Venus menghembuskan napas panjangnya beberapa kali. Dia tidak bisa fokus untuk tidur, sejak tadi yang dia lakukan mengubah posisi tidur, duduk, melamun, dan sekarang kembali duduk dengan tidak tegap. Rambutnya yang berantakan terlihat samar di kegelapan, sorot lampu di ruangan luar nampak begitu jelas ketika Venus membuka pintu kamarnya tanpa ada suara deritan.
Langkahnya memelan tanpa alas kaki, semua orang sudah tidur dengan lampu kamar yang sudah mati. Lampu ruang tamu, dapur, dan toilet masih menyala dengan sangat terang. Venus tak pernah tahu dengan pintu yang ada di dekat toiletnya. Tak pernah ada orang yang mendekat, bahkan ruangan itu tak pernah di buka sama sekali. Barang yang tak di pakai pun ayahnya letakan di dalam gudang belakang rumah.
Dia penasaran dengan ruangan misterius ini, tapi tak berani untuk bertanya karena pasti ada sesuatu yang mungkin akan mereka sembunyikan. Andai saja nenek dan kakeknya masih hidup, mungkin saja Venus akan bertanya langsung pada mereka semua.
Gadis itu kembali menghembuskan napas samar, dia memilih untuk duduk di meja makan setelah mengambil satu mangkok mangga dari dalam kulkas. Rasanya manis, membuatnya tak lagi memikirkan ruangan kosong itu, tapi keheningan yang tercipta membuatnya kembali bergeming, menelan salivah dengan jantung berdebar cukup kencang.
Ini seperti dalam adegan film horor, terasa tak menyenangkan dengan kesunyian dalam ruangan. Apalagi suara jarum jam semakin terdengar nyaring, membuat bulu kuduknya meremang. Venus mencoba untuk tenang, tapi tidak bisa, bahkan sekarang dia tak lagi nafsu untuk menikmati potongan mangga manis itu. Sayang sekali harus dia kembalikan ke dalam kulkas.
Venus menegang, pintu kulkas belum dia tutup sampai sekarang. Tak ada keberanian untuk menoleh ke belakang, alunan gamelan terdengar begitu samar di telinganya, dan sekarang bertambah wangi dupa yang datang secara tiba-tiba. Dia ingat betul soal wangi dupa, dan suara yang samar dari salah satu youtuber indigo, katanya mereka ada di sekitar sini, dan sangat dekat.
Entah ada di mana makhluk tak kasat mata itu, tapi jujur Venus sekarang tidak bisa melakukan apa pun. Secara tiba-tiba badannya terkunci tanpa sebab, tak bisa berteriak dengan tenggorokan yang kering secara tiba-tiba.
"Mba, boleh minta tolong?"
"Hah!" Venus terbelalak, dia buru-buru berlari meninggalkan dapur tanpa menoleh ke kanan, dan kiri.
****
Indira membalik ayam goreng yang mulai berubah warna sedikit ke emasan, mengambil cobek berisi sambal terasi, dan potongan timun, dia bawa menuju meja makan dengan senyum yang begitu lebar, "Oh iya, mama sampai lupa, semalem ada yang ke dapur gak?"
"Nah! Ini masalah baru lagi nih," sahut Atmaja, tempe panas dia kunyah secara perlahan sambil memperhatikan ketiga anaknya, "Papa kan udah bilang buat irit listrik ya, jangan boros soalnya listrik kita yang ini mahal. Gak kaya di rumah kita yang dulu, masa semalem ada yang buka kulkas semaleman, gak di tutup."
Venus mengoleskan roti gandum dengan selai kacang, dan kemudian dia tambah dengan telur mata sapi. Tak berani menatap Atmaja kali ini, kesalahannya semalam, tapi bukan kesalahannya saja. Ini kesalahan dia, dan hantu sialan yang tiba-tiba saja datang tanpa meminta ijin.
Atmaja masih mengomel, bahkan sampai ayam goreng itu sudah matang. Indira juga sudah ikut duduk untuk sarapan bersama sekarang, tapi omelan tentang listrik, dan tanggung jawab pelaku pun masih terdengar dengan nyaring.
"Emangnya ada sangkut pautnya ya Pa soal kulkas yang di buka sama listrik?" tanya Naratama yang berlagak polos, padahal di mata Venus terlihat sangat bodoh.
Pria itu mengangguk mantap, "Ada, menurut papa bisa makan banyak listrik. Gak ada yang mau ngaku juga ternyata, kenapa gak ada yang mau ngaku sih?"
"Berarti kan gak ada pelakunya Pa, gimana kalau hantu pelakunya?" sahut Edgar yang tiba-tiba membuat Venus terbelalak.
"Gak ada hantu di rumah kita," ucap Indira.
Kening Venus bertaut karena nampak sekali Indira mengucapkan kalimat itu dengan sangat yakin, "Mama tau darimana kalau gak ada hantu di rumah ini? Tapi.. Itu berarti... di rumah orang lain ada hantunya?"
"Semua rumah kan ada penunggunya," ucap Edgar.
"Kakek udah nyuruh hantu-hantu itu gak nampakin diri ke keluarga. Anak-anaknya, cucu, saudara sepupu, saudara kandung, bahkan sama cicitnya," jelas Indira begitu yakin.
Venus termenung, dia tidak yakin dengan janji yang mereka lakukan masih berlaku. Sebab kakeknya sudah meninggal, dan semalem itu benar-benar nyata tentang gangguan yang dia alami. Bagaimana bisa ada suara seorang wanita, dan suara gamelan di malam hari? Tidak masuk akal bagi Venus, tapi akan lebih masuk akal lagi jika janji yang mereka lakukan benar-benar tidak berlaku.
Venus memakan roti isi telurnya sekali lagi, dia masih berpikir tentang keanehan di rumah ini. Kali pertama memandang, kali pertama masuk, kali pertama tinggal, dan sekarang kali pertama dia di ganggu. Entah apalagi yang akan rumah ini berikan pada Venus, apakah dia akan tinggal berdampingan dengan hantu, dan berdamai atau mungkin mereka akan mengganggunya sepanjang malam.
"Oh iya, aku ada pertanyaan yang udah lama aku punya, tapi lupa buat nanya," ucap Venus setelah diam beberapa lama, "Sebenernya itu ruangan apa?" Venus menunjuk, pintu kayu yang terlihat usang tepat di sebelah toilet.
Semua orang ikut menoleh, tapi tatapan Indira, dan Atmaja membuat Venus semakin yakin dengan apa yang dia pikirkan saat ini. Sementara Edgar, dan Naratama nampak biasa-biasa saja.
"Itu ruang khusus yang kakek pakai dulu," sahut Indira, "Dulu tuh kakek suka bawa mereka yang gak punya rumah ke sini, di suruh tinggal di ruangan itu."
Kening Venus kembali bertaut, dia bingung dengan kegiatan yang kakeknya lakukan. Tentang alasan kakek membawa mereka yang tak memiliki rumah, dan tentang perjanjian yang mereka buat. Semua itu, untuk apa?
"Kakek suka koleksi makhluk halus Ma?" kini Edgar nampak begitu penasaran, "Kenapa gitu ya? Kenapa gak koleksi sesuatu yang bisa ngehasilin uang?"
Indira menggelengkan kepalanya karena tidak mengerti, "Meskipun bawa makhluk-makhluk itu pulang ke rumah, mereka gak pernah ganggu. Tapi... kita semua gak ada yang di ijinin buat buka pintu itu, mama juga gak tau apa alasannya."
"Tapi selama mereka gak ganggu, dan kita gak ganggu, pasti kita hidup dengan tenang. Papa yakin soal itu," imbuh Atmaja.
Venus tersenyum kecut, tidak dengan dirinya yang terus merasa takut sampai sekarang. Sepertinya dia tidak mau lagi untuk pergi ke dapur atau ke toilet setiap malam, dan mungkin tak akan mau lagi tinggal sendirian di rumah menyeramkan ini.
"Udah ngobrolnya, ayo berangkat! Nanti telat lagi, Venus sama Naratama juga ada upacara pagi ini," ucap Atmaja sebelum beranjak bersama ketiga anaknya.