webnovel

Menikmati Sebuah Kematian

Tubuh mereka di lempar mengenai dinding keras yang ada di sana. Suara geraman yang terdengar membuat keduanya sadar jika semuanya akan berakhir sia-sia. Tidak ada lagi harapan mereka bisa kabur dari rumah ini. Sekarang segala rasa sakit akan kembali di mulai.

Luis melirik Caroline yang masih meringis akan rasa sakit di punggungnya. Jelas Luis sadar bahwa punggung mereka akan memar nantinya. Keinginan mereka untuk kabur gagal di saat ayah Caroline datang menghampiri mereka.

Ayah Caroline mendekat mencengkram leher Caroline yang masih belum siap menerima perlakuan kasar itu. Luis bangkit mencoba menghentikan pamannya tapi dirinya di dorong menjauh dengan pandangan tajam.

Caroline mencoba memberontak, dia berusaha untuk melepaskan dirinya dari cengkraman ayahnya "apa kau ingin membangkang sekarang!!"

Suara teriakan sang ayah membuat Caroline menatap ayahnya tidak percaya. Bukankah dia yang kabur adalah satu hal yang bagus untuk dirinya. Lalu kenapa sekarang ayahnya malah marah-marah tidak jelas padanya. Bahkan mengatakan bahwa dia membangkang, apakah ini sebuah lelucon.

Sepertinyanya bukan, lalu apa alasannya? Apa dia tidak pantas bahagia dengan caranya sendiri. Dia ingin hidup sebagai manusia biasa sekarang, dan nama Edgar akan bersih tanpa ada Werewolf cacat di dalamnya. Lalu apa, apa alasan sang ayah membawa Luis dan dirinya memasuki hutan terdekat.

"Ap..a ayah gi..la!!"

Walau sesak Caroline tidak akan menyerah, dia sudah berharap untuk hidup dengan baik sekarang. Jadi biarkan dia hidup dengan baik, tanpa perlu ada campur tangan ayahnya lagi.

"Aku gila? Apa kau tidak tau alasan aku membuangmu?"

Ayahnya tertawa merasa lucu akan ucapannya sendiri, tapi Caroline tidak sadar bahwa dia akan mendapatkan jawaban hal gila dari mulut ayahnya.

"Itu semua karena kau tidak pantas menyandang nama Edgar. Tapi karena kau adalah anakku aku ingin kau merasakan penderitaan yang lebih buruk dari tinggal di sini"

Apa Caroline tidak salah dengar, bahwa ayahnya mengatakan dirinya harus merasakan penderitaan yang lebih buruk lagi.

"Tempat itu akan cocok untukmu, di sana kau akan mendapatkan segala cacian karena kau cacat!"

Caroline terdiam menunduk dengan tangan melemas, rasanya dia seperti sebuah sampah di sini. Setelah di pakai lalu di buang begitu saja, seperti sudah tidak berguna lagi. Caroline tidak menyangka ayahnya memikirkan segala penderitaan yang harus dia tanggung hanya karena memiliki nama Edgar.

Apa yang dia harapkan sekarang, apa dia mengaharapkan sebuah hal yang baik. Sungguh Caroline sangat bodoh jika berpikir ayahnya menghentikan dia dan Luis pergi karena tidak ingin mereka berdua menderita. Tapi nyatanya ayahnya menginginkan dia menderita di tempat yang bernama asrama itu.

"Apa kau tau bagaimana..."

Luis memukul rahang pamannya dengan keras, bahkan pamannya sampai terdorong cukup jauh. Caroline terbatuk dengan Luis yang menyuruhnya menjauh sekarang. Dia tidak ingin Caroline terus-menerus menjadi sebuah pelampiasan pamannya.

"Kau..!!"

"Kenapa paman? Apa paman marah karena aku memukul paman atau paman marah karena aku melindungi Caroline!!"

Wujud pamannya berubah menjadi Werewolf dengan manik merah menyala. Luis terlihat bergetar tapi dia tidak bisa menyerah begitu saja. Jika dia pergi Caroline akan dalam bahaya, kali ini dia ingin membuktikan bahwa dia memang ingin menjadi saudara yang baik bagi Caroline.

Sejak dulu dia selalu bersembunyi di balik sebuah ketakutan, dan karena hal itu dirinya hanya menutup mata di saat Caroline terus mendapatkan kekerasan dari ayahnya. Walau dia tau kekuatannya tidak sebesar pamannya tapi Luis akan melakukan semuanya dengan baik sekarang.

Dia berubah menunjukkan sebuah wujud Werewolf dengan bulu berwarna coklat tua yang menawan. Maniknya berwarna merah menyala berbeda dengan pamannya. Dengan bulu berwarna hitam gelap dan manik merah menyala yang menunjukkan sebuah amarah.

Keduanya bertarung mengabaikan Caroline yang masih berusaha bangkit. Tubuhnya bergetar saat merasakan aura Alpha yang menekan tubuhnya kuat. Bukan aura ayahnya tapi aura Luis, Luis menunjukan seakan dirinya ingin Caroline tidak ikut campur dalam masalah ini.

'Tidak Luis, jangan seperti ini!'

Tidak ada gunanya, Caroline tidak bisa bangkit sampai sebuah tangan menyentuh bahunya. Maniknya menoleh menatap manik kuning terang milik ibunya. Perasaan tertekan itu seperti menghilang di gantikan sebuah perasaan hangat. Tubuhnya di peluk ibunya, ibu yang selama ini tidak pernah memeluknya pertama kali jika bukan dirinya yang memulai.

Apa ibunya mulai menyukai dirinya, apa ibunya mulai merasa takut kehilangan dirinya karena tau ayahnya berselingkuh. Sepertinya dia ingin tertawa tapi dia sangat menginginkan kehangatan ini, kasih sayang yang sejak dulu dia dambakan.

"Semuanya akan baik-baik saja"

Suara lembut dan hangat yang menyapa indra pendengarannya membuat Caroline tersenyum. Maniknya terpejam merasakan sebuah rasa nyaman yang akan menjadi pertama dan akhir bagi dirinya.

Luis berteriak dengan tubuh werewolf yang berdarah, Caroline membuka matanya melihat bagaimana Luis yang terjatuh dengan tubuh terluka. Dia harus menolong Luis jika tidak Caroline tidak yakin akan keselamatan Luis nantinya.

"Jangan!!"

Bukan sebuah perintah tapi sebuah kekhawatiran akan Caroline. Ibunya menarik tangannya untuk tidak mendekati Luis, tapi Caroline tidak bisa diam saja. Luis terluka karena melindungi dirinya, dan dia tidak seharusnya melihat saja. Degan cepat Caroline berlari mengabaikan suara ibunya yang menyuruh dirinya berhenti.

Sejak awal dia tidak pernah dekat dengan kedua orang tuanya, jadi biarkan saja dia di anggap sebagai anak tidak tau diri. Manik birunya menatap manik merah Luis, dia bisa melihat jelas keadaan Luis yang tidak baik-baik saja.

'Ternyata aku memang bodoh'

Caroline selalu saja menjadi beban bagi Luis, Luis yang selalu membantunya membuat Caroline menangis tanpa dia sadari. Suara geraman Werewolf ayahnya dia abaikan sampai dia merasakan sesuatu yang menyakitkan. Tubuhnya terjatuh menimpa tubuh Luis di depannya, sepertinya dia terluka sekarang.

Bukankah lucu dia datang hanya untuk menjadi tameng, supaya Luis tidak mati karena dirinya. Apakah akhirnya dia akan mati di tangan ayahnya sendiri, andai saja dia bisa mengimbangi kekuatan ayahnya. Andai saja dia bisa melawan, kenapa dia begitu lemah dan harus mengandalkan Luis sejak tadi.

Caroline tertawa dan mulai berdiri dengan punggung yang terluka, tidak parah tapi dia jelas merasakan pandangannya yang mulai kabur. Sepertinya dia kehilangan banyak darah, atau dia saja yang tidak bisa menerima serangan seperti ini.

"Apakah anda menikmatinya, membunuh darah daging anda sendiri"

Caroline tidak tau lagi apa yang dia pikirkan yang dia tau adalah suara teriakan ibunya yang menyuruhnya berhenti dan suara Luis yang melemah. Oh.. Satu lagi suara ayahnya yang mengejek dirinya juga terdengar jelas di indra pendengarannya.

"Aku jelas menikmatinya"

Siguiente capítulo