webnovel

13. Makan Malam Bersama Bule

"Nick, aku pikir sebaiknya kita harus ke Grand Kawaluyaan sekarang. Supaya semuanya beres," kata Milly saat mereka sudah di depan motor Nick.

"Tapi tadi kamu pingsan." Nick mengerutkan dahinya.

Dan Milly pingsan itu karena perbuatannya. Semoga saja wanita itu baik-baik saja dan tidak kapok jika suatu saat nanti Nick menciumnya lagi. Nick tersenyum dalam hati. Benarkah ia akan mencium Milly lagi lain kali?

"Aku baik-baik saja, Nick," ucap Milly dengan nada bosan. Lalu ia memutar bola matanya.

"Kamu yakin?" Nick memegang wajah Milly dengan kedua tangannya, lalu mengecek suhu di dahinya. Sepertinya Milly baik-baik saja.

"Trust me. I'm perfectly fine," kata Milly sambil mengangkat kedua alisnya dan menggerakkan tangannya.

Lucu sekali mendengarnya bicara dalam bahasa Inggris dengan logat British. Nick terkadang masih tidak percaya bahwa ia sedang berbicang-bincang dengan seorang bule yang fasih berbahasa Indonesia dan ia baru saja mencium wanita itu. Sepertinya celana dalamnya jadi terasa agak sempit lagi sekarang. Aduh bahaya.

"Ya sudah kalau begitu." Nick naik ke atas motornya dan menyalakan mesin. Semoga saja Milly tidak terlalu memperhatikannya. Tadi ia sempat menarik sedikit celana jeans-nya agar tidak terlalu terjepit di dalam sana. "Oh ya nanti aku kirim nomor telepon Martin ya. Kamu bisa janjian dengannya nanti."

"Siapa itu Martin?" tanya Milly sambil mengerutkan alisnya.

"Dia temanku, pemain band jazz," ucap Nick menjelaskan.

Nick jadi berpikir apa ia memang belum menyebut nama Martin sebelumnya? Milly sedang mencari seorang pemain band jazz bukan? Sebenarnya ia bisa saja menjadi pianis di acara pernikahan, hanya saja ia tidak mungkin bermain musik jazz sendiri tanpa ada alat musik yang lain. Musik jazz adalah perpaduan musik yang rumit dan indah jika dimainkan bersama alat musik yang lain.

"Oh. Oke. Terima kasih ya, Nick." Milly menepuk bahu Nick.

Tiba-tiba Nick berkeinginan agar Milly jangan melepaskan tangannya dari bahunya dan lanjut menyentuh bagian tubuhnya yang lain. Dengan cepat Nick menyadarkan dirinya. Ya ampun. Sepertinya ia agak terguncang.

"Sama-sama, Manis." Nick tersenyum. Milly mengerutkan alisnya, tapi kemudian ia balas tersenyum.

Ketika sudah di motor, Milly memeluknya tanpa harus Nick menarik tangannya. Buket bunga menyembul di perutnya. Sepertinya agak repot ya, sejak tadi Milly terus menerus memegangi buket bunga itu ke mana-mana.

Nick mendesah. Toh memang pada dasarnya buket bunga itu bukan untuknya. Tapi Milly tampak bahagia sekali saat menerima buket bunga itu.

Berarti sekarang Milly tidak perlu bersedih lagi, karena tidak akan ada orang lain yang akan berani menyebutnya Bule Jo-Nes lagi. Karena saat ini Nick mengklaim bahwa Milly adalah miliknya, kekasihnya.

Hatinya membuncah bahagia karena sekarang ia telah memiliki seorang kekasih dan ia tidak perlu merasa bersalah lagi karena pernah mencintai kakak tirinya sendiri. Semua itu telah berlalu.

Urusan di Grand Kawaluyaan berjalan mulus. DP untuk acara resepsi belum masuk. Manager hotel tidak keberatan atas pembatalan acara resepsi. Nick bersiul dalam hati. Bagaimana bisa segala sesuatunya berjalan semulus itu?

Hari sudah mulai gelap. Nick mengajak Milly untuk makan nasi goreng dekat Hotel Grand Kawaluyaan. Buket bunganya disimpan dalam sebuah keresek dan digantung di motor. Syukurlah. Setidaknya Milly tidak tampak risih lagi menenteng buket bunga.

Kali ini Nick tidak ragu lagi untuk menggandeng tangan Milly. Dan wow tangan Milly dingin sekali. Seharusnya Milly memakai jaket yang lebih tebal.

"Kamu kedinginan?" tanya Nick.

"Tidak," jawab Milly cepat. Wanita itu seperti yang tidak berani menatap mata Nick.

"Tapi tanganmu dingin sekali." Nick mengangkat tangan Milly lalu menggosok-gosoknya sambil menghembuskan hawa hangat dari mulutnya. Milly tampak canggung, perlahan ia menarik tangannya.

"Sudah tidak apa-apa." Milly melihat ke kiri dan ke kanan seolah takut ada orang lain yang akan melihat.

Nick memesan dua porsi nasi goreng kambing. Lalu mereka duduk. Sang pelayan memberikan dua gelas teh hangat. Nick menyerahkan gelas itu ke tangan Milly agar kekasihnya itu bisa menghangatkan jari-jarinya yang membeku.

"Aku suka sekali nasi goreng di sini. Daging kambingnya banyak dan tidak bau amis. Kamu harus mencobanya. Rasanya enak sekali. Ngomong-ngomong kamu suka nasi goreng?" Nick sampai lupa bertanya dan langsung saja membawanya kemari. Bagaimana bisa bule ini tidak suka daging kambing atau bahkan... nasi?

"Emm... Sebenarnya aku tidak terlalu suka makan nasi. Biasanya aku makan kentang atau jagung." Milly menatapnya penuh penyesalan.

Oh tidak. Ini semua salah Nick. Seharusnya ia menanyakan dulu apa yang Milly inginkan untuk makan malam. Nick benar-benar tidak berpengalaman berhubungan dengan bule.

"Oh ya?" Nick tersenyum setengah hati sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya. "Jadi bagaimana? Apa kita mau ganti menu saja? Sepertinya pesanan kita belum dikerjakan. Kamu mau makan western food saja? Aku tahu restoran western food yang enak dekat sini."

"Eh jangan." Milly menahan tangan Nick. "Sudah tidak apa-apa. Meskipun aku turunan Inggris, tapi aku ini lahir dan besar di sini. Jadi kalau makan nasi itu sudah biasa. Tenang saja, Nick. Aku suka daging kambing kok."

"Baiklah. Kalau kamu tidak habis makannya, nanti biar aku yang habiskan."

Milly tersenyum. Ia bisa menatap senyuman Milly selamanya. Matanya yang hijau cerah, hidungnya yang mancung... beruntung pipi Nick tidak tertusuk saat ia mencium Milly. Saat itu ia tersadar untuk memiringkan kepalanya. Dan lalu bibir tipis yang lembut itu, begitu manis menggoda. Nick bisa menciumnya lagi di sini.

Oh tapi jangan. Milly si gadis bule itu sama sekali tidak seperti bule kebanyakan. Milly lebih suka kalem dan sopan, seperti gadis Indonesia yang ayu dan bermartabat. Nick suka itu.

Nasi goreng datang. Nick menunggu agar Milly mencoba nasi gorengnya lebih dulu, melihat reaksinya. Satu dua suap, wajahnya biasa saja. Dan lanjut ke suapan berikutnya. Sepertinya aman.

"Bagaimana?"

"Enak," kata Milly sambil mengunyah.

Syukurlah. Sepertinya Nick tidak salah memilih menu. Mungkin sebaiknya lain kali ia yang akan memasak sendiri menunya. Semoga saja Milly menyukai hasil masakannya.

Makan malam kali ini sesekali ditemani alunan musik dari pengamen yang datang dan pergi beberapa kali. Milly memberinya uang receh. Pengamen tersebut mengangguk sambil tersenyum puas. "Thank you, thank you."

Semua orang pasti mengira kalau Milly itu turis. Sama seperti saat pertama kali Nick bertemu dengannya di IGD rumah sakit.

Tampaknya Nick tidak perlu menghabiskan sisa nasi goreng Milly. Ia bisa menghabiskannya sendiri. Gadis pintar.

Selesai makan, Milly menguap lebar-lebar. Ia pasti lelah sekali. Riasan di wajahnya mulai luntur, kali ini Nick bisa melihat dengan jelas, ada lingkaran hitam di bawah matanya.

"Ayo kita pulang!" ajak Nick sambil bangkit berdiri. Susah payah Milly beranjak dari kursinya.

Siguiente capítulo