webnovel

26. Arcade?

Mungkin jika aku membuka kelopak mataku, aku akan menyaksikan semuanya. Wajahnya, senyumnya, dan beberapa lipatan di ekor matanya. Tapi aku tidak senekat itu, biarlah dia bersenang-senang dengan dunianya. Balapan?! Gila!  Sebenarnya tidak apa-apa jika sungguhan dia mencintai balapan, tapi duduk perkaranya bukan itu, tetapi aku yang menjadi korban pokoknya. Membawa gadis dengan ketenangan diatas rata-rata ke sebuah ranah dengan kebrutalan yang diluar isi kepala.

Gemuruh sorakan mulai terdengar samar di telinga, membuat aku sedikit lega karena tandanya permainan gila Jungkook ini akan segera berakhir. Pun sekarang belum ada yang mendahului, setidaknya setelah aku melihat mobil hitam yang melesat mendahului dari belakang dan berhasil menyentuh garis finish lebih dulu. Jangan bayangkan seberapa cepat mobil itu melaju, bahkan masih sanggup mendahului Jungkook yang menurutku sudah kelewat gila. Awalnya aku belum berniat membuka mata, tapi suara sorakan itu memancingku untuk melebarkan kelopak.

Juga karena mendadak aku merasakan mobil Jungkook memelan. Oh jadi bukan karena mobil hitam itu melaju lebih cepat dari kecepatan normal, tapi karena Jungkook sengaja memelankan mobilnya. Kau tahu? Yang ada dalam isi kepalaku hanyalah ingin mengumpat dan mengoceh, mempertanyakan bagaimana Jungkook sukses membuatku hampir kehilangan nyawa dengan penasaran yang bertubi-tubi.

Tentang apa yang sedang Jungkook rencanakan dari dirinya sengaja mengalah demi membuat dirinya kalah dalam pertandingan.

Semuanya berhenti, rasa takut dan akhirnya aku membuka kelopakku secara sempurna dan menoleh kearah Jungkook. Bersamaan dengan mobil yang ku tumpaki seketika berhenti, menepi ke kanan dan membuatku hampir memukulnya jika aku tidak teringat aku masih merasa sungkan. Bagaimana rasa takut dan penasaran melebur didalam benak hingga rasanya aku ingin membuat lelucon Jungkook berhenti sampai disana.

Hanya berselang sepersekian detik Jungkook balik menatap mataku, menyelam kembali hingga rasanya auranya berubah menjadi mencekam, panas dan dingin secara bersamaan. Aku mulai menyadari satu hal; bahwa Jungkook terlalu abu-abu untuk di pahami. Jungkook terlampau memancing penasaranku, terkhusus untuk tragedi pukul memukul bersama Jimin dan balap mobil dengan Taehyung dan sengaja membuat dirinya kalah, bahkan sekarang Jungkook sungguhan memberhentikan mobilnya jauh dari garis finish.

"Kau mempermainkan sebuah permainan?" ucapku setelah berhasil membuat diriku sendiri bisa bernafas dengan baik. Memelankan degup tak beraturan hanya karena permainan nyawa yang Jungkook ciptakan.

Berusaha membentengi diri, menukik tajam atas pemikiran yang melanglang buana pada satu titik pusat; Jungkook bukan pria biasa.

Seharusnya aku menyadari dari awal, tapi nyatanya Jungkook bahkan sudah berlatih untuk selalu mengendalikan situasi. Membuatnya semurni mungkin dan menyamarkan semua yang terjadi menjadi sebuah kebetulan tanpa perencanaan. Aku bodoh dalam menganalisis? Atau memang Jungkook dan isi kepalanya yang terlalu jauh dari akal sehatku?

"Kau mau membunuhku ya?!"

Jungkook bukan tipikal orang yang akan langsung menyangkal duga atau membenarkan diri. Jungkook hanya diam, kembali menoleh kearahku setelah sebelumnya melepas sabuk pengamannya sendiri.

Tidak terasa karena gerakan Jungkook bisa dibilang secepat kilat. Bagaimana sekarang Jungkook sudah membuatku dengan posisi hampir terlentang karena dia sengaja menekan tombol disamping kursiku, menurunkan kursiku hingga rasanya aku lupa cara bernafas.

Sudah ku bilang Jungkook itu sangat sulit ditebak, tidak pernah aku bayangkan bahwa aku akan berada dibawah Jungkook dengan posisi se erotis ini. Diatas kursi mobil dan Jungkook seperti ingin mendominasi. Menjadikan lengannya sebagai penyangga tubuhnya selagi dia berada diatasku. Tidak menindih tapi wajahku bisa merasakan setiap embusan nafasnya yang serasa menyapu-nyapu wajahku dengan cara yang kelewat seduktif.

Jemari tangan satunya menggapai pelipisku, beringsut menyingkirkan ke belakang telinga beberapa helai rambut yang menutupi kelopak mataku. Tidak ada kalimat seduktif atau sentuhan erotis sejauh ini, hanya saja perlahan aku bisa merasakan bahwa Jungkook benar-benar ikut terbaring di kursi sempitku. Mengambil pinggangku dan menariknya hingga wajahku menubruk dada bidangnya. Seketika penghidu ku mampu merakus menghirup feromon maskulinnya; vanilla dan citruss. Aromanya memabukkan disetiap tarikan nafas, seperti candu baru yang mampu menggetarkan kewarasanku.

Rupanya posisi ini juga tidak bertahan lama, merasakan bunyi jaketnya yang bergesek pada kursi mobil, seperti gemerisik halus karena bahan parasut pada jaket hitamnya. Tidak ada penolakan atau hanya sebuah dorongan yang membuatnya berakhir menjauh. Entah apa yang sedang ada dipikiranku, karena aku menikmati betapa Jungkook begitu manis. Seperti dia sangatlah tahu cara memperlakukan seorang gadis, terlebih lagi memberikan sebuah sentuhan manis.

"Jung..."

"Ehm?" sungguhan. Dehemannya saja sudah membuatku kelimpungan sendiri. Suara berat yang mencerminkan dia adalah pria dewasa. kelembutan serta ketegasan yang tercermin menjadi satu dalam satu tarikan suaranya.

"Apa yang kau lakukan?"

Aku tahu. Menanyakan itu sama hal nya aku bunuh diri. Memancing informasi lagi tentang siapa Jungkook yang sepertinya selalu menguras energiku berpikir. Aku hanya makan corndog dan banana milk shake sore tadi, dan otakku harus berpikir seperti layaknya detektif dan itu rasanya aku seperti sedang menjalankan tugas. Lelah dan letih secara bersamaan. Meskipun aku menikmati setiap detikku bersama Jungkook, aku rasa dia bukan tipikal pria yang berontak dihadapan seorang gadis. Sekali lagi, dia itu mumpuni dalam hal pengendalian emosi.

"Melindungimu." ucap Jungkook lalu mengecup keningku, setelah melakukan itu, segera Jungkook menarik diri dan kembali pada kursinya.

Sukses aku bingung di tempatku sekarang, terlentang seperti seorang pesakitan yang merindukan belaian. Sialan!

Mungkinkan sekarang aku yang salah bergaul dan menerima Jungkook menjadi temanku? Mungkin memang iya begitu adanya.

[]

Siguiente capítulo