Saat ini adalah malam Jum'at Kliwon. Suara tetes air hujan terdengar jelas dari atap rumah Seroja, yang terbuat dari genteng tanah liat. Sebuah sobekan kecil, kain kafan putih tergeletak di atas meja riasnya. Seroja mengambil sebuah silet, yang tergeletak di samping kain kafan tersebut. Sambil menyeringai sinis dan membaca mantra, yang pernah diajarkan oleh Ibunya, Nyai Ayu Rembulan. Kemudian dia mulai menyayat sedikit ujung jari telunjuknya, agar dapat mengeluarkan darah segar. Pada saat darah menetes, Seroja mulai menuliskan tujuh nama laki-laki di atas sobekan kain kafan tersebut. "Besok, aku akan menyelipkan kain kafan ini di jenazah Rembulan. Agar rohnya kelak dapat membantu aku, membalaskan semua dendam!" gumam Seroja sambil menyeringai penuh kebencian.
Malam ini terasa sangat dingin sekali. Hujan terdengar masih turun dengan derasnya. Seroja menatap sekujur tubuh Ibunya, dengan tatapan mata penuh kesedihan. Perempuan yang tadinya memiliki kemolekan tubuh, serta kecantikan yang paripurna. Hingga banyak sekali kaum adam yang memujanya. Kini nampak tergolek lemah, dengan tubuh yang hanya tinggal tulang berbalut kulit saja.
Ibu Seroja yang memiliki nama lengkap, Nyai Ayu Rembulan. Memang terkenal sebagai dukun wanita satu-satunya, yang memiliki ilmu hitam yang sangat tinggi sekali. Bahkan sudah banyak dukun sakti di sekitar Pasuruan Jawa Timur yang pernah menjajal kesaktiannya. Semuanya dapat dikalahkan dengan mudah oleh Nyai Ayu Rembulan.
Baru beberapa hari yang lalu tepat pada malam Jum'at kliwon, pada saat Nyai Ayu Rembulan mendapatkan seorang klien. Yang memintanya untuk menghabisi seorang lelaki yang bernama Pak haji Ibrahim, yang merupakan saingan bisnis dari perempuan tersebut.
Nyai Ayu Rembulan seperti terkena batunya! Pada saat dia sedang melakukan ritual santet, ilmu yang dilepaskannya tersebut seperti berbalik kepada dirinya sendiri. Tubuh Nyai Ayu Rembulan langsung terlempar dengan keras ke dinding, hingga terluka parah dan memuntahkan banyak darah segar dari mulutnya. Sejak saat itu lah Nyai Ayu Rembulan, hanya dapat tergolek di atas tempat tidur tanpa dapat melakukan apapun.
"Nduk ... ke sinilah, Nduk!" seru Nyai Ayu Rembulan, memanggil Seroja dengan suaranya yang parau tercekat.
Mendengar Ibunya memanggil namanya, Seroja yang duduk dekat kursi di pinggir tempat tidur. Langsung bergerak lebih mendekati Ibunya, kemudian duduk di tepi tempat tidur.
"Ada apa Bu, apa yang bisa aku bantu?" tanya Seroja sambil berusaha tersenyum.
Wajah cantik berkulit putih mulus milik Seroja, dengan lesung pipi indah di kedua pipinya. Terlihat sangat sedih sekali, bahkan kedua matanya terus meneteskan air mata, seakan mewakili perasaannya saat ini.
"Kau sayangkan sama, Ibu?" tanya Nyai Ayu Rembulan dengan suara pelan dan lirih.
"Tentu saja aku sayang sama, Ibu!" jawab Seroja dengan cepat, sambil menggenggam tangan Ibunya.
"Kau mau, Ibumu ini terlepas dari siksaan ini 'kan, Nduk?" tanya Nyai Ayu Rembulan lagi, sambil menatap nanar ke mata Seroja.
"Tentu saja Ibu, tapi bagaimana caranya, Bu. Apa yang bisa aku lakukan?" tanya Seroja dengan kebingungan.
"Mudah saja Nduk, kau harus mau menurunkan ilmu yang aku miliki selama ini! Biar semua jin peliharaanku memiliki rumah yang baru, pada saat aku sudah tidak ada ...."
Mendengar perkataan Ibunya tersebut, Seroja bagaikan mendengar petir di siang bolong. Bagaimana mungkin dirinya sanggup menjadi pengganti Ibunya, setelah dia sudah tiada nanti? Sedangkan Seroja sama sekali tidak pernah memimpikan hal tersebut.
"Bagaimana, Nduk? Kau mau kan melakukannya?" tanya Nyai Ayu Rembulan lagi, sambil menggenggam tangan Seroja dengan kencang.
Sepertinya saat ini Nyai Ayu Rembulan sudah sangat tidak tahan, akan rasa sakit yang dideritanya selama beberapa waktu ini.
Mendengar pertanyaan kedua dari Ibunya tersebut, Seroja terdiam sejenak. Sambil memandang ke arah Ibunya, dengan tatapan mata penuh kesedihan juga kegalauan hati.
"Baiklah, aku akan menyetujui keinginan Ibu tersebut. Tetapi ada syaratnya!" jawab Seroja dengan suara yang bergetar, dan penuh rasa rindu yang mendalam.
"Apa syaratnya, Nduk? Ibu selalu memahami mengenai segala sesuatu, memang harus ada yang diberi dan memberi," ucap Nyai Ayu Rembulan sambil tertawa mengikik pelan.
"Sejak dulu aku masih kecil, Ibu selalu melarang aku untuk keluar dari Jawa Timur. Untuk berjumpa dengan Bapak, dan juga kembaran aku Rembulan yang tinggal di Jakarta. Padahal aku sangat ingin bertemu dengan Bapak, terutama dengan Rembulan. Ikatan batin kami sebagai anak kembar identik, membuat rasa rindu ingin berjumpa satu dengan yang lainnya semakin dalam terasa Bu. Bahkan hal tersebut sering membuat aku, jadi menangis sendirian dengan hati yang terasa pedih dan hampa. Oleh karena itu aku ingin membuat syarat, aku bersedia mewarisi ilmu hitam yang Ibu miliki. Asalkan aku boleh ke Jakarta, untuk menemui Bapak dan juga Rembulan! Dan aku juga hanya ingin mewarisi ilmu Ibu saja, tanpa harus menjadi seorang dukun sakti seperti, Ibu," pinta Seroja dengan nada suara, yang penuh keyakinan dan tegas.
Mendengar permintaan Seroja tersebut membuat Nyai Ayu Rembulan terkejut, sambil menatap kedua mata Seroja dengan tajam tanpa berkedip. Seketika sikap Ibunya tersebut, membuat Seroja bergidik ketakutan. Seroja seakan melihat sosok lain, yang bukan Ibunya pada saat ini. Tetapi Seroja berusaha menguatkan hatinya, dia menarik nafas panjang lalu menghela perlahan untuk menenangkan dirinya.
Keinginannya yang sangat besar untuk bertemu dengan Bapak dan juga Rembulan, terasa sudah tidak terbendung lagi. Ibunya harus menyetujui, syarat yang diajukan oleh dirinya saat ini! Jika tidak, Seroja tidak akan menyanggupi permintaan Ibunya tersebut. Setelah beberapa saat menatap putri tercintanya itu tanpa berkedip, dengan penuh amarah di dalam hatinya. Akhirnya Nyai Ayu Rembulan pun, membuat sebuah keputusan.
"Ba-baiklah Seroja, jika itu memang syarat. Yang kau ajukan, aku menyetujuinya nak! Tetapi kau tahu, jika kau keluar dari daerah Jawa Timur ini. Kau akan mendapatkan sial seumur hidupmu! Kau tidak akan pernah menemukan kebahagiaan sejati, apakah kau sanggup dengan kutukan tersebut?" tanya Nyai Ayu Rembulan, dengan bibir bergetar mencoba mengingatkan Seroja.
"Kenapa bisa demikian, Ibu? Mengapa aku akan mengalami kutukan tersebut?" tanya Seroja sambil mengerutkan keningnya keheranan.
"Karena itu merupakan sumpah, sekaligus janji aku dan Bapakmu dulu. Pada saat kami akan berpisah, dengan membawa masing-masing satu orang anak. Bahwa diantara kami, tidak boleh ada yang menginjakkan kaki kembali. Di daerah tempat tinggal di antara kami, jika kami melanggar hal tersebut. Kami akan menerima kutukan seperti itu, kutukan tersebut juga berlaku kepada anak yang kami bawa. Karena aku dan Bapakmu, sebenarnya tidak ingin lagi. Ada perjumpaan, antara satu dengan yang lainnya! Bagaimana Seroja?" tutur Nyai Ayu Rembulan menjelaskan sambil menyeringai mengerikan, dan terus menatap ke arah wajah Seroja dengan tajam. Mendengar perkataan Ibunya tersebut, Seroja berfikir sejenak.
"Apa benar yang dikatakan Ibunya tersebut, atau hanya untuk menakut-nakuti dirinya saja. Agar tidak usah bertemu dengan Bapak dan Rembulan?" gumam Seroja bertanya di dalam hatinya.
Tetapi akhirnya rasa rindu dan keinginan bertemu yang sangat hebat, terhadap Bapak dan saudara kembarnya Rembulan, mengalahkan semua rasa ketakutan yang ada.
"Tidak masalah Ibu, aku menerima semua konsekuensi. Yang Ibu katakan tadi, yang terpenting. Aku bisa bertemu dengan Bapak dan juga, Rembulan!" jawab Seroja dengan tegas.
Mendengar jawaban Seroja tersebut, Nyai Ayu Rembulan akhirnya hanya tersenyum sinis. Kemudian dia segera memerintahkan kepada Seroja, untuk mengambil sebuah kotak yang dibungkus dengan menggunakan kain kafan putih di dalam lemari tua.