.
.
Stefany akhirnya tertidur setelah pikiran nya terlalu memikirkan hal yang tidak tidak.
Lama lama ia lelah juga, dan rasa kantuk pun menyerang.
Sesaat terlelap , seseorang masuk melalui jendela yang terbuka.
Stefany masih tertidur dan tidak menyadari bahwa ada orang yang masuk.
Setelah melangkah masuk melalui jendela, orang asing itu melangkah pelan menuju ranjang dimana Stefany tertidur.
Di amati gadis yang sedang tertidur itu, walaupun wajahnya masih sangat lumayan parah akibat luka bakar, Stefany masih terlihat cantik.
Orang asing itu mengelus pipinya dengan lembut dan secara perlahan lahan.
Merasa ada seseorang yang menyentuhnya, Stefany segera membuka matanya .
Matanya terbelalak dengan apa yang di lihatnya.
Cam tersenyum sambil terus mengusap pipinya.
Tiba tiba saja mulut Stefany mendadak bisu, ia tak bisa mengeluarkan suara sepatah kata pun.
Ia ingin sekali meminta tolong,tetapi mulutnya terasa terkunci.
Akhirnya Stefany hanya bisa mengeluh dan menangis.
Cam lalu menarik kursi yang berada tak jauh dari nya.
Lalu Cam duduk di samping ranjang nya.
Ia lalu menarik lengan Stefany secara perlahan lalu membelai nya dengan lembut.
"Maaf, karena perbuatan ku kau menjadi seperti ini. Tapi aku tidak menyesal, karena kau pantas menerima ini dariku".
Cam tertawa renyah , sambil terus membelai tangan gadis itu.
Stefany tak bisa berbuat apa apa selain menangis .
Sejujurnya ia ingin sekali berteriak untuk meminta tolong agar mengusir Cam dari sini.
"Sshh.. Kau tak perlu menangis, aku tau kau tidak mau menemui ku lagi.
Tapi aku tak bisa melepaskan mu begitu saja, kau miliku Stefany! You are the only one for me".
"Maka dari itu aku akan terus menemui mu sampai kau luluh dan mau mengatakan bahwa kau hanya milikku".
"Aku tidak akan mengulang kata kataku, Stefany Madison. Katakan padaku bahwa kau adalah milikku, maka aku tidak akan melakukan hal ini lagi padamu".
Cam begitu tetap bersikeras untuk memaksa Stefany.
Tetapi Stefany lagi lagi tidak sudi untuk mengatakan kalimat itu pada Cam.
Cam akhirnya menghela nafas, lalu menahan emosi yang perlahan mulai merasuki nya.
Lalu Cam kembali tertawa, entah apa yang ia tertawakan Stefany semakin bingung dengan sikap Cam yang menjadi semakin gila setiap hari nya.
Pandangan Cam berubah menjadi tajam, ia menatap Stefany dengan tatapan benci .
Dengan kasar, Cam melepaskan selang infus yang tertancap di tangan kanan nya.
Stefany meringis keras dan tak lama tangan nya itu mengeluarkan darah yang lumayan banyak.
"Please, please... Dont do t.. That".
Stefany memohon walaupun suara yang di keluarkan sangat pelan.
"Aku akan berhenti melakukan hal ini setelah kau mengatakan hal yang ku ucapkan barusan".
Stefany tetap tak mau melakukan itu selain menangis sesenggukan.
Cam mulai kehabisan kesabaran nya, dan ia pun menarik bantal yang di tiduri Stefany dan di gunakan untuk membungkam nya.
Sangat benar ,karena Stefany tidak bisa bernafas kali ini.
Stefany sudah pasrah bahwa ia akan mati saat ini juga.
.
.
.
"Cam.. mmmmhhh!!".
Stefany berteriak tak karuan, dan hal itu lantas membuat Joon-yong khawatir.
Ia pun mulai berusaha untuk membangunkan Stefany yang meracau dengan suara keras.
"Stefany!? Kau kenapa? Bangunlah!".
Ucap Joon-yong sambil memegang pundak nya.
Lima detik berikutnya Stefany membuka matanya lalu melihat sekeliling.
Saat matanya menangkap ada sosok Joon-yong , ia lantas menangis dengan kencang.
"Aku takut.. Cam datang kemari lalu berusaha untuk membunuhku".
"Kumohon jangan tinggalkan aku sendirian disini".
Stefany memegang lengan Joon-yong dengan gemetaran.
Bahunya naik turun seiring dengan tangisan nya.
Joon-yong langsung menenangkan nya sebisa mungkin.
"Tenanglah, aku berada disini untuk menemanimu. Tidak ada yang perlu kau cemaskan, lagipula Cam tidak akan tau bahwa kau berada disini".
"Tapi.. Aku melihatnya dia masuk dan dia mencoba membunuhku".
"Itu hanya mimpi buruk, karena kau terlalu cemas. Mulai hari ini buang jauh jauh pemikiran buruk mu , dan cobalah untuk lebih tenang".
Joon-yong mengelus pundaknya dengan pelan, karena hanya dengan cara itu agar Stefany tidak merasa panik lagi.
Tak lama Stefany mulai mengatur nafasnya , mencoba untuk lebih tenang.
Dan mempercayai hal yang di katakan oleh Joon-yong.
"Kau sudah merasa lebih tenang sekarang? Jika sudah kau harus segera makan. Suster sudah menyiapkan makanan ini untukmu, saat kau masih tertidur".
Joon-yong menarik nakas di belakangnya lalu mengambil semangkuk sup.
Joon-yong menyuapi Stefany dengan pelan, awalnya Stefany menolak untuk makan, karena perutnya sama sekali tidak merasa kelaparan.
Tetapi karena untuk kesehatan nya, akhirnya Stefany menerima suapan sup yang Joon-yong berikan.
"Kau harus menghabiskan nya, agar kau cepat pulih".
Joon-yong tersenyum hangat lalu kembali menyuapinya.
Sudah delapan sendok, dan Stefany tak bisa menghabiskan semuanya.
Tapi yang penting perutnya tidak terlalu kosong.
.
.
.
Pintu terbuka , Daddy nya datang setelah pekerjaan nya selesai.
Kini kesehatan anaknya adalah yang terpenting.
Maka dari itu Daddy nya harus pintar untuk mengatur waktu antara untuk pekerjaan dan anaknya .
"Bagaimana keadaan mu? Kau sudah makan hari ini hmm?".
Stefany mengangguk pelan dengan senyuman tipis.
Kehadiran Daddy nya , membuat Stefany lebih tenang .
Dan setidaknya kecemasan nya berkurang.
Daddy nya akan menginap di rumah sakit, jadi akan lebih mudah jika Stefany membutuhkan sesuatu.
Joon-yong segera membereskan mangkuk sisa makanan nya ,lalu kembali meletakan nya di atas nakas.
Ia juga harus segera pulang, karena Joon-yong sudah berada disini setelah pulang sekolah.
"Kau akan pulang sekarang? Terimakasih karena sudah menjaga Stefany".
Daddy nya menepuk pundak Joon-yong lalu mengantarnya sampai keluar pintu.
"Aku pulang dulu".
Joon-yong membungkukan tubuhnya lalu ia segera melangkah untuk pulang kerumah.
.
.
.
"Anak itu sangat baik".
Stefany tersenyum saat Daddy nya memuji Joon-yong.
"Joon-yong memang sangat baik, dia yang menyelamatkan ku pada saat itu".
"Kau beruntung mempunyai teman sepertinya".
Daddy nya lalu duduk di samping ranjang sambil mengusap kepala Stefany dengan lembut.
"Kau mau makan buah? Akan Daddy kupas kan untukmu".