webnovel

Episode 6: Berdebar

Malam harinya Rudi enggan menyapa Laras yang ada di kamar tidur, dia masih marah kepadanya akibat tidak sependapat dengannya.

"Mau kemana?" tanya Laras.

"Apa peduli kamu, hah?" bentak Rudi.

Rudi pergi keluar tanpa memberi tahu kemana dia kan pergi, sebenarnya dia tidak peduli kemana Rudi akan pergi, akan tetapi dia takut kalau Rudi melakukan hal-hal yang nekad.

Di tempat lain Yani berada di kamar Wahyu berdua saja, Iwan izin untuk mandi dulu karena badannya sudah keringatan. Begitu juga Bagas dan Sukma, mereka juga harus mengurus anak mereka ketika di malam hari.

"Mas Wahyu mau makan?" tanya Yani.

"Mas Iwan beruntung ya punya istri seperti kamu, sudah baik, perhatian juga kamu ya Yan. Kagum aku sama Iwan yang sudah mendapatkan istri setia seperti Kamu." ujar Wahyu.

Mendengar kata kesetiaan Yani merasa tersindir, perselingkuhannya dengan Rudi seolah membuat pujian baginya adalah topeng semata.

"Saya buatkan nasi goreng saja ya." ujar Yani.

"Mbak Yani, maaf sebelumnya tapi sebenarnya saya ingin mengatakan sesuatu dari tadi." ujar Wahyu.

"Kenapa mas?" tanya Yani.

"Saya ingin kencing, tapi kaki saya masih belum kuat berjalan." jawab Wahyu.

"Ya sudah saya panggil mas Iwan dulu biar bisa bantu mas Wahyu ke kamar mandi." ujar Yani.

"Terimakasih ya Yan." timpal Wahyu.

Yani segera ke kontrakan miliknya, terlihat malam yang cukup sepi. Apalagi sudah terdengar suara guntur yang bergemuruh di langit.

"Duh, mau hujan kayanya." batin Yani.

Naas bagi Yani, karena ketika dia sampai ke kontrakannya terlihat Iwan sedang shalat Maghrib. Yani sendiri belum mandi karena seharian dia sibuk beberes di rumah Wahyu.

Yani tahu kalau sehabis shalat pasti Iwan akan berdzikir terlebih dahulu, dia enggan mengganggu suaminya. Apalagi Iwan akan lanjut shalat isya usai berdzikir, hal itu sudah Iwan lakukan dari dulu.

Dengan agak berlari Yani kembali ke kontrakan Wahyu, tiba-tiba saja dia mendengar suara Wahyu yang melenguh panjang.

Ketika Yani masuk terlihat adanya genangan air di celana yang dipakai oleh Wahyu.

"Mas Wahyu?" tanya Yani.

"Eh...Yani, maaf saya sudah gak tahan lagi pingin kencing." ujar Wahyu.

Yani memaklumi akan hal itu, dengan kaki yang patah Wahyu pasti belum bisa berjalan.

Yani kemudian berjalan menuju lemari memilih Wahyu dan mengambil celana dalam serta celana pendek milik Wahyu.

"Ya sudah mas mau gimana lagi, sekarang ganti dulu celananya!" Yani berseru.

"Ta..tapi Yan." ujar Wahyu.

Akhirnya walaupun agak malu-malu Wahyu membuka celananya di depan Yani, seketika itu hujan deras turun. Yani segera membantu membuka celana yang dipakai oleh Wahyu, aroma tak sedap langsung tercium tak kala Wahyu mempertontonkan kemaluannya di depan Yani.

"Saya malu Mbak." ujar Wahyu.

"Mas Wahyu tahan ya, saya bakalan membuka celana sampai bawah." ujar Yani.

"Iya mbak." jawab Wahyu.

Ringisan kesakitan dari Wahyu mulai terdengar tak kala celana yang dia pakai mulai melewati perban yang dia pakai, Yani dengan telaten membuka celananya secara hati-hati.

Ketika hendak memakaikan celana yang akan dipakai oleh Wahyu, tiba-tiba saja Yani menelan ludah karena di depannya sudah berdiri tegak dipenuhi bulu dan berwarna hitam.

"Maaf mbak, ini berdiri sendiri." Ujar Wahyu.

Kembali lagi Yani melihat kemaluan yang lebih besar dari milik suaminya, sebagai pekerja bangunan jelas Wahyu memiliki badan yang bagus dan kemaluan yang lebih besar dari suaminya.

Wahyu segera menutup kemaluannya dengan kedua telapak tangannya, Yani dengan agak tergesa memakaikan celana milik Wahyu.

Dalam hatinya bergejolak untuk segera bersetubuh dengan Iwan yang ada di rumahnya, tapi hujan deras membuatnya susah untuk menyebrang kesana.

Yani segera ke ruang tengah milik Wahyu, dia langsung mengecek celana dalamnya. Benar saja ketika dia pegang sudah ada lendir kemaluannya yang sudah keluar, tiba-tiba saja dia merasa nyaman ketika tangannya bermain di area itu.

"Yani?"

Tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namanya, rupanya itu adalah suara dari Iwan.

Yani segera mengeluarkan tangannya dan melihat Iwan memakai baju koko dan sarung, dia membawa baju ganti untuk Yani.

"Ini mas bawakan baju ganti, sekarang biar mas yang jaga mas Wahyu. Kamu mandi dulu, nih bawa payungnya." seru Iwan.

Yani pun sangat antusias dengan maksud baik dari Iwan, dia langsung ke kamar mandi dan segera membersihkan dirinya. Dalam pikirannya masih terbayang kemaluan Wahyu yang dapat dia lihat dengan jelas.

Sementara itu Iwan kaget ketika melihat Wahyu sudah berganti celana, dia berpikir kalau Wahyu belum bisa untuk mengganti celananya sendiri.

"Mas Wahyu sudah bisa ganti celana?" tanya Iwan.

"Tadi dibantu oleh mbak Yani, mas." jawab Wahyu.

Iwan serasa di sambar gledek mendengar jawaban dari Wahyu, artinya Yani sudah melihat kemaluan Wahyu pada saat itu.

"Mas Iwan jangan salah sangka dulu, tadi saking gak tahan saya sampai kencing di celana. Lagipula ketika saya ganti celana, saya tutup kemaluan saya pakai selimut kok, mas." ujar Wahyu berbohong kepada Iwan.

"Oh, begitu." timpal Iwan dibarengi perasaan lega.

"Mas Iwan pulang saja, lagipula saya palingan tidur saja. Gak enak kalau semaleman disini!" seru Wahyu.

"Ya sudah kalau begitu." jawab Iwan.

Dari kejauhan sudah terlihat Yani yang membawa payung, di hendak menjemput Iwan yang ada di rumah Wahyu.

----

Sekitar jam 11 malam hujan belum berhenti juga, seolah menanti peristiwa yang akan terjadi.

"Laras, bukan pintu!" teriak Rudi.

Bagas yang biasanya siaga akan suara kali ini dia tidak mendengar apa-apa, hal itu bukan tanpa alasan itu dikarenakan dirinya sudah bersetubuh dengan Sukma penuh semangat.

"Iya mas bentar." jawab Laras.

Laras kaget ketika dia membuka pintu terlihat Rudi bersama 3 temannya.

"Mau apa mas Rudi membawa teman malam-malam begini?" tanya Laras.

"Mereka mau menginap disini, sekalian kita mau main kartu." jawab Rudi.

Laras merasa tidak nyaman akan teman-teman Rudi, mata mereka seolah menelanjangi Laras walaupun dia sudah memakai pakaian serba tertutup.

"Mas gak enak sama tetangga, ini sudah malam!" ujar Laras.

"Kamu mau ngatur-ngatur aku, pergi sana ke kamar!" bentak Rudi.

Laras enggan ambil pusing akan kelakuan suaminya, dia memutuskan untuk segera tidur. Karena Kontrakan itu tidak memiliki pintu makan Laras menutupi tubuhnya dengan selimut. Selama setengah jam matanya masih terjaga, suara tawa dan obrolan Rudi dan teman-temannya masih bisa dia dengar. Tapi akhirnya dia kalah dengan rasa kantuk yang melanda.

Jam satu dini hari Laras terbangun karena merasa ada tangan yang meraba tubuhnya, dia berpikir itu adalah Rudi yang hendak meminta jatah. Tapi dia enggan untuk disentuh oleh Rudi.

Ada nafas berbau alkohol mendekati mulutnya, seketika itu dia terbangun dan dia melihat bukan Rudi yang ada didepannya melainkan tiga teman-temannya.

Ketika dia hendak teriak, salah satu teman Rudi langsung membekap mulutnya dengan kain berbau alkohol.

"Mas..." samar-samar Laras memanggil nama Rudi..

Hatinya lega ketika melihat Rudi masuk ke kamarnya, dua teman Rudi masih memegangi tubuh Laras yang mencoba berontak.

"Mas, tolong aku." Laras yang dibukakan mulutnya untuk berbicara.

"Laras, kenapa kamu meminta bantuan ku? Bukankah engkau enggan aku sentuh." Ujar Rudi.

"Aku mohon mas." rengek Laras.

"Malam ini kamu akan aku sentuh, bukan hanya itu teman-temanku pun akan menyentuh kamu. Artinya kalau kamu hamil kamu tidak tahu siapa ayahnya." ujar Rudi dibarengi tawa.

Mulut Laras langsung dibekam lagi dan ketiga temannya langsung melucuti seluruh pakaiannya, Rudi sudah membuka seluruh pakaiannya dan Laras dapat kembali melihat kemaluan yang dulu merebutnya dari saudaranya Rudi.

"Kamu ingat barang ini Laras, barang ini akan membuat kamu merasakan apa yang pernah kita rasakan." ujar Rudi.

Laras terus mencoba berontak sekuat tenaga, hanya saja tenaga kuli pasar itu jauh lebih kuat dibandingkan dirinya.

Dirinya menangis tak kala kemaluan Rudi mulai menyeruak masuk ke dalam kemaluannya, kini dia hanya bisa pasrah dengan apa yang terjadi dengannya.

Secara bergantian Rudi dan teman-temannya meniduri Laras, sampai ketika adzan subuh berkumandang mereka sudah siap untuk pergi ke pasar untuk bekerja. Sementara Laras begitu lemas, tubuhnya tidak berdaya sama sekali. Bagian selangkangannya serasa sakit sekali, jutaan cairan sperma sudah bersarang di dalamnya.

Rudi berada di sampingnya dengan dengkuran yang sangat keras, keringat beraroma tak sedap dirasakan oleh Laras pada tubuhnya kini.

"Tega kamu mas!" batin Laras.

Bersambung

Siguiente capítulo