Felicia menatap dirinya dari pantulan cermin salon. Ia mengusap wajahnya pelan-pelan. Sungguhkan ini dirinya? Sungguhkan ini gadis kolot yang diputuskan oleh kekasihnya karena penampilannya terlalu cupu dan kumal?
"Ngapain elo nangis, Ciaaaaa!!!" gerutu Jessca kesal.
"Gue cantik banget, Jessssscaaaa!!!" jawab Felicia tak kalah panjang.
"Ya tapi jangan nangis!! Ntar luntur make upnya?" Jessca terkekeh.
Felicia masih keheranan dengan perubahan raut wajahnya. Beneran gila banget, cuma hanya karena lensa kontak, make up, dan hairstyling saja sudah membuat Felicia menjadi orang lain. Bahkan ia tak bisa mengenali dirinya sendiri.
"Habis ini kita clubing yuk. Mumpung gue libur dan elo sudah dandan cantik." Ajak Jessca, sudah lama ia tak datang ke club sebagai tamu, biasanya ia datang ke club untuk menjadi pool and floor dancer, penghibur yang menari di tiang dan juga lantai dansa.
"Enggak agh, gue nggak suka sama musik kerasnya."
"Yah, ayo dong Cia!! Lo bilang mau berubah. Ayolah, minum satu dua gelas biar pikiran elo tenang."
"Nggak! Terakhir kali gue mabuk gue kehilangan keperawanan gue. Parah, gue selalu kehilangan kesadaran pas gue mabuk."
"Ya elo minum satu botol sendirian. Lagian temen gue banyak di club. Mereka bisa jagain kita. OK! Nikmati cuti elo, besokkan sudah harus kerja keras lagi bagai kuda." Jessca nekat menyeret sahabatnya masuk ke dalam kamar mandi. Berganti pakaian yang jauh lebih bagus dan agak kurang bahan.
******
Musik keras yang menghentak langsung menyambut kedatangan Jessca dan juga Felicia ke sebuah club di tengah kota. Semua mata menatap kearah Felicia dan menilainya. Felicia agak kikuk dengan penampilan barunya saat ini. Sementara Jessca sibuk haha hihi dan tos dengan beberapa kenalannya di club itu.
"Temen lo cantik banget."
"Yup, tapi awas ya, nggak boleh pegang! Dia cuma milik gue!" Jessca merangkul punggung Felicia.
"Paan sih? Nanti mereka kira kita pasangan!" Felicia berbisik.
"Ya memang itulah tujuannya. Lo bilang nggak mau digodain? Kalau sudah tahu lo nggak suka cowok, nggak bakalan kan ada yang godain," jawab Jessca sembari berbisik juga, Felicia mengangguk mengerti.
"Nah, sekarang angkat dagu lo, busungin dada lo yang kayak bakpao itu. Sayang kalau elo sembunyiin terus." Jessca mentowel dada Felicia.
"Gue enggak pede."
"Ya ampun, Cia. Lihat tuh di sekeliling elo, semua mata cowok dan cewek aja ngelirik ke sini. Mereka pasti kagum dan juga iri. Jadi pede aja lagi! Kan cuma malam ini doang elo jadi liar kayak gini. Hahaha ... nikmati aja!" Jessca mendorong Felicia masuk semakin dalam ke area club.
Dance floor dipenuhi oleh para manusia yang menari sekuat tenaga, bergerak sekonyol-konyolnya, dan menikmati malam dengan penuh uforia.
"Dua!" Jessca meminta dua gelas coctail pada bartender dan memberikan salah satunya pada Felicia. Masih ada api kecil menyala di atas gelas saat Felicia menerimanya.
"Thanks!"
"Habiskan dan kita berdansa." Jessca menenggak isi di dalam gelas sampai ludes. Felicia melakukan hal yang sama, alisnya mengeryit karena aroma tajam dari beberapa campuran minuman keras.
"Lagi?" tanya Jessca.
"Yes, please." Felicia mengangguk, ia tersenyum, meski pahit ia harus mengakui bahwa alkohol membuat pikirannya yang galau menjadi tenang.
"Dua lagi!" teriak Jessca.
"Dua untuk dua orang gadis cantik." Bartender memberikan dua gelas lagi. Felicia tersenyum saat mendengar ucapan sang bartender yang memujinya cantik. Belum pernah kata-kata itu terlontar dari bibir pria selain Ayah dan juga Reyhan dulu.
"Untukku yang kini cantik." Felicia mendentingkan gelasnya dengan gelas Jessca.
"Benar, dan untuk kita yang kini sama-sama jomblo!! Hore!!" Jessca ikut terkikih.
Keduanya kembali menikmati suasana malam hari di club. Beberapa orang pria memberi mereka hadiah perkenalan segelas minuman keras. Jessca tentu saja akan langsung menerimanya. Felicia yang pada awalnya menolak lama-lama ikut menikmatinya. Ternyata menjadi cantik bukanlah hal yang buruk. Semua pria memujanya seperti lebah yang mengelilingi kelopak bunga, antri untuk berkenalan dengan Felicia.
"Maaf, tapi dia pasanganku! Kami saling mencintai." Jessca menjadi juru bicara. Felicia mengangguk sembari tersenyum membenarkan ucapan Jessca. Semua pria langsung menyerah karena tertolak, mereka mengira Felicia adalah pasangan LGBT.
"Dasar elo gila, lo nipu mereka? Mereka sampai traktir kita minum." Felicia mencela kelakuan nakal Jessca dengan otak setengah sadar, wajahnya sudah memerah karena pengaruh alkohol.
"Salah sendiri ganjeng. Udahlah … Ayo kita pergi berdansa." Jessca menarik tubuh Felicia.
Felicia sedikit limbung, jalannya terhuyung-huyung. Sudah delapan gelas ia habiskan dan Felicia mulai mabuk. Berbeda dengan Jessca yang terbiasa hidup di club dan bar, tolerasi alkoholnya jauh lebih tinggi dari Felicia. Felicia nampak kualahan setelah menenggak delapn gelas saja.
"Kok muter-muter sih lantainya?? Ya ampun, gue mual, Jess." Felicia berpegangan pada jas seorang pria.
"Gila, elo jangan muntah di sini, Cia!!" Jessca terlihat kaget saat Felcia mulai mual dan hampir muntah di jas mahal seorang pria.
"Hei sialan!! Cari kamar mandi sana!! Jangan muntah dijas mahalku!!" Pria itu mendorong tubuh limbung Felicia sampai gadis itu terjungkal dan menabrak seorang pria.
"Woi!! Jangan kasar-kasar sama cewek!" Jessca tak terima karena temannya terdorong.
"Apaan?? Lo ngajakin berantem." Pria itu semakin nyolot.
"Ya ayo kalo lo berani." Jessca masih kesal, ingin memberikan kado sebuah tamparan di pipi montok pria nyebelin itu. Mumpung hari ini dia datang di club sebagai tamu, bukan sebagai dancer.
"Jessca!" Seorang pria tegap lain menegur Jessca dari belakang, ia adalah manager yang bertugas hari ini. Di sampingnya ada seorang pemuda yang tidak asing lagi di mata Jessca. Ia menahan tubuh Felicia yang melemas tak sadarkan diri saat terjatuh tadi.
"Kaisar? Ngapain lo ada di sini?" Jessca mendelik tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ya ampun, lagi-lagi Kaisar menyelamatkan Felicia. Jadi yang keberapa? Genap lima kali mungkin Kaisar akan mendapatkan piring cantik darinya.
"Kenal gue?" Kaisar bingung, ia kenal dengan Felicia tapi tak ingat dengan sahabatnya ini karena dulu warna rambutnya biru dan hari ini pirang. Wajarlah kalau Kaisar tak mengenalnya.
"Ah, nggak masalah kenal apa enggak. Kok lo ada di sini?" tanya Jessca penasaran.
"Dia melamar kerja untuk menjadi pengawal di sini." Manager tadi kembali setelah menenangkan hati tamu dan membuat suasana di dance floor sempat tegang sesaat.
"Ah, begitu." Jessca mengangguk-angguk.
"Kamu bisa pergi, Kai. Kembalah kemari hari sabtu. Aku akan memberimu seragam, mulailah bekerja hari senin." Manager mempersilahkan Kaisar bila ingin pulang.
"Baik." Kaisar melepaskan jaket boomber hitam dari tubuhnya dan menyelimtkannya pada tubuh Felicia. Jessca yang melihatnya menjadi senyam senyum sendiri dan wajahnya bersemu-semu kemerahan. Kaisar sungguh sangat perhatian pada Felicia.
"Hei, Kai! Bisa tolong kamu anterin Cia pulang? Aku masih ada banyak urusan." Jessca memberikan alamat rumahnya pada Kaisar. Kaisar hanya mengangguk-angguk paham. Tak jauh dari rumahnya, pantas saja mereka sering bertemu akhir-akhir ini.
"Gue nggak akan pulang malam ini. Jadi tenang aja, malam ini apartemenku jadi milik kalian." Bisik Jessca sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Eh? Apa maksudnya?" Kaisar melongo, wajahnya merah padam.
********