webnovel

HANTU

Venus tak bisa fokus dengan pelajaran pagi ini, bahkan sejak upacara dia tidak fokus. Isi kepalanya penuh dengan cerita, dan pertanyaan-pertanyaan seputar hantu beserta perjanjian yang di buat sang kakek. Dia masih tak habis pikir dengan perjanjian itu, dan dengan kebaikan kakeknya yang mau menampung mereka untuk tinggal. Padahal mereka sudah meninggal, tak lagi bisa hidup seperti manusia, dan Venus pikir mereka juga tak butuh tempat tinggal layaknya manusia.

Pertanyaan ini membuat kepalanya sakit, sepertinya akan pecah dalam waktu beberapa jam ke depan. Tidak, itu hanya pikiran Venus karena sekarang jarum jam menunjuk pada pukul sembilan pagi. Bel juga sudah berbunyi beberapa kali, Arka yang sekarang beranjak, dan menarik lengan Venus. Tak lupa dengan Ria yang sudah menunggu di dekat papan tulis dengan bekal yang dia pegang.

Entah apa isinya, tapi melihat kotak makan itu membuat Venus lapar. Dia mulai bersemangat ketika melangkah menuju kantin, padahal tadi lesu seakan-akan tak ada niatan untuk melanjutkan hidup lebih lama lagi. Mungkin Arka pikir Venus belum sarapan, dan menahan lapar karena tidak bersemangat.

Mereka duduk di meja tengah. Ria membuka kotak bekal yang berisi aneka macam naget, dan sosis bakar. Lengkap dengan saus, dan mayonaise keju kesukaan Venus, "Ayo, makan, gue bawa banyak kebetulan!"

"Uw! Thank you Ria!!" sahut Venus terharu, mengambil satu sosis, dan satu naget berukuran cukup besar, isinya keju mozarela yang tak lagi molor, "Eh iya, gue mau nanya deh sama kalian berdua."

"Mau nanya apa?" sahut Arka lumayan tak jelas karena mulutnya penuh dengan makanan.

"Menurut lo hantu butuh rumah gak?"

Ria, dan Arka saling bertatap untuk beberapa detik sebelum akhirnya kembali mengunyah, dan menunduk. Venus tak paham dengan gelagat keduanya, seharusnya mereka menjawab, bukan kembali menyantap makanan dingin ini, "Gue nanya serius," ucap Venus lagi.

"Hm, gimana ya? Ini setau gue loh ya Ven," sahut Arka akhirnya, dia kembali menatap lawan bicaranya dengan serius, "Mereka itu sama kaya kita meskipun udah gak hidup. Maksudnya mereka butuh makan, butuh minum, butuh rumah biar gak kehujanan, biar gak kena angin atau apa pun itu."

"Wah! Serius? Kok bisa?"

"Lo pernah denger gak kalau ada pohon yang di jadiin sarang atau rumah? Rumah yang ada penunggunya, gudang yang katanya angker, terus... mereka yang minta sesajen, terus... kalau misalnya di agama Islam tuh jin yang makan makanan sisa," timpal Ria.

Venus mengangguk, dia tahu meskipun hanya sedikit, dan itu juga dari video yang pernah dia lihat di youtube. Sejujurnya dia tidak percaya dengan orang yang menjelaskan di youtube, tapi sekarang percaya karena Arka, dan Ria yang memberitahunya.

"Mereka butuh tempat tinggal, dan makanan Venus," ucap Ria sebagai pernyataan yang tidak bisa Venus bantah atau Venus buat pertanyaan lain, "Hm... gimana ya Ven? Lo pasti gak percaya kalau kita kasih tau."

"Kasih tau apa?"

"Kita berdua indigo," bisik Arka.

Venus membulatkan mata, tak percaya, benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Namun, dia mencoba untuk kembali dengan ekspresi biasa saja karena hampir semua siswa menatapnya aneh, "Wah! Kalian... kok bisa sih?"

"Keturunan," sahut Arka, dan Ria secara bersamaan.

"Oke, karena kalian bisa, dan pasti bisa jawab semua pertanyaan gue. Jadi... sebenernya daritadi gue gak fokus karena ada pertanyaan yang gak bisa gue jawab sendiri," ucap Venus, mencoba untuk jujur dengan isi kepalanya, tapi ternyata cukup sulit, "Aduh! Gimana ya?" Venus menggaruk kepalanya.

"Kenapa Ven? Apa yang pengen lo tanyain?" tanya Ria yang penasaran.

"Kenapa orang buat perjanjian sama mereka?"

"Itu tergantung Ven, harus ada cerita awal mulanya dulu," sahut Arka.

Venus mencoba berpikir, dia tidak tahu apa yang pertama terjadi. Dia hanya satu satu persen dari mamanya, untuk yang lainnya masih buta, "Gue gak tau banyak soal cerita awal, tapi gue tau dikit buat ceritanya. Jadi kakek gue, bokap dari nyokap gue yang punya rumah itu. Rumah yang gue tempatin sekarang ini tuh suka bawa mereka, jadi doi bawa mereka terus di taro di ruangan khusus deket toilet."

Kening Arka bertaut, cerita ini menarik baginya.

"Nyokap bilang kalau ada perjanjian diantara mereka, dan karena perjanjian itu juga jadinya kita semua ini. Anak, saudara, dan cucunya gak pernah di ganggu."

Ria mengangguk mengerti, tapi dia tak mengeluarkan suara, memilih untuk menatap Arka beberapa detik, dan kembali menatap Venus dengan wajah yang nampak begitu serius.

"Jelas sih ini, kakek lo ngasih mereka ijin buat tinggal, tapi syaratnya gak boleh ngeganggu. Kalau ganggu bakalan di usir," sahut Arka, Venus tak menyangka jika jawabannya semudah itu, ternyata dia bodoh untuk mencari jalan keluar.

"Tapi kenapa ruangannya gak boleh di buka?"

"Serius?" kening Ria bertaut, "Wah! Gue rasa ada sesuatu di bagian ini, gue gak bisa nyari jawabannya."

"Tapi bisa aja ada sesuatu yang gak pernah kakek lo ceritain ke anak-anaknya, dan menurut gue nih ya salah satu yang kakek lo bawa itu punya kekuatan. Maksudnya tuh... mungkin aja salah satunya punya energi negatif, jadinya kakek lo ini gak mau di negatif naro energinya di rumah itu," jelas Arka yang lagi-lagi membuat Venus terkesima dengan jawaban panjang itu.

"Emang yang negatif kenapa?"

"Jahat Venus, yang negatif itu jahat. Bisa jadi dia pengen nguasain rumah lo, atau pengen tinggal di sana sama antek-anteknya tanpa harus nurutin permintaan kakek," ujar Ria.

"Jangan di buka Ven, bahaya!" Arka menggelengkan kepalanya, mengunyah satu naget keju dengan cepat, "Gue yakin kakek lo gak mau anak-anaknya sama cucunya ngadepin bahaya."

"Tapi gimana kalau nanti bakalan di buka? Kalau bukan gue, mungkin orang lain."

"Pintunya pasti di kunci, gak mungkin orang lain bisa buka kalau kuncinya udah karatan."

"Kok lo bisa tau kalau kuncinya udah gak ada atau karatan?" kening Venus kembali bertaut, Lagi-lagi dia kagum, tapi apa yang di katakan Ria, dan Arka memang selalu benar.

"Tiba-tiba kepikiran, tapi gak usah khawatir Ven! Gak akan ada yang bisa buka pintunya, jadi keluarga lo bakalan aman."

"Lo yakin?"

"Gue gak yakin," sahut Ria tiba-tiba, "Gak mungkin bisa kaya gitu Arka, maksud gue tuh pasti ada salah satunya yang bisa buka. Gak tau kenapa gue jadi mikir kalau ini garis takdir yang Tuhan buat, dan emang harus terjadi."

Venus menelan salivahnya, kemungkinan terburuk sudah ada di kepalanya. Sudah bisa di bayangkan tentang gangguan hantu, dan musibah yang mungkin tak masuk akal.

"Jangan di takutin gitu, kasian Venus!"

"Tapi gue ngerasa yakin," ucap Ria pelan, raut mukanya nampak menyesal.

Siguiente capítulo