Haruna melangkah pergi ingin kembali ke kamar.
"Tunggu!"
"Apa lagi?" tanya Haruna dengan nada kesal.
"Bisa saja kamu menaruh racun dalam spaghetti ini. Cicipi dulu sebelum pergi!"
"Apa? Kamu sedari tadi duduk mengawasiku memasak. Memangnya kapan aku punya kesempatan menaruh racun?" tanya Haruna dengan emosi yang memuncak.
Tristan tidak mendengarkan penjelasan Haruna dan tetap memberikan garpu pada Haruna. Haruna mengambil garpu dari tangan Tristan dengan kasar dan mengambil sedikit spaghetti dalam piring. Haruna menyuapkan dan menelannya di depan Tristan.
Braakk!
Haruna menaruh garpu bekas dirinya menyuapkan spaghetti di atas meja, sambil menggebrak meja itu.
Tristan tidak mempedulikan kemarahan Haruna, iamengambil kembali garpu yang Haruna taruh.
"Sudah puas? Sudah lihat, kan, tidak ada yang terjadi padaku? Artinya tidak ada racun dalam spaghetti ini," ucap Haruna.
"Aku tahu, aku hanya ingin makan memakai garpu bekas bibirmu. Pasti rasanya lebih enak," ucap Tristan menggoda Haruna.
Haruna terdiam beberapa saat lalu melangkah pergi dengan kesal. Haruna masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. Haruna melirik jam di dinding sudah menunjukkan jam sebelas malam. Tiba-tiba ia teringat pada Kiara.
"Kia sudah tidur belum, ya?" lirih Haruna. Haruna berbaring di ranjang dan mengedarkan pandangannya berkeliling. Kamar yang ia tempati ukurannya tiga kali lipat dari kamar Haruna di rumah Kamal. Haruna tidak dapat memejamkan matanya. Kamar ini terasa asing dan dingin bagi Haruna. Ia terbiasa tinggal di rumah sederhana yang sangat hangat oleh kasih sayang dan kebersamaan. Berbeda sekali dengan rumah besar yang tidak diisi dengan kasih sayang dan hanya ditinggali oleh laki-laki dingin dan menyebalkan seperti Tristan.
Setelah selesai menghabiskan spaghetti dalam piring, Tristan masuk ke dalam kamarnya. Niatnya mengerjai Haruna, tetapi ternyata Haruna bisa membuat spaghetti yang sangat enak. Tristan terpaksa memakan dan menghabiskannya meski setelahnya ia harus berolahraga dulu sebelum tidur. Tristan sangat menjaga tubuh dan penampilannya. Tristan melakukan beberapa kali push up dan stretching ringan sebelum tidur.
***
Pagi hari
Christian datang berkunjung ke rumah Haruna. Dalam perjalanan ia membeli seikat bunga mawar putih dan satu batang coklat. Dengan senyuman lebar Christian kembali melaju membawa mobilnya menuju rumah Haruna. Hanya butuh sepuluh menit perjalanan dari toko bunga ke rumah Haruna. Christian pun sudah tiba di depan rumah Haruna.
Tok! Tok! Tok!
Anggi berjalan lesu menuju pintu. Biasanya jam delapan pagi Anggi sudah selesai memasak di dapur, tetapi hari ini Anggi bahkan belum melakukan apapun setelah ia terjaga semalaman karena memikirkan Haruna. Christian membawa bunga dan coklat di tangannya, ia berdiri sambil merapikan dasinya. Tidak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka.
"Selamat pagi," ucap Christian.
"Selamat pagi. Anda siapa? Mau cari siapa?"
"Pagi, Tante. Perkenalkan, nama saya, Chris. Saya teman Haruna," ucap Christian sambil mengulurkan tangannya.
Anggi menatap wajah Christian dengan seksama, lalu Anggi membalas uluran tangan Christian. "Anggi, saya ibunya Haruna."
"Oh. Apa Haruna sudah bangun, Bu?" tanya Christian.
"Haruna, dia …." Anggi bersedih dan air matanya kembali meluncur mulus di pipi polos tanpa bedak itu. Anggi tidak bisa menutupi kesedihannya. Apalagi saat melihat Christian yang membawa bunga dan coklat. Seharusnya Anggi merasa bahagia jika saja Haruna ada di rumah karena Christian anak yang sopan dan baik. Hal yang selalu menjadi impian Anggi, melihat seorang lelaki yang mencari Haruna dan menyukai putri angkatnya itu.
Namun, disaat ada lelaki yang mencarinya, Haruna justru dibawa orang lain sebagai sebuah jaminan. Christian menjadi bingung kenapa Anggi menangis saat Christian bertanya tentang Haruna. Dalam kebisuan yang tercipta diantara Anggi dan Christian, Vivi datang sambil menggendong Kiara.
"Ada apa dengan Haruna, Bu?"
"Haruna dibawa pergi seseorang secara paksa. Ibu … tidak bisa melindungi Haruna," ucap Anggi. Ia lalu pergi meninggalkan Christian bersama Vivi dan Kiara. Anggi masuk ke dalam kamar dan kembali menangis tersedu-sedu. Kamal yang baru tertidur jam lima pagi itu kembali terbangun. Kamal hanya bisa memeluk tubuh istrinya.
Christian masih belum mengerti dengan ucapan Anggi.
"Vi, maksud ibumu Haruna dibawa pergi siapa?"
"Keluarga kami berhutang sebanyak 2 Milyar rupiah. Kak Haruna dibawa oleh orang yang meminjamkan uang pada papa. Kak Haruna dijadikan jaminan agar papa melunasi hutangnya," ucap Vivi. Ia menceritakan semua yang terjadi kemarin malam.
"Dibawa kemana? Aku akan membawa Haruna kembali," ucap Christian. Baginya uang 2 Milyar bukanlah masalah jika demi Haruna.
"Tristan Izham Putra, dia yang membawa Kak Haruna pergi."
Deg!
Christian sontak terkejut. Nama itu tidak asing di telinga Christian, tetapi ia tidak mengerti kenapa Tristan melakukan hal seperti itu? Untuk apa Tristan membawa Haruna demi uang 2 Milyar dan kenapa ia meminjamkan uang sebanyak itu pada keluarga Haruna? Keluarga Haruna jelas-jelas tidak terlihat seperti keluarga boros. Untuk apa keluarga Haruna meminjam uang pada Tristan? Begitu banyak pertanyaan dalam benak Christian. Ia pun bertanya kembali untuk memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar.
"Tristan Izham Putra? Kamu yakin itu nama orang yang membawa Haruna?"
"Ya, di kertas perjanjian ada nama dan tanda tangannya. Vi, yakin tidak salah mengingat," ucap Vivi.
"Om, bawa mama pulang kesini lagi. Kia kangen mama," ucap Kiara dengan wajah sedih.
"Bisa kamu ambil surat itu, aku akan menebus Haruna." Christian meminta surat bukti pinjaman yang diberikan para preman tiga hari yang lalu pada Vivi.
"Sebentar, Kak, aku akan ambilkan."
Vivi meninggalkan Christian dan pergi melangkah dengan lesu ke kamar Kamal. Suara tangisan sang ibu masih terdengar, tetapi Vivi harus mengambil surat itu. Vivi mengetuk pintu kamar dan memutar gagang pintu.
"Pa, Mama kemana?" tanya Vivi.
"Sedang di kamar mandi. Ada apa, Vi?" tanya Kamal dengan mengernyitkan kepala. Semalaman Kamal menemani istrinya dan tidak tidur sama sekali. Hal itu membuat kepalanya sedikit pusing.
"Vivi mau minta surat tagihan hutang kita. Siapa tahu saja, Kak Chris bisa membantu," jawab Vivi sambil mengambil surat yang ada di meja. Vivi segera keluar dan memberikan surat itu pada Christian.
Christian memberikan coklatnya pada Kiara dan mengambil surat di tangan Vivi. Bunga yang akan diberikan pada Haruna, Christian membawanya kembali ke dalam mobil. Christian melaju pergi menuju rumah Tristan. Ia membaca nama dan tanda tangan yang tertera di dalam surat perjanjian hutang.
"Jadi, itu benar-benar kamu, Tristan. Kamu masih saja suka menindas orang dan bersikap kekanakan." Christian melaju dengan kecepatan tinggi menuju rumah Tristan.
Setengah jam kemudian, Christian sudah tiba di depan gerbang rumah Tristan. Namun, ada yang aneh dari keadaan rumah itu. Christian merasa heran kenapa rumah itu terlihat sepi. Tidak seperti biasanya jika Christian berkunjung ke rumah Tristan. Biasanya ada dua orang penjaga gerbang dan beberapa pelayan wanita yang sibuk membersihkan rumah dan halaman.