webnovel

Nightmare can be real.

.

.

.

Stefany sedang bersandar di bantalnya sambil membaca sebuah buku.

Sejujurnya Stefany bosan dengan aktifitasnya di rumah sakit, tetapi keadaan nya belum pulih maka dari itu ia harus bersabar sampai dokter mengizinkan nya untuk pulang ke rumah.

"Huft... ".

Stefany menghela nafas bosan, ia sudah membaca buku majalah lebih dari lima buku.

Ingin sekali jika ia bisa pergi berjalan jalan keluar taman rumah sakit, sekedar untuk menghirup udara segar.

Tetapi Stefany malu , karena wajah nya masih mengelupas dan perih.

Ia malu jika pasien rumah sakit lain nya takut untuk melihat wajahnya.

Jadi apa boleh buat.

"Selamat siang nona Stefany, bagaimana keadaan mu hari ini?".

Terlihat ada seorang perawat pria masuk keruangan Stefany sambil mengecek kantung cairan infus, memastikan jika harus sudah di ganti atau belum.

"Umm selamat siang".

Stefany menebar senyum dengan menyapa nya balik.

"Kau sudah makan? Dan apa ada keluhan lain?  Seperti tubuhmu yang tiba tiba sakit?".

Tanya perawat itu lagi.

"Tidak, tapi apakah aku bisa menawar untuk mengganti menu makanan nya. Aku sedikit bosan dengan makanan itu".

Perawat itu terkekeh mendengar kalimat Stefany.

Lalu ia juga melihat mangkuk yang berada di atas nakas sudah habis.

Stefany menghabiskan makanan nya, dan itu akan membuatnya lebih cepat pulih.

"Tentu, kau bisa menawar menu makanan jika bosan, kami juga punya banyak beberapa menu untuk di pesan".

"Dan aku juga mengerti , beberapa pasien juga tidak menyukai menu rumah sakit. Karena ini memang makanan sehat dan terjamin ketimbang makanan yang berada di luar".

"Kalau begitu aku ingin mengganti menu sup ku dengan nasi saja. Dan aku juga ingin ada makanan manis".

Perawat itu mengangguk lalu menulis pesanan yang Stefany inginkan.

Setelah selesai menulisnya ia langsung membereskan mangkuk sisa makanan nya untuk di bersihkan.

"Apakah kau tidak berniat untuk keluar? Maksudku mungkin kau bosan jika terus berada di sini".

Tanya nya.

"Sejujurnya aku ingin keluar , duduk di kursi taman. Tetapi aku malu jika ada pasien yang melihat wajahku".

Stefany tertunduk setelah mencurahkan isi hatinya.

"Tidak apa-apa, beberapa pasien akan mengerti hal itu. Kau tidak perlu merasa malu".

"Aku akan menemani mu jika kau ingin keluar".

Mata Stefany berbinar mendengar tawaran nya.

Setidaknya jika ia belum boleh untuk pulang, Stefany bisa melepas kebosanan nya dengan keluar dan duduk di taman sambil menghirup udara segar.

Gadis itu mengangguk pertanda menerima ajakan nya.

Stefany akan keluar sebentar saja sambil menunggu Daddy nya datang.

Setelah susah payah menopang tubuhnya sendiri untuk duduk di kursi roda , akhirnya Stefany bisa keluar untuk menikmati dunia luar.

Perawat itu mendorong kursi roda nya , dan sesuai dengan perkataan nya ia akan menemani Stefany di taman.

Stefany tersenyum senang saat sinar matahari menyentuh kulitnya, ia seperti baru keluar dari gua yang gelap dan pengap.

Kursi roda nya terhenti di bawah pohon yang rindang, Stefany bisa melihat ada beberapa anak anak yang berlarian kesana kemari sambil tertawa kecil.

"Terimakasih kau sudah mengeluarkan ku dari kamar yang membosankan itu".

Lagi-lagi perawat itu terkekeh.

"Sama-sama nona, aku sama sekali tidak keberatan untuk itu".

.

.

.

"Aku ada urusan sebentar, aku akan segera kembali".

Stefany mengangguk , ia rasa tak apa jika di tinggal sendirian untuk sementara.

"Menyenangkan sekali bisa berada di luar".

Senyum nya itu makin merekah saat Stefany bisa merasakan sejuknya angin yang berhembus.

"Aku tidak pernah melihat perawat seperti dia".

Tiba tiba saja wanita tua yang duduk di kursi taman berbicara pada Stefany.

Rambut yang sudah berwarna putih juga sudah sangat terlihat.

"Maksudmu?".

Stefany bertanya se sopan mungkin , sambil terheran heran dengan pernyataan wanita itu barusan.

"Aku sudah berada disini selama bertahun tahun, dan aku sangat tau betul tentang semua perawat yang bekerja disini".

Ucap wanita itu.

"Mungkin itu adalah perawat baru yang bekerja disini".

Stefany mencoba tak mempermasalah kan hal itu.

"Selain menjadi pasien , dulu aku juga seorang perawat semasa muda. Kira kira seumuran mu. Dan aku selalu tau apakah ada pekerja baru yang bekerja disini".

"Aku tidak pernah melihat ada perawat yang seperti itu barusan, lalu aku juga tidak mendengar ada perawat baru yang bekerja disini".

Seketika Stefany di buat bingung dengan wanita itu.

Tapi ia mencoba tak memusingkan  nya. Ia hanya memahami, mungkin karena faktor usia jadi wanita itu mengatakan hal yang tak masuk akal.

"Nona, maaf aku membuatmu menunggu lama. Aku rasa kita kembali saja ke kamarmu sekarang".

Kursi roda itu di dorong oleh perawat barusan, dan mereka tidak menuju ke kamar Stefany. Melainkan menuju ke parkiran dimana sudah ada mobil berwarna merah yang terparkir disana.

"Tunggu! Kenapa kau membawaku kesini!? Bukankah kita seharusnya menuju ke kamarku?".

"Dan.. itu, mobilnya Cam? Kenapa ada mobilnya Cam disini!?".

Stefany tak bisa berpikir jernih , jantungnya serasa ingin meledak karena pria yang ia takuti berada di depan nya lalu keluar dari mobilnya.

"Aku senang kau masih mengenaliku, terutama mobil ku".

Cam tersenyum lalu melangkah menghampiri Stefany , dan ia langsung mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya.

"Ini bayaranmu, terimakasih sudah membawa pasien ini untukku".

"Dan senang sekali bisa bekerja sama denganmu".

Ucap Cam, lalu berjabat dengan perawat palsu itu.

Stefany mencoba menyaring sesuatu yang terjadi saat ini.

Jadi selama ini ia di jebak, dan Cam membayar seseorang untuk membawa nya.

"Help me..!!! Somebody please help me!".

Stefany mencoba berteriak se keras mungkin, dan berharap ada seseorang yang mendengarnya.

"Cepat bawa dia ke mobilku sekarang!".

Cam langsung menuju mobil dan orang bayaran itu juga tengah menyeret paksa Stefany masuk kedalam mobil.

Seharusnya aku tidak usah tertarik untuk keluar rumah sakit tanpa Daddy, seharusnya aku mendengarkan dan mempercayai ucapan wanita tua itu.

Seharusnya aku kabur saja saat masih sempat walaupun tubuhku masih sangat begitu lemas.

Beribu ribu hal yang ingin Stefany sesali, tetapi hal itu sudah tidak penting baginya.

Ia sudah terlanjur tertangkap oleh Cam, dan Stefany mulai putus asa.

Saat mobil menuju keluar rumah sakit, Stefany melihat Joon-yong yang hendak masuk kedalam parkiran.

Stefany memukul-mukul kaca mobil dengan keras agar Joon-yong bisa menyadari keberadaan nya.

"Joon-yong tolong aku!! Joon-yong kumohon !".

Tepat saat Stefany berteriak sambil memukul kaca mobil itu, Joon-yong menyadari hal itu.

Ia lantas langsung mengejar mobil Cam yang membawa Stefany pergi.

Joon-yong juga sempat menghubungi polisi untuk mengincar mobil Cam.

"Sial, dia mengejar kita. Tembaki dia sekarang!".

Ucap Cam, lalu ia memberi sebuah pistol kepada orang suruhan nya itu.

Lelaki itu menarik pelatuknya lalu menembaki Joon-yong dengan tiga kali tembakan.

Stefany hanya bisa berharap bahwa Joon-yong tidak terkena tembakan itu.

"Terus tembaki dia, atau tidak kau bisa tembak ban motornya itu supaya dia tak bisa mengejar kita lagi".

Stefany menyadari bahwa pintu mobil di sebelahnya tidak terkunci.

Dan kecepatan mobil pun tidak terlalu begitu cepat.

Apa ia harus meloncat demi melarikan diri?

Hanya itu satu satu nya cara.

Akhirnya Stefany membulatkan niatnya, ia membuka pintu di sebelahnya lalu menjatuhkan diri begitu saja.

"No!! Stefany!!".

Cam mengumpat dengan kasar, sambil membanting setirnya. Karena ulah nya yang begitu terburu buru ia lantas lupa untuk mengunci pintu mobilnya.

Stefany menjatuhkan dirinya dan membuatnya terguling selama beberapa kali.

Joon-yong segera menghentikan motornya itu lalu menghampiri Stefany yang sudah tak sadarkan diri.

Di bagian siku tangan nya pun terdapat beberapa luka yang cukup lumayan parah.

"Stefany? Bangunlah, kumohon..Stefany".

Cam hendak merebut kembali Stefany, tetapi ada mobil polisi yang mengincarnya lebih dulu.

Untuk itu Cam langsung tancap gas untuk menghindari kejaran polisi.