webnovel

17. Pahit Manis Hubungan

Keesokan paginya suasana antara Mario dan Yusuf sedikit canggung, baru enam bulan pacaran pohon cinta mereka sedikit digoyang pucuknya oleh angin yang tidak begitu kencang. Yusuf seperti biasa membuatkan sarapan kesukaan Mario dan juga menyiapkan susu kacang kedelai yang Mario juga sukai. Namun Yusuf hanya meletakkannya di lemari kecil yang biasa ia gunakan untuk meletakkan sisa makanan Mario. Yusuf meninggalkan Mario yang masih tertidur pulas ke area kolam renang apartement.

Yusuf menghisap rokoknya setelah memesan segelas kopi hitam ke foodcourt yang ada disana. Yusuf duduk menatap kolam renang yang tampak ramai dengan penghuni-penghuni apartement yang sedang berenang. Tak berselang lama, Mario datang dan meletakkan piring berisikan sarapan yang dibuatkan Yusuf beserta segelas susu kacang kedelai dan duduk di kursi di depan Yusuf.

"aku mau disuapin sama kamu" ujar Mario, "ini kan mau kamu?, kita tunjukin ke orang-orang sekalian, kalo ada cowok yang nyuapin cowok, biar orang tau kalo kita pacaran, ayo! suapin aku"

Mario menyeka air matanya yang sudah ia tahan namun masih saja memaksa untuk membasahi pipinya.

"Yo, naik ke kamar!, kamu sendiri yang bilang jangan kayak anak kecil" ujar Yusuf bersikap lembut.

"kenapa? kamu malu nyuapin aku disini?, mumpung banyak orang yang ngeliatin kita!" Mario kembali terisak dan sedikit menaikkan nada bicaranya.

"ssstt, pelanin suara kamu Yo!, nggak enak didenger orang," Yusuf berusaha menenangkan.

"kan ini maunya kamu, aku udah turutin, terus kenapa kamu yang malu sekarang?" Mario masih tidak memelankan suaranya, beberapa pasang mata mulai menyaksikan mereka berdua.

"kita ke atas ya, yuk!" ajak Yusuf dengan lembut.

Yusuf membawakan piring dan gelas yang Mario bawa. Mereka berdua menaiki lift dan kembali ke kamar apartement. Sesampainya di kamar, Mario memeluk Yusuf dan menumpahkan air matanya yang tidak bisa lagi Ia bendung.

"kamu kalo marah, pukul aku!, atau maki aku sekalian sampe kamu puas, aku nggak mau kamu berubah, kamu diem, bahkan kamu nggak mau tidur sama aku, Kamu nggak cium aku tadi pagi, kamu tarok gitu aja sarapan buat aku, aku nggak mau kayak gitu, mana janji kamu yang katanya bakal bilang cinta tiap hari sama aku, hari ini kamu belum ngucapin buat aku," ucap Mario menumpahkan unek-uneknya tanpa jeda dan juga tangisnya secara bersamaan.

Yusuf menyeka air mata Mario, lalu mencium kening Mario, "aku minta maaf," lirih Yusuf.

"harus kayak gimana lagi aku jelasin, kalo aku nggak pernah berbuat hal yang aneh dibelakang kamu, aku minta maaf udah boong, terus aku harus gimana buat nebus kesalahan aku, bilang sama aku," Mario masih saja menangis, ""besok kita ke manado, kita akuin ke papa sama mama kalo kita pacaran dan kita mau nikah, tapi kalo aku mati disitu, kamu tinggalin aja aku dan pulang ke jakarta!"lanjut Mario diiringi air matanya.

"jangan ngomong kayak gitu!" tegur Yusuf masih merengkuh pipi dan menyeka air mata Mario.

"kamu maunya gitu kan?, kamu enak bisa ngomong dengan gampang karena kamu mikir segala sesuatu pake logika, tapi aku..., aku mikir semuanya pake hati. Aku masih nggak sanggup kalo harus liat mama sama papa kecewa karena aku. Aku sayang sama mereka, aku juga sayang sama kamu, jangan bikin aku milih salah satu mas. Kamu nggak bisa samain sifat kamu sama aku hanya karena kita sama-sama cowok. Kalo aku bisa minta, aku nggak mau dilahirin sebagai cowok, ngertiin aku mas! jangan buat aku ada di antara pilihan berat ..., " Mario  mengatur tangisnya yang mulai sesenggukan, hidungnya seperti orang yang sedang mengalami Flu, "aku nggak bisa milih antara ninggalin kamu atau ninggalin keluarga aku. Aku cinta sama kamu mas, tapi..., dengan kita ninggalin keluarga kita, apa masalah akan selesai? apa hati kita akan tenang?, untuk saat ini aku belum siap mas. Kalo nanti aku siap, aku sendiri yang akan ngomong dan bawa kamu ke papa sama mama. Jadi aku mohon mas, biarin kita bahagia dengan apa yang ada saat ini tanpa harus mikirin bagaimana nanti."

Yusuf memeluk erat tubuh Mario, menyimpan wajah Mario kedalam dekapannya, membiarkan Mario menangis dalam kebimbangannya. Yusuf merasa dirinya egois, Ia menyesali sikapnya. Tak seharusnya Yusuf membuat Mario ada diantara pilihan yang berat. Yusuf tak kuasa menahan sesak di dadanya, menyadari bahwa cinta yang mereka ukir nyatanya berbeda dengan ukiran yang pada umumnya. 

"aku minta maaf karena aku cemburu berlebihan, aku cinta sama kamu Yo, itu yang bikin aku nggak terima kamu deket sama cowok lain, sekalipun itu cuma temen. Masalah nikah..., aku janji, aku nggak akan nuntut kamu lagi, maafin aku sayang, karena udah bikin kamu ada di pilihan yang sulit" ujar Yusuf kembali menyeka air mata Mario.

"aku juga minta maaf karena aku udah bohong sama kamu, kalo kamu emang cemburu, aku nggak akan deket-deket lagi sama mereka," Mario memeluk Yusuf erat, tangisnya sudah reda.

"sekarang mas suapin ya" ujar Yusuf melepas pelukan dan bermaksud mengambil kembali piring yang Ia letakkan dilemari biasanya.

"tar dulu, aku punya sesuatu buat kamu, ini alasannya kenapa aku jemput Hans" ucap Mario pergi ke kamar sebelah, apartement Yusuf memang memiliki dua kamar, satu kamar digunakan untuk menyimpan barang-barang yang sudah tidak dipakai Yusuf.

Tak lama, Mario kembali dengan membawa carrier (Tas gunung) berukuran 100L berwarna merah list hitam dengan merk Import yang di idam-idamkan Yusuf.

"aku ngajak Hans beli ini, karena dia punya hobby naik gunung sama kayak kamu, aku nggak ngerti makanya aku minta tolong sama Hans, aku nggak minta kamu percaya sama aku karena aku emang udah bohong sama kamu, tapi aku cuma mau bilang, nggak ada satu orangpun yang bikin aku jatuh cinta selain kamu, aku nggak tertarik sama semua cowok di dunia ini selain kamu mas ..., " ujar Mario menyodorkan carrier yang Ia belikan untuk Yusuf, "Won Bin sekalipun bakal aku tolak kok."

Yusuf tersenyum lebar, kembali mencium kening dan memeluk erat Mario, "aku beruntung bisa sama kamu Yo."

* * *

Waktu terus berjalan, kemesraan Yusuf dan Mario kembali berlanjut. Tak ada lagi permasalahan yang mereka hadapi, bahtera cinta yang mereka bangun tetap tegar berlayar. Tak ada orang lain di hati dan pikiran Yusuf, hanya Mario seorang yang menghuninya. Sama halnya dengan Mario, tak ada satupun yang bisa mengalihkannya, hanya Yusuf saja yang Ia cintai. Yusuf tak lagi membahas pernikahan, walaupun hatinya sangat ingin, apalagi setelah pulang dari belanda menghadiri pernikahan Yogi. Yusuf semakin menginginkan sebuah pernikahan, tentunya dengan Mario.

Sudah memasuki bulan kesembilan Yusuf dan Mario berpacaran. Desas-desus bahwa keduanya menjalin hubungan yang lebih dari sekedar partner kerja dan teman mulai tercium oleh lingkungan kantor mereka. Ditambah lagi saat Andrew dengan bangga memposting foto pernikahannya dengan Yogi. Hanya ada Yusuf dan Mario yang diundang dalam acara pernikahan itu. Nama mereka menjadi bahan yang menarik dan hangat untuk diperbincangkan. Apalagi perubahan Yusuf terlalu drastis kepada para wanita yang pernah ditidurinya, jangankan mendekati, bertegur sapa saja Yusuf enggan.

Siang itu, sebagai seorang marketing di perusahaan besar, Yusuf sedang sibuk mengerjakan laporan marketing plan and project yang akan Ia kirim ke atasannya. Yusuf dikejutkan dengan kedatangan Mario yang menunjukkan raut kesal di wajahnya. Mario membanting pintu ruangan kerja mereka cukup kencang, sehingga suara dari benturan pintu membuat Yusuf langsung melirik ke arah kekasihnya.

"My Rio, kamu kenapa? mukanya kecut banget kayak ketek monyet," ujar Yusuf menghentikan jari-jarinya yang sejak tadi menari di keyboard laptopnya.

"Kayak kamu udah pernah nyium ketek monyet aja!" gerutu Mario mendekat, Ia langsung duduk di paha Yusuf dan mengalungkan tangan di leher kekasihnya, tak ketinggalan kepalanya Ia sandarkan di bahu Yusuf, "mas..., aku nggak kuat, aku capek!" keluh Mario.

Yusuf balas memeluk dan membelai rambut Mario, "kenapa? cerita sama mas!, apa yang bikin kamu nggak kuat dan capek selain di sodok sama mas?" tanya Yusuf terkekeh untuk mencairkan keadaan.

"Tadi..., mulai dari lift dan sepanjang koridor banyak yang ngomongin kita, orang-orang kantor jadiin kita bahan gossip, dan mereka nyalahin aku. Aku dibilang bawa pengaruh buruk buat kamu, aku dibilang nularin penyakit ke kamu, aku nggak sanggup dengernya" keluh Mario didalam pelukan Yusuf.

"Nggak usah didengerin!, mas juga udah tau, tapi mas cuekin aja, hidup punya kita, ngapain mereka ikutin ngurusin, nggak usah dipikirin, masa bodoh aja kayak mas," ujar Yusuf santai.

"Kamu tuh kebiasaan nyamain keadaan hati kita, aku bukan tipikal yang kayak gitu, aku orangnya suka kepikiran, aku nggak bisa harus masa bodoh kayak kamu" Mario masih mengeluh didalam pelukan Yusuf.

"Ya udah, kamu mau ngomong sesuatu kan, apa? coba kasih tau aku," ucap Yusuf yang sudah mengerti, jika Mario seperti ini, tandanya Ia memiliki keputusan yang harus Yusuf dengarkan.

"Aku mau resign!" ujar Mario.

Yusuf membulatkan mata, Ia mendorong dan menahan pundak Mario di pangkuannya, lalu menatap kedua bola mata Mario, mencari sesuatu yang tersirat didalam kedua bola mata indah dengan kelentikan bulu mata yang mengagumkan, satu kalimat keluar dari bibir Yusuf, "kamu jangan becanda!."

"Aku serius mas...," Mario mengusap pipi Yusuf, "aku mau resign aja."

"Nggak boleh!" Yusuf menolak dengan tegas.

Mario melepaskan pelukan Yusuf, Ia berdiri dan memutuskan duduk di kursi di meja kerjanya sendiri yang bersebarangan dengan Yusuf, "kamu egois banget, nggak ngerti perasaan aku yang kesiksa dengernya."

"Tapi resign bukan jalan satu-satunya sayang, kita bisa switch sama tim lain, atau kamu mau pindah divisi, nggak apa-apa, toh di kantor juga aku nggak pernah show off hubungan kita," Yusuf menjelaskan dengan sangat hati-hati.

"Terserah deh, nggak ngertiin banget!" gerutu Mario membuang wajah.

Yusuf gantian mendekat ke kursi Mario, Ia mengecup kening Mario dan mendaratkan kecupan di bibir Mario, Yusuf berkata, "sayang..., ini berita anget-anget tai ayam, seminggu lagi juga udah bosen mereka bahas kita, kamu yang sabar ya."

"Nggak bisa mas, aku nggak kuat dengernya," Mario tetap bersikeras.

"Ya udah terserah!, lain kali nggak usah kayak minta pendapat, lakuin aja sesuka kamu!" Yusuf mulai terpancing emosinya.

"Ya kamu ngertiin aku dong mas...,"

"Kamu juga harus ngertiin aku dong!" potong Yusuf, "aku pengen seharian penuh sama kamu, berangkat bareng, pulang bareng, di apartement bareng, semuanya bareng, aku nggak bisa bayangin kalo salah satu rutinitas aku sama kamu akan berkurang."

"Mas, kan kita masih serumah, pisah kerjaan nggak apa-apa lah mas" Mario berusaha meyakinkan.

"Kurang sayang, kalo bisa tiap jam, menit, detik, aku mau selalu ngeliat kamu" jawab Yusuf mengakui kebucinannya.

Mario mendengus, "bilang aja kamu nggak percaya kalo aku bisa jaga hati di luar sana, kamu cemburunya berlebihan tau nggak!"

"Aku udah gila sama kamu sayang, aku nggak bisa sedikit aja ngelewatin waktu tanpa ada kamu. Mau di kantor, di apartemen, dimanapun aku pengen selalu sama kamu" Yusuf terus berusaha merayu Mario.

"Saling percaya mas, cuma itu kuncinya" ujar Mario.

"Ya udah, aku males debat, lakuin aja yang mau kamu lakuin, nggak usah minta saran sama aku lagi kalo sarannya nggak di pertimbangin, kamu ngomong seolah minta saran, tapi ujung-ujungnya tetep aja kamu kekeh sama keputusan kamu sendiri" Yusuf berbalik meninggalkan ruangan dan memutuskan menenangkan hatinya, Ia tak perduli dengan Mario yang meneriakkan namanya.

Yusuf menuju smoking area yang ada di ujung gedung di lantai tempat Yusuf berada, Ia menyalakan rokoknya dan mulai menikmati setiap nikotin yang ia hisap dengan tarikan nafas panjang dan menghembuskannya kencang.

"Eh..., mas Yusuf, pinjem korek dong!" ujar seorang wanita yang tak lain adalah Dina, janda muda yang pernah menjadi teman tidur Yusuf.

Yusuf tak menjawab, Ia mengeluarkan korek dari saku kemejanya dan menyodorkannya ke Dina.

"Mas kok nggak pernah nyariin Dina lagi, kangen tau mas" ujar Dina sambil mengembalikan korek Yusuf langsung ke sakunya.

"Maaf ya Din, mas lagi nggak mood ngobrol," ketus Yusuf.

"Mau Dina emut, biar moodnya bagus lagi?"

Yusuf tak menjawab, Ia hanya menggelengkan kepala.

"Apa jangan-jangan gossip yang beredar itu bukan cuma gossip? mas udah nggak doyan cewek? mas beneran pacaran sama Mario?" Dina melontarkan banyak pertanyaan.

"Din, maaf ya!, bukan urusan Dina, jadi nggak usah bikin mas makin nggak mood, oke!" tegas Yusuf membuat raut wajah Dina ditekuk.

Yusuf melanjutkan hisapan nikotin di sela dua jarinya, Ia begitu menikmati setiap hisapan demi hisapan, tanpa memperdulikan Dina yang ada di sampingnya. Biasanya Yusuf akan bergairah saat melihat bongkahan dada Dina yang menantang, namun saat ini, melirik Dina saja, Yusuf tidak bernafsu sama sekali.

"Dina kangen tau mas, nggak ada yang seenak mas Yusuf" ujar Dina menyunggingkan senyum menggoda.

"Mas udah punya pacar Din, mas udah janji bakal berubah, jadi Dina cari yang lain aja ya, mas nggak mau ngekhianatin pacar Mas, permisi!" Yusuf berlalu pergi meninggalkan Dina yang terlihat kesal dengan penolakan Yusuf.

Yusuf kembali memasuki ruangan kerjanya, namun Mario tidak ada di ruangan. Yusuf bermaksud mencari Mario ke ruangan Bu Ketty, belum sempat membuka pintu ruangan Bu Ketty, Mario baru saja keluar dari ruangan ditemani oleh Bu Ketty.

"Kebetulan ada kamu Yus" seru Bu Ketty, "Mario kan hari ini terakhir, jadi mulai besok kamu gabung sama Samuel ya, kebetulan pengganti Yogi juga masih belum dapet" lanjut Bu Ketty.

"Bukannya resign harus H-14, Mario masih ada waktu dua minggu dong bu" sahut Yusuf.

"Nggak apa-apa, Mario udah terima resikonya nggak digaji bulan ini, jadi saya kasih ijin" jawab Bu Ketty.

Yusuf mendecih, Mario benar-benar telah mengambil keputusannya sendiri tanpa mendiskusikannya lagi dengan Yusuf. Yusuf berusaha menahan kekecewaannya, bahkan Ia tidak ingin melirik Mario yang ada di depannya.

"Ya udah, sana ke ruangan Samuel, Planning dan Project yang kamu punya, diskusiin sama Samuel ya, pendingan kamu sama Mario, sekarang jadi tugasnya kamu sama Samuel" ujar Bu Ketty meninggalkan Yusuf dan Mario kembali masuk ke ruangannya.

Yusuf menatap Mario dengan penuh rasa kecewa yang mendalam, "kamu bener-bener nggak dengerin aku Yo, kunci mobil di laci, aku mau ngelarin kerjaan ampe malem, nanti kamu pulang duluan aja."

Yusuf kembali meninggalkan Mario yang tak berkata sepatah katapun. Rasa kecewa merasuk dalam diri Yusuf. Ia segera menuju ruangan Samuel, yang tak lain adalah ruangan Yogi. Baru saja membuka pintu, dari dalam ruangan Yusuf sudah disambut lagu yang mengalun dari speaker milik Samuel.

Pernahkah kau bicara

Tapi didengar

Tak dianggap sama sekali

"Matiin lagu lu!" hardik Yusuf semakin kesal, bahkan lagu saja Ia salahkan.

Samuel yang melihat Yusuf datang dan marah-marah jadi kebingungan, namun Ia menurut perintah Yusuf dan mematikan speakernya.

"Busyet, udah dimarahin aja gua, belum juga resmi jadi satu tim" gerutu Samuel.

"Lu udah tau?" tanya Yusuf.

"Iya, barusan Bu Ketek nelpon" jawab Samuel, "kenapa sih bre? kayaknya kusut amat!"

"Nggak usah nanya!, gua mau ngomongin planning sama project, bukan mau di wawancara"

"Galak amat sih bang, adek jadi atut" ujar Samuel terkekeh. Samuel sudah tau Yusuf, karena Yusuf sering ke ruangannya saat masih ada Yogi, "kasian amat Mario se-tim sama lu, pasti abis diomelin."

"Boro-boro gua omelin, yang ada gua sayang-sayang" jawab Yusuf.

Yusuf duduk di depan meja Samuel. Ia mulai menjelaskan perihal semua pekerjaan yang akan dilakukan oleh dirinya dan Samuel ke depannya. Setelah menjelaskan panjang lebar, Yusuf kembali ke ruangannya, disana sudah ada Mario yang menunggu dengan tas laptop yang sudah Mario jinjing.

"Aku pulang duluan, hari ini aku tidur di rumah cici, biar aku naik taxi!" ujar Mario meninggalkan Yusuf yang memanggilnya namun Mario tak menoleh sama sekali.

"Yang harusnya marah kan gua, kenapa jadi dia yang lebih marah, arrghh" Yusuf pusing dan stress sampai sampai mengacak rambutnya sendiri.

Yusuf menghempaskan tubuhnya di atas kursi. Menatap lurus ke depan dengan pandangan hampa. Seandainya ada Yogi, Yusuf pasti sudah menceritakan permasalahannya, namun kini Yusuf seorang diri, tak ada lagi yang bisa mendengar keluh kesah hidupnya. Tanpa sengaja Yusuf tertidur dalam lamunannya.

Yusuf membuka mata saat Mang Dede, OB di kantor itu membangunkannya. Yusuf menguap dan meregangkan tangannya, lalu melirik jam yang ada di dinding ruangan.

"Gilaa!!, udah jam 8, goblok banget gua bisa ketiduran!!" umpat Yusuf saat menyadari Ia terlelap di atas kursi.

"Tadi saya mau bangunin Boss Yusuf, tapi nggak enak saya Boss" timpal Dede.

"Woles ae mang, makasih ya udah bangunin, nih buat lu!" ujar Yusuf memberikan rokok di saku kemejanya yang sisa beberapa batang.

Yusuf bergegas pulang, di pikirannya hanya ada satu, yaitu menjemput Mario. Setelah melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, Yusuf tiba di depan rumah Martha. Martha terlihat sibuk melayani pelanggan di Coffeshopnya. Yusuf menghampiri Martha.

"Ci, Mario ada?" tanya Yusuf.

"Eh Yusuf..., ada didalem rumah, ketok aja pintunya!" jawab Martha.

Merasa sudah mendapatkan ijin dari si pemilik Rumah. Yusuf keluar dari cafe yang ada di samping Rumah milik Martha. Ia mengetuk pintu beberapa kali, tak lama Mario muncul membukakan pintu. Yusuf langsung menghaduahi pagutan di bibir Mario dan memuluknya erat.

"Pulang sama mas ya!, guling mas yang empuk cuma kamu doang" ujar Yusuf tersenyum, "maafin mas untuk kejadian hari ini."

"Jangan ngambek lagi dong!, mas nggak kuat kalo dicuekin gini!" sambung Yusuf lagi karena Mario masih bungkam.

"Ya udah tunggu bentar, Aku juga nggak bisa marah kelamaan, maafin aku juga ya!" ujar Mario manja dan memeluk Yusuf.

Kisah cinta Yusuf dan Mario masih diselingi pahit dan manis, hal yang biasa terjadi pada hubungan pacaran, keributan kecil tak menjadi penghalang untuk mereka. Baik Yusuf atau Mario hanya butuh waktu sebentar untuk mendinginkan hati, setelahnya mereka pasti saling melontarkan kata maaf.

Siguiente capítulo