Setelah selesai mandi, Uminoke berjalan keluar dengan rasa segar. "Ah, begitu segar sekali hm...." ia menari dengan senang tapi ia melihat sekitar, Line tak ada.
"Eh, Line?" ia mencari cari Line tapi tak ada di ruangan itu.
"Line!!"
Crak!! Ada suara pintu terbuka membuat nya menoleh.
Itu adalah Line dengan noda darah di tubuh dan tangan nya. "Uminoke? Kenapa?" Line menatap bingung.
"Huuu.... Line!" Uminoke berwajah ketakutan dan akan memeluknya, tapi ia berhenti sendiri ketika melihat tubuh Line yang kotor darah. "Ugh.... Gak jadi, mandilah dulu... Kamu benar benar membuat ku berpikir bahwa kamu pergi meninggalkan ku sendirian," tatap Uminoke.
"Oh, aku hanya mengurus beberapa mayat makhluk kanibal tadi, ngomong ngomong kamu tidak berganti pakaian mu?" Line menatap bingung karena Uminoke memakai pakaian yang sama.
"Aku tak punya baju sejak wabah ini mulai..."
"Untung nya aku melihat sekitar ruangan ini," kata Line membuat Uminoke terdiam.
Line membuka pintu lemari yang ada di sana dan terlihat banyak sekali pakaian wanita yang berbeda beda, ada yang formal bahkan gaun sampai informal.
"Wah!!" ia terkesan melihat itu. Langsung mendekat tapi ia terdiam bingung ketika melihat satu persatu dengan wajah agak khawatir.
"Kenapa?" Line menatap bingung.
"Dimana baju untuk mu? Kenapa di sini hanya ada banyak baju wanita?" rupanya Uminoke juga memikirkan baju untuk Line.
Hal itu membuat Line tersenyum kecil dan membuka rak di bawah lemari. "Di sini ada celana panjang tapi tak ada baju atasnya, aku bisa memakai celana ini," kata Line, dia mengambil celana itu dan berjalan pergi untuk ke kamar mandi.
Uminoke yang melihat itu menjadi terdiam. "(Tunggu.... Apa itu berarti..... Dia akan telanjang dada!!!)" Uminoke berwajah merah. Tapi ia menggeleng cepat. "Aku tak bisa memikirkan hal itu, aku harus mencari baju untuk diriku sendiri...." Uminoke menatap baju baju itu.
Setelah selesai mandi, Line tampak memundurkan rambutnya sambil menatap kaca dan dia benar benar telanjang dada hanya memakai celana panjang tadi dan tampak sekali tubuhnya seperti seorang militer.
Dia menatap rambutnya sendiri. "Ini sudah menyebar... Sepertinya aku memang tidak bisa menutupi ini," pikirnya dengan serius. Lalu berbalik dan membuka pintu, dia sudah bersih.
"Uminoke, kau ingin makan?" tanya Line sambil keluar, tapi ia terdiam bingung ketika melihat Uminoke tak ada di ruangan itu dan bahkan baju baju yang ada di lemari itu berantakan membuat nya bingung dan mengambil satu persatu baju di sana.
"Umin?" ia masih melihat sekitar dan menemukan sesuatu di ranjang besar itu.
Selimut yang menutupi sesuatu seperti Uminoke yang ada di balik selimut itu. Rupanya Uminoke tertidur duluan.
"(Oh, begitu yah....)" Line menjadi tersenyum kecil, lalu mendekat, ia memegang Uminoke. "Uminoke."
Lalu selimut terbuka dan tampak wajah Uminoke berwajah agak cemas.
"Kenapa?" Line menatap bingung.
"Aku.... Aku... Ugh.... Jangan tatap aku, aku malu...." Uminoke membuang wajah.
"Kenapa? Apakah baju baju itu tidak pas?" Line menatap.
"Mu... Mungkin... Ini kesalahan terbesar.... Ini semua salah mu," Uminoke menatap kesal sekaligus kecewa.
"Ke... Kenapa? Apa yang terjadi, katakan padaku?"
"Aku melepas semua bajuku, termasuk pakaian dalam ke mesin cuci, karena aku berpikir akan ada pakaian lengkap di lemari tapi rupanya... Tak ada pakaian dalam..." tatap Uminoke, seketika Line terdiam.
"Sebenarnya, aku juga tidak memakai pakaian dalam...." tambah nya. Tapi mendadak, Uminoke menamparnya hingga jatuh dari ranjang.
"Apa maksudmu mengatakan itu! Aku tak meminta mu mengatakan itu, astaga...." Uminoke menatap kesal.
Saat dia bangun, terlihat sekali dia memakai kemeja putih perempuan dan ada yang salah dengan kemeja itu yang rupanya transparan dan belahan dada Uminoke terlihat membuat Line terdiam kaku dan membuang wajah.
"Kenapa diam saja!! Apakah kamu tahu aku tidak memakai celana juga!" Uminoke menambah. Seketika Line tambah diam.
"(Ti.... Tidak pakai celana... Untuk gadis sepertinya.... Dia hanya memakai kemeja transparan itu....)" Line berwajah panik bahkan terlihat panas.
Tapi ia berdiri. "Ehem... Tid... Tidak perlu khawatir, kau hanya harus duduk diam, maksudku.... Tidur sebentar, setelah itu kita bangun dan lanjut kembali," kata Line.
"Tidak mau.... Aku ingin mencuci bajuku...." Uminoke membuang selimut dan menurunkan kakinya. Seketika terlihat paha manis dan begitu putih miliknya.
"Uminoke.... Apa aku tidak berlebihan padamu?" Line menatap.
"Hmp... Aku tidak mau tahu, aku ingin mencuci bajuku, pokok nya sampai baju ku belum kering, kita tak boleh pergi," Uminoke menatap tajam lalu berjalan melewati nya membuat Line terdiam dan menghela napas pasrah. "Haiz.... Aku tak tahu lagi harus apa...."
Tak lama kemudian, Uminoke keluar dari ruangan mencuci, dia masih menggunakan baju kemeja putih itu lalu melihat Line yang ada di balkon merokok dengan masih telanjang dada.
"(Apa yang dia lakukan di sana, dia akan kedinginan,)" Uminoke mendekat membuka pintu balkon. "Line," dia memanggil membuat Line langsung menoleh, bahkan tak hanya itu, dia melepaskan rokoknya begitu saja membuat rokok itu jatuh dari lantai tersebut.
Line terdiam menatap rokoknya yang jatuh, lalu melihat ke Uminoke lagi. "Kau sudah selesai?" tatapnya.
"Iya, aku juga mencuci bajumu, benar benar dekil," Uminoke menatap kesal.
"Oh, begitukah, terima kasih, istirahat lah sekarang," kata Line.
"Um.... Kamu tak ingin tidur?" Uminoke menatap khawatir, dia masih ada di dalam memegang pintu kaca balkon itu.
"Sebentar lagi aku akan menyusul.... Aku hanya perlu.... Waktu sebentar," balasnya.
"Tapi, di luar dingin," Uminoke menatap lagi.
"Aku kuat..." Line membalas. Uminoke langsung melirik tajam meremehkan perkataan itu. "Terserah," dia menutup pintu dan berjalan ke ranjang.
Line kembali menurunkan senyum nya dan menatap ke depan melihat pemandangan gedung dari sana. "(Aku tak yakin..... Kita bisa bertahan hidup di wabah ini.... Wabah ini begitu berbahaya dan asalnya juga berbeda beda.... Aku tidak mengerti bagaimana cara mempelajari ini satu persatu.... Mengapa ini begitu sulit, di tengah wabah seperti ini masih bisa bisanya aku menjadi buronan... Apalagi aku harus melindungi Uminoke, aku tak akan membiarkan nya terluka....)" pikirnya dengan serius.
Sementara Uminoke juga berpikir, dia belum masuk ke ranjang, dia kembali menatap Line dari kaca pintu. Dia menatap tato yang ada di punggung Line dan juga, banyak nya luka luka yang ada di tubuh nya. Bekas luka lama maupun baru masih ada di sana.
"(Aku benar benar penasaran, bagaimana dia bisa bertahan seperti itu, apakah aku pantas mengajukan pertanyaan.... Sepertinya aku jangan mengganggu....)" Uminoke menatap khawatir.
Tapi ia terkejut ketika melihat Line akan berbalik, dia langsung panik takut dilihat Line, lalu lompat untuk langsung ke ranjang. "(Tetap tenang, tetap tenang.... Hanya perlu tidur.....)" dia menutup mata dengan posisi tubuh menatap arah kanan yang artinya dia akan menatap tidur di posisi Line.
Lalu terdengar suara pintu terbuka yang mengartikan Line membuka pintu lalu menutupnya, dia menatap ranjang dan melihat Uminoke yang tertidur. Bukan nya menyusul tidur, dia malah berpikir dulu.
"(Kira kira..... Jika aku tidur di samping nya, apakah dia akan marah.... Apakah dia akan panik, lalu ketika bangun dia berpikir aneh....)" Line bingung, dia tak mau di tuduh berbuat apa apa hanya karena tidur di samping Uminoke.
Lalu dia menatap lantai dan berpikir lagi sejenak hingga ia mengangguk mengerti.
"(Kenapa Line lama sekali tidak tidur di samping ku? Kemana dia?)" Uminoke mencoba melihat ke belakang dan rupanya Line tak ada, hal itu membuat nya terkejut akan keluar dari ranjang tapi siapa sangka.
Di bawah ada Line yang sedang tertidur pulas terlentang, karena panik, Uminoke langsung turun dan menginjak perut Line.
"Uagh!!!" Line terkejut kesakitan sementara Uminoke kehilangan keseimbangan.
"Ah!! Ah!!!" dia akan jatuh dan menjatuhkan tubuh Line.
"Ugh..." Line tambah terkejut karena tubuhnya di tekan siku Uminoke yang jatuh di tubuhnya.
"Aduh.... Line...." Uminoke bangun, tapi ia terkejut Line mati rasa.
"Hah, Line.... Lagian siapa yang menyuruh mu tidur di bawah, kamu harus tidur di atas...." Uminoke menatap khawatir.
Lalu Line bangun duduk. "Ugh... Aku tak mau mengganggu mu, bagaimana jika kau berpikir aneh ketika bangun nanti?"
"Tidak akan, aku hanya ingin kamu tidur di samping ku, kamu membuat ku panik lagi tadi karena kupikir kau pergi meninggalkan ku," Uminoke menatap kecewa membuat Line terdiam.
Tapi ia tersenyum kecil dan membelai kepala Uminoke membuat nya terdiam menatap.
"Jangan khawatir.... Aku tak akan meninggalkan mu," tatapnya, lalu dia membawa tubuh Uminoke dan berdiri.
"Ah!" Uminoke terkejut karena Line menggendong nya di dada dan meletakkan nya di ranjang lalu Line juga berbaring di samping nya.
"Baiklah, tidurlah," Line menutup mata.
Uminoke terdiam menatapnya bahkan wajahnya memerah dari tadi. "(Line.... Tidur di samping ku dan kami.... Sama sama memakai baju setengah..... Ini membuat jantung ku berdebar sangat kencang sekali.... Apakah ini artinya, aku juga suka padanya, entah kenapa ketika dia di sini, suasana menjadi terasa hangat....)" pikirnya.
Tapi mendadak, dia terkejut karena Line membuka mata dan langsung menoleh ke arahnya. "Kenapa? Tak bisa tidur?" Line menatap.
"Uh.... Um.... Mu... Mungkin.... Um.... Terlalu dingin...." tatap Uminoke dengan wajah merah.
Line terdiam sebentar, tapi siapa sangka dia menarik Uminoke mendekat dan memeluknya, hal itu membuat Uminoke terkejut.
"Apa sekarang masih dingin?" tanya Line.
"Um.... Uh..... Tidak...."
"Bagus, tutuplah mata mu dan tertidur, waktu kita tidak banyak," kata Line.
Uminoke terdiam. "(Ini benar benar begitu hangat, tangan nya menyentuh pinggang atas dan pinggang bawah ku, rasanya sangat hangat, tangan yang begitu besar menyentuh ku.... Dia pasti bisa merasakan nafasku....)" ia tambah berwajah merah karena mau bagaimana lagi, dia juga tak pernah tidur dengan lelaki seperti itu apalagi di berikan pelukan hangat seperti itu.
"(Benar benar hangat.... Rasanya aku ingin begitu terus menerus....)"