webnovel

Ini Bukan Dejavu

Pagi hari yang cerah, tak ada awan mendung seperti dua hari belakangan. Sinar keemasan menelisik masuk ke dalam celah gorden salem panjang yang menutup pintu kaca menuju ke area balkon apartemen.

Bola mata Felicia bergerak pelan dalam kelopaknya. Ia merasa kesal karena lagi-lagi, sinar mentari mengganggu tidurnya.

"Ih silau!! Jess tutup kordennya!!" Felicia mengeluh dan memukulkan bantal pada Jessca. Meminta gadis itu untuk menutup korden, karena pastilah semalam ia yang lupa tidak menutupnya.

"Ughh!!" Lengguhan seorang pria membuat Felicia mengeryit. Kenapa ia merasa pernah mengalami hal ini?? Seperti de javu! Tunggu, pengalaman ini bukanlah DEJAVU!!

Sontak Felicia langsung membuka matanya lebar-lebar, kesadarannya kembali penuh, ia memutar tubuhnya ke belakang untuk melihat siapa pria yang melengguh, ia sangat tidak asing dengan suaranya. Benar saja, sepasang mata serigala di bawah tengkuk sedang menatap balik ke arah Felicia.

"AAAAA!!!!" jerit Felicia saat mengetahui bukanlah mimpi atau dejavu yang ia alami, melainkan kenyataan. Kenyataan bahwa ia kembali mabuk, kembali tidak sadar, dan kembali menghabiskan malam dengan Kaisar. Tapi kenapa? Kenapa harus Kaisar??

"Lo sudah bangun?" Kaisar mengucek matanya, Felicia terengah-engah dan menarik selimutnya untuk menutupi tubuhnya.

"Gue ketiduran ya?" Kaisar mengusap wajahnya dengan kasar saat melihat sinar matahari pagi. Ternyata sudah pagi. Kaisar menguap dan bangkit dari ranjang. Kali ini ia tidak telanjang bulat, masih ada celana panjang cargo hitam yang melekat pada tubuh atletisnya. Felicia melihat ke dalam selimut, ia juga tidak telanjang, tapi hanya memakai kaos polos.

"Ba … bagaimana bisa??" Felicia terbata, ia menutup mulutnya setengah tak percaya. Kaisar duduk di sofa sembari melihat ke arahnya, mengamati perubahan wajah Felicia yang masih penuh make up.

"Makanya jangan mabuk!! Lo selalu aja nggak sadar kalau mabuk!! Gimana kalau ada pria kurang ajar yang mengambil kesempatan untuk menyentuh aset lo??? Lo mau jadi barang jarahan mereka?" Wajah Kaisar terlihat sangat tidak bersahabat. Felicia menghindari tatapan tajam Kaisar, sumpah, saat ini Felicia merasa seperti anak-anak yang sedang dimarahi karena ketahuan makan permen saat batuk.

"Kan ada Jessca." Felicia berusaha membela diri.

"Dia juga sama! Dia itu cewek, memang seberapa kuat cewek sampai bisa melawan tenaga seorang cowok? Kalau kalian berdua sampai di gauli rame-rame gimana?" Kaisar bangkit, emosinya meledak seiring dengan jawaban Felicia yang meremehkan tentang kejamnya dunia malam. Well … Felicia baru pertama kali ke club, dan pertama kali itu pula ia mabuk sampai Kaisar menemukannya kembali.

"Dan elo salah satu pria itukan? Lo ambil kesempatan pas gue mabuk!!" Felicia ikutan nyolot, secara Kaisar berucap seperti kekasihnya. Padahal Kaisar bukanlah siapa-siapa? Apa haknya marah? Apa haknya melarang Felicia mabuk dan pergi ke club? "Lagian, elo juga pergi ke clubkan? Nggak ada cowok baik-baik yang main ke sana!!" ketus Felicia lagi.

Kaisar hanya diam, ia sendiri juga bingung dengan dirinya. Kenapa bisa semarah ini mengetahui Felicia berdandan cantik, pergi ke club, dan mabuk? Benar, Kaisar bukanlah kekasih Felicia. Waktu satu malam yang mereka habiskan bukanlah alasan Kaisar bisa bertingkah seposesif ini pada Felicia. Mereka sama sekali bukan kekasih, bukan pula teman, bahkan Kaisar pernah menjadi bawahan Felicia.

Tapi kenapa Kaisar begitu marah saat tahu Felicia bertingkah begitu semberono kemarin malam.

"Sorry, gue salah." Kaisar bangkit, ia menyahut kaos yang ia jemur dari beranda, juga jaket boomber hitam.

"Eh, tunggu!!" Felicia melongo saat melihatnya karena ia kemudian teringat sesuatu hal yang memalukan. Semalam saat membonceng motor Kaisar …

.

.

.

"Ayo naik, aku antar pulang!" Kaisar menyuruh Felicia menaiki motornya.

"Enggak mau pulang!! Mau sama elo aja, Kai! Kayak dulu!" Felicia masih belum sadar, ia merancau dan mengerling pada Kaisar dengan sangat nakal. Kaisar menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah gila Felicia saat mabuk.

"Apa lo selalu segila ini saat mabuk huh?" Kaisar mencubit hidung Felicia agar ia lekas sadar, tapi Felicia justru menepis tangan Kaisar dan melesat untuk mencium bibirnya. Meski aromanya begitu tajam karena alkohol, Kaisar tetap menerima ciuman dari Felicia dan bahkan membalas lumatanya. Keduanya berciuman mesra di tengah malam yang dingin. Lampu jalan menyorot keduanya remang.

"Manis, Kai. Kok bisa sih bibir lo rasanya manis banget?" Felicia mengusap liur Kaisar yang masih tertinggal sedikit di bibirnya. Membuat wajah Kaisar memanas.

"Jangan bikin gue kalap! Sudah ayo naik ke atas motor!! Gue anterin elo pulang!!" Kaisar tak boleh terbawa nafsunya lagi sama seperti dulu. Ia menarik tubuh Felicia dan membantunya naik ke atas motor.

"Pegangan yang kenceng!! Jangan sampai jatuh!!" Perintah Kaisar.

"Iya, iya, tahu, bawel banget sih." Felicia memeluk erat pinggang Kaisar. Ia bisa mendengarkan degupan jantung Kaisar yang menderu cepat karena skin touch mereka barusan.

"Ah, hangatnya, punggung Kaisar hangat dan lebar!! Ya ampun, Kai!! Lo pasti suka olah raga ya??" Felicia mengelus-eluskan pipinya pada punggung Kaisar saat mereka melaju di jalan raya. Kaisar terus menjaga Felicia agar gadis itu tidak terjatuh. Sepanjang perjalanan Felicia mengoceh, seperti burung parkit kelaparan. Dan puncaknya, saat sudah hampir sampai di apartemen, Felicia merasa perutnya kembali di aduk-aduk. Ia sangat mual dan menderita karena angin malam yang dingin.

"Kai, gue mau muntah!"

"Jangan muntah!! Jangan muntah di baju gue!!" Kaisar mengerem motornya, namun terlambat.

"Hoek!!" Felicia muntah di baju Kaisar. Kaisar memejamkan matanya kesal, tapi sangking kesalnya ia justru tak bisa berkata-kata. Speechless.

"Sorry, Kai!" Cengir Felicia lebar.

Keduanya melaju kembali. Bau muntahan Felicia akan membekas bila pakaianya tidak segera di cuci. Kaisar bertolak menuju ke apartemen Jessca, ia tahu alamatnya dari Jessca.

"Kai, sorry!!" Felicia bergumam sepanjang jalan saat Kaisar menggendongnya ala ransel. Kaisar masih diam, masih kesal.

Di dalam apartemen, Kaisar melepaskan pakaiannya dan mencucinya. Ia juga melepaskan pakaian Felicia yang sama baunya. Mau bagaimana lagi, ia tak mengkin membiarkan gadis itu tidur dengan pakaian kotor.

"Sorry deh! Lo gak kasih gue pilihan." Kaisar meminta maaf. Ia mengganti dress kurang bahan Felicia dengan kaos oblong yang nyaman. Kaisar menelen ludahnya dengan berat saat melihat tubuh molek Felicia, tapi ia berusaha tegar. Jangan sampai kejadian itu terulang kembali. Setelah bersusah payah menahan diri, akhirnya ia berhasil mengganti pakaian. Begitu selesai, Felicia menarik tubuh Kaisar dalam pelukannya.

"Temenin gue malam ini, Kai. Gue nggak mau tidur sendiri. Gue takut, Kai." Felicia memeluk Kaisar dengan erat.

"Takut? Apa yang elo takutin?" tanya Kaisar.

"Gue takut Papa bakalan marah, gue takut dihina dan dicerca, dan yang paling gue takutin. Gue takut ketemu Reyhan, perasaan gue sakit banget tiap kali ketemu. Dan gue nggak yakin apa gue mampu buat ngadepin semua ini sendirian." Felicia menangis, ia terisak dalam dekapan Kaisar.

Kaisar hanya diam dan mengelus punggung Felicia. Kaisar tak terbiasa menghibur wanita yang sedang patah hati. Tapi ia tahu, bahwa pelukan hangat dan tepukan nyaman akan membantu meringankan bebannya. Benar saja, tanpa terasa Felicia pun terlelap dalam buaiannya.

"Kenapa lo selalu cantik saat menangis?" Kaisar mengangkat dagu Felicia dan mencium bibir merah merona itu sekecap sebelum ikut tertidur. Cukup ciuman singkat itu yang ia curi dari kesempatan malam ini.

********

Siguiente capítulo