webnovel

Episode 7: Penolong?

Sampai jam 10 pagi Laras masih terdiam di kamarnya, dengan tubuh telanjang bulat dia masih merenungi apa yang telah terjadi semalam. Kemaluannya terasa masih merasa kalau kemaluannya Rudi dan teman-temannya keluar masuk ke dalam kemaluannya.

"Gak...ini gak boleh terjadi, gak." ujar Laras di ikuti penyesalan.

Rudi sudah pergi dari pagi tadi, walaupun dengan tubuh yang lemas tapi dia tetap pergi ke pasar. Laras melihat seprei yang berantakan dan aroma tak sedap ada di setiap sudut kamarnya.

"Tok..tok.."

Pintu Kontrakan Laras ada yang mengetuk, akan tetapi dia enggan untuk membukanya.

"Mbak Laras, ini ada tamu." teriak Yani yang sedang berada di luar rumah.

Karena Yani yang memanggil akhirnya Laras memakai pakaian seadanya, dia tidak memakai pakaian dalam dan hanya mengenakan daster panjang serta kerudung geblus miliknya.

"Sebentar." jawab Laras dengan suara parau.

Laras kaget ketika dia membuka pintu terlihat seorang lelaki dengan paras tampan dan terlihat bersahaja.

"Seno?" tanya Laras.

"Laras." sambut Seno.

Seno dan Yani menyadari kalau ada yang tidak beres dengan Laras, matanya terlihat orang tidak tidak semalam.

"Mbak kenapa?" tanya Yani.

Tiba-tiba saja Laras memeluk Yani dibarengi tangisan yang dalam, Seno sendiri bingung kenapa dengan Laras.

"Sepertinya saya datang di waktu yang kurang tepat, kalau begitu saya permisi dulu." ujar Seno.

"Iya mas, tapi mas mungkin bisa memberikan nomor telepon kepada Laras. Siapa tahu nanti kalau sudah kondusif mbak Laras mau menghubungi mas." ujar Yani.

Akhirnya Seno pergi, sementara Yani masuk ke dalam rumah Laras dan mencoba untuk menenangkan Laras yang dilanda kesedihan.

"Mbak kenapa?" tanya Yani.

"Mas Rudi, Yan." jawab Laras.

"Iya, mas Rudi kenapa?" kembali Yani bertanya.

Belum sempat bercerita Laras langsung menangis lagi, Yani jelas tidak ingin memaksa tahu apa yang terjadi kepada Laras.

"Mbak Yani?"

Terdengar suara panggilan dari arah rumah Wahyu, karena ini hari Senin artinya giliran Yani yang menjaga Wahyu dan mengurusnya.

"Mbak, nanti kalau mbak sudah tenang mbak tinggal cerita saja kepada saya. Sekarang saya mau ke kontrakan mas Wahyu dulu, nampaknya dia kelaparan." ujar Yani.

"Kamu baik ya Yan, orang lain bisa kamu pikirkan disaat kamu sendiri dalam masalah." timpal Laras.

Yani jelas bingung dengan apa yang dikatakan oleh Laras, apa yang telah diketahui oleh Laras terhadapnya.

"Maksud mbak Laras apa ya?" tanya Yani.

"Apa kamu menikmatinya?" balik tanya Laras.

Jantung Yani berdegup kencang, rasanya seperti ingin copot saja pada saat itu.

"Menikmati apa mbak?" tanya Yani dengan penuh penasaran.

"Kejadiannya seperti hujan semalam, saya tahu mas Rudi masuk ke kontrakan mbak Yani. Saya melihat semua itu dari jendela rumah." ujar Laras.

"Mbak, saya bisa jelaskan." sanggah Yani.

"Kamu gak perlu jelaskan, hanya saja saya kasihan kepada mas Iwan. Kamu mau-maunya dinikmati oleh orang seperti mas Rudi." tegas Laras.

"Mbak jangan sembarangan ya kalau bicara, orang mas Rudi bilang kalau mbak gak membukakan pintu untuknya." bentak Yani.

"Lalu kenapa mbak Yani menyuruhnya masuk?" tanya Laras.

"Itu.."

Laras benar-benar diujung tanduk, pertanyaan Laras tidak dapat dia jawab. Semua tuduhan Laras terhadapnya nampak dalam kebenaran.

"Mbak Yani." kembali Wahyu berteriak.

"Permisi mbak, mas Wahyu manggil saya." ujar Yani dengan nada ketus..

Dalam hati Yani berkecamuk berbagai perasaan pada saat itu, dia takut kalau Laras akan melaporkan hal ini kepada Iwan.

----

Ketika Yani tiba di tempat Wahyu, dia melihat Wahyu yang terlihat lemas dan kelaparan.

"Maaf mas Wahyu, saya jadi telat." ujar Yani.

"Gak apa-apa kok mbak, tapi maaf ya mbak saya jadi merepotkan." ujar Wahyu.

"Mas Wahyu lapar, ini saya bawakan makanan?" tanya Yani.

"Lapar mbak, tapi ada hal lain yang ganggu saya dari kemarin." jawab Wahyu.

"Apa mas?" tanya Yani.

"Badan saya lengket, rasanya ingin mandi." jawab Wahyu.

Yani kembali dihadapkan dengan situasi yang membuatnya dalam kebingungan dan keraguan.

"Duh gimana ya mas, gak ada mas Iwan juga?" tanya Yani.

"Saya juga bingung mbak, mana saya ingin buang air besar." jawab Wahyu.

Enggan rasanya untuk Yani meminta tolong kepada Laras, terlebih dia sudah tahu rahasianya dengan Rudi.

"Begini saja mas, saya bakalan bantu mas Wahyu ke kamar mandi ya. Mas rangkul saya biar bisa saya papah." ujar Yani.

"Baiklah mbak." jawab singkat Wahyu.

Kemudian Yani membantu Wahyu yang masih terbaring di tempat tidur untuk segera beranjak menuju kamar mandi.

Ketika Wahyu merangkul Yani tercium aroma tak sedap dari ketiak Wahyu, tapi Yani membiasakan dengan aroma itu. Lama-kelamaan dia menikmati aroma ketiak Wahyu yang di hirup sepanjang dia menuju kamar mandi.

"Mas Wahyu masuk lewat depan, saya masuk lewat kamar mandi. Gak enak kalau dilihat orang, nanti saya ambilkan air buat cebok mas Wahyu." seru Yani.

Wahyu segera masuk dan dia menahan sakit tak kala kakinya mencoba untuk jongkok.

"Ahh..sakit." erang Wahyu.

Yani yang panik membuka pintu sisi di kamar mandi, dia melihat Wahyu yang sudah tidak memakai celana. Bulu pantat yang lebat membuat Yani menelan ludah, dia dapat melihat betapa lebatnya bulu yang dimiliki oleh Wahyu.

"Ada apa mas?" tanya Yani.

"Sakit, mbak Yani bisa bantu pegang saya?" balik tanya Wahyu.

"Iya mas." jawab Yani.

Kemudian Yani memegangi Wahyu dalam kondisi setengah berdiri, karena kondisi seperti itu mau tidak mau kemaluan Wahyu mulai berdiri tegak.

Hal itu disaksikan langsung oleh Yani, mereka saling memandang tak kala kejadian itu berlangsung. Tiba-tiba saja Wahyu merangkul Yani cukup erat, sampai Wahyu mendaratkan ciuman tepat di bibir Yani.

Yani yang sudah terjebak dalam gejolak birahi mulai ikut menyeimbangi apa yang dilakukan oleh Wahyu. Bukan hanya bibir tapi lidah mereka mulai beradu dan saling bertukar air ludah.

Wahyu memegang tangan kanan Yani dan mengarahkan untuk memegang kemaluannya, tanpa banyak perlawanan Yani pasrah melakukan itu semua. Dia mulai mengocok kemaluan Wahyu yang sudah berdiri tegak, bau kotoran di wc tidak membuat mereka jijik dan terganggu.

"Sudah mas."

Tiba-tiba saja Yani menghentikan apa yang mereka lakukan, kemudian dia mengambil air untuk cebok Wahyu.

Tidak ada rasa jijik sama sekali ketika Yani mulai menceboki Wahyu yang bukan suaminya, setiap sentuhan jari Yani yang ada di lubang anus Wahyu semakin membuat Wahyu tidak tahan.

Tiba-tiba saja Wahyu memegang tangan Yani, kemudian dia kembali mencium bibir Yani dengan penuh nafsu. Tangan Wahyu yang aktif mengangkat rok yang dipakai oleh Yani, dia melorotkan celana dalam yang dipakai oleh Yani. Wahyu menelan ludah tak kala melihat kemaluan Yani yang penuh akan bulu.

"Mas sudah gak tahan Yan, boleh mas masukkan?" tanya Wahyu.

Yani tidak menjawab, tapi ketika Wahyu mulai mendekatkan dirinya dia tidak menolak sama sekali. Justru dia merenggangkan kakinya dan membiarkan kemaluan Wahyu masuk ke dalam lubang kemaluannya.

"Pelan-pelan mas, kaki mas Wahyu masih sakit." seru Yani.

"Tenang Yan, untuk urusan seperti ini saya kuat." jawab Wahyu.

Sekitar 10 menit Wahyu mencapai klimaks dan berejakulasi di dalam rahim Yani, ceceran sperma mengenai rok yang dia pakai.

"Mas cepetan mandi, nanti ada yang kesini!" seru Yani.

"Nanti mandi keringat saja bareng kamu Yan, sekarang kita ke kamar saja." ujar Wahyu.

Yani menghela nafas, dia sudah tahu kalau sudah dikasih sekali pasti minta lagi. Tapi apa boleh buat dia sendiri menikmati apa yang telah terjadi, walaupun itu dalam waktu yang cukup singkat.

Bersambung

Note; Cerita Hijab dalam Kerudung update setiap hari Minggu

Siguiente capítulo