mengirim kode rahasia kepada beberapa orang yang berada di dalam grub itu, setelah itu Zean mematikan ipadnya tadi.
"Ini sempurna, aku akan membangunkan Bara," Zean keluar dari kamar seolah olah tidak ada yang terjadi.
"Bara," ucao Zean.
"Hemm," sahut Bara yang matanya masih terpejam.
"Kau masih tidur ternyata, sebaiknya kau pindahlah ke kamarmu."
"Ckkk... kenapa memangnya?"
"Aku ingin mengerjakan tugas disini," cetus Zean membawa beberapa kertas hvs, dan kertas karton di tangannya.
Bara terbangun, melihat Zean yang berdiri, membawa peralatannya.
"Ckkk..."
"Maafkan aku Bara."
"Tidak masalah," Bara pergi membawa selimut, dan bantal yang ada disitu.
Pov: Zean
Setelah Bara pergi, Zean masih memperhatikan langkah Bara yang semangkin lama semangkit tak terlihat.
"Nice."
Zean mengambil kertas hvs tadi, lalu ia menghubungi seseorang.
"Halo."
"Yes," sahut orang itu di sebrang.
"Im Zean."
"Oh, im sory tuan, ada apa?"
"Apa yang terjadi? Aku dengar dengar papa mengirimkan orang buat datang ke kediamanku ya?"
"Ia, tuan besar menyuruh mereka, ia hanya ingin mengetahui informasi tuan, sisanya saya tidak tau. Saya dengar dengar juga tuan besar berniat untuk datang, setelah ia mendapatkan semua informasi yang ada. Beda halnya dengan daddy yang masih memikirkan bisnisnya," jelas orang di sebrang telepon itu.
"Ckkk, aku tidak ingin seseorang pun mengetahui informasiku, apakah aku harus membunuh suruhan papa?"
"Tuan Zean, jangan lakukan itu, kalau tuan melakukannya lagi, bisa bisa tuan besar, dan daddy akan marah besar."
"So? Haruskah akj menipulasi lagi, aku sudah bosan dengan ini. Apakah kalian tidak bisa tenang dan diam, aku memiliki duniaku sendiri, mengapa semua orang ingin mengusikku, apa mereka tidak memikirkan ke tenanganku!" ujar Zean membentak.
"Aku tidak tau, mungkin saja tuan besar mendapat kabar buruk tentang tentang tuan, itu sebabnya ia harus menurunkan orang, tuan tetapi ingat tetaplah sopan ke pada tuan besar. Agar ia tidak mengetahui, kalau tuan sudah tau bahwa tuan besar menyuruh orang untuk mencaei informasi tuan."
"Baiklah, aku tau itu," Zean mematikan teleponnya.
"Masalah baruku kembali lagi, apa pun yang terjadi Bara harus selamat," cetus Zean mengepalkan tangannya.
***
Zean memandangi Bara, tidak seperti biasanya, kali ini ia benar benar menghawatirkan Bara, dari pada dirinya sendiri.
"Oiyy, mengapa kau melihatiku seperti itu?"
"Tidak ada, aku hanya rindu buat bermain denganmu."
"Ahh kah ini, badan badanku masih bersakitan," jelas Bara.
"Baiklah, aku mengerti itu Bara."
08.90
"Oiyy Nata, tumben sekali kau datang lama," ujarku. Kini aku merasa aku, dan Nata agak sedikit akrab.
"Karena aku ketinggalan angkot, jadi aku harus menunggu lama," jelas Nata memasukkan tasnya ke laci.
"Ouhh begitu."
"Bagaimana dengan kau, dan pacarmu? Apa kau berhasil membuat ia bahagia?"
Dia selalu bahagia denganku, bahkan ia tidak ke kurangan kasih sayang saat denganku," ujarku merasa pd.
"Cihh, kau sedang tidak berguraukan, atau jangaj jangan itu hanya perasaanmu saja."
"Tidaklah, itu memang benar," ujarku berbalik mengambil hp di dalam tas.
Saat itu Nata memang diam saja, ia memperhatikan bekas merah merah yang berada di samping leher Zean.
"Oiiy!"
"Apa lagi?"
Nata membuka mulutnya kecil, ia bingung harus membilang apa, Nata hanya menggerak gerakkan tangannya sembarang.
"Kenapa? Apa kau terkena struk ringan?"
"Bukan, sialan."
"Terus?" tanya Zean melihati tingkah Nata.
Nata menunjuk menggunakan mulutnya ke arah Zean.
Zean menyipitkan matanya lalu ia berkata.
"Apa kau ingin menciumku? Kau ini wanita jalang ya?"
"Heh bukan! Lihat lah lehermu, mengapa banyak bendolan merah merah?"
Zean memegang meraba raba.
"Sial," dalam hatinya.
"Oh ini, aku sudah tau, ini hanya bekas gigitan nyamuk. Aku terlalu keras menggaruknya sampai akhirnya harus merah merah seperti ini."
"Semoga kau mempercayaiku," dalam hatiku, berharap Nata tidak ada lagi pertanyaan apa pun soal ini, karena ini adalah bekas kerjaan Bara.
"Trus kenapa kau tidak mengobatinya?"
"Ah sudahlah, nanti juga hilang sendirk, aku takut kulit ku alergi," jawabku menghindari pertanyan pertanyaan yang keluar selanjutnya dari gadis itu.