webnovel

Olahraga tengah malam

Vivi duduk menunduk di samping Ikhsan. Ikhsan dengan sabar menunggu Vivi hingga tangisnya mereda. Vivi mengusap sisa air mata di pipinya dengan tisu. Perlahan Vivi mengatur napasnya dan menceritakan kejadian yang menimpa keluarga mereka.

"Kak Haruna dibawa oleh orang yang meminjamkan uang pada papa. Kami tidak bisa menghentikan mereka membawa Kak Haruna." Vivi kembali terisak dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Om Kamal berhutang berapa banyak? Kenapa harus membawa Kak Haruna sebagai jaminan?"

"2 Milyar rupiah."

"Apa? Sebanyak itu? Untuk apa om meminjam uang sebanyak itu?"

"Sebenarnya papa cuma berhutang 20 juta rupiah. Entah kenapa jadi sebanyak itu dan malam ini adalah hari terakhir mereka memberi waktu untuk membayar."

"Kenapa tidak dilaporkan saja pada polisi. Ini sama saja tindak kriminal," ucap Ikhsan. Namun, Ikhsan tidak tahu siapa yang mereka hadapi. 'IZHAM Corporation' bukanlah perusahaan biasa. Mereka bisa dengan mudah memutarbalikkan fakta yang akan merugikan keluarga Kamal.

"Tidak semudah itu, Kak. Kakak tidak tahu siapa yang kami lawan. Dia adalah Tristan Izham Putra, putra kedua dari pemilik 'IZHAM Corporation' dan kami tidak ada seujungkukupun dari keluarga mereka," ucap Vivi. 

Ikhsan pun hanya bisa diam. Dia tidak bisa membantu apapun. Ikhsan hanya bisa membantu menenangkan Vivi. Sementara Anggi masih terisak di kamar. Ikhsan merasa simpati pada keluarga Kamal, padahal keluarga Kamal sangat membuat masyarakat sekitar komplek merasa iri. Iri dengan keharmonisan dan ketenangan keluarga ini. Namun, rupanya badai telah membuat perahu yang sedang berlayar dengan tenang ini terhempas dan porak poranda. Bahtera keluarga bahagia ini terguncang, membuat seisi penghuninya sedih.

"Kak Ikhsan pulanglah! Ini sudah malam, Vi takut ada yang berpikir macam-macam," ucap Vivi. Ia mengusir Ikhsan pulang secara halus. 

"Ya. Kakak pulang dulu. Jangan menangis lagi, ok!" ucap Ikhsan.

Vivi tersenyum dan mengantar Ikhsan sampai depan pintu. Setelah Ikhsan keluar dari halaman rumah Kamal, Vivi segera menutup pintu dan menguncinya. Ikhsan tinggal di samping rumah Kamal seorang diri. Ikhsan tidak punya orang tua, mereka sudah meninggal. Ikhsan hanya mempunyai seorang adik yang baru berusia empat belas tahun. Namun, adiknya tidak tinggal bersamanya melainkan tinggal dengan paman dan bibinya di Kalimantan. Ikhsan berkali-kali dibujuk oleh paman dan bibinya agar mau ikut, tetapi Ikhsan lebih suka hidup mandiri di Jakarta.

***

Tristan membuka pintu rumah besar miliknya. Rumah itu begitu mewah dan besar, tetapi saat Haruna masuk ke dalam rumah, rumah itu sepi. Seakan di rumah itu tidak ada kehidupan lain selain sang pemilik rumah. Dengan takut, Haruna bertanya pada Tristan. 

"Kenapa sepi sekali?"

"Aku memecat semua pelayan di sini, agar jika kamu berubah pikiran dan memutuskan masuk ke kamarku di tengah malam, tidak ada yang tahu selain kau dan aku," ucap Tristan dengan senyum mesum yang membuat Haruna merinding.

"Rumah sebesar ini hanya aku yang menjadi pelayan dan membersihkan rumah? Apa kau pikir aku ini robot?"

"Lagipula tidak ada yang menyuruhmu membersihkan rumah. Di rumah ini akan ada yang datang membersihkan rumah setiap pagi. Sarapan, makan siang dan makan malam untukku, semua kamu yang harus siapkan. Intinya, kau adalah pelayan pribadiku. Aku tidak mengizinkan kamu melakukan pekerjaan tanpa perintah dariku!" ancam Tristan. 

"Aku tidak tahu jika Presdir perusahaan ternama dan sangat berkuasa ini hanyalah pecundang yang suka menyekap anak gadis orang," ejek Haruna. "Akh … sakit. Lepaskan tanganku! Lepas … brengsek!" ucap Haruna.

Tristan marah mendengar ejekan Haruna dan menyeret Haruna ke kamar. Tristan melemparkan tubuh Haruna ke atas ranjang.

"Tidur dan diamlah! Jangan membuatku marah atau aku akan membuatmu benar-benar menyesal. Oh, iya aku lupa, apa tadi kau bilang, anak gadis orang? Apa kau masih gadis? Kau sudah memiliki seorang putri dan kau masih menganggap dirimu anak gadis?" tanya Tristan sambil tersenyum merendahkan Haruna.

Haruna diam tidak menjawab atau membantah kata-kata Tristan. Bagi Haruna akan lebih baik jika Tristan menganggapnya seorang ibu-ibu meskipun kenyataannya berbeda. Sejak dulu Haruna tidak pernah sekalipun berpacaran, bahkan ciuman pertamanya juga diambil paksa oleh Tristan di dalam toilet. 

Setelah mengancam Haruna, Tristan masuk ke dalam kamarnya yang terletak di samping kamar Haruna. Tristan langsung masuk ke kamar mandi dan membasuh tubuhnya dengan air hangat. Di bawah guyuran air shower, Tristan mencoba meredam emosinya. Entah kenapa setiap kali Haruna berkata kasar dan mengejeknya, gairah Tristan justru bergejolak. Ingin sekali Tristan memakan habis tubuh Haruna yang bagaikan magnet. Tristan selalu ingin menyentuh Haruna, apalagi jika Tristan menatap bibir sensual Haruna, Tristan ingin sekali mengecap habis bibir tipis merah muda milik Haruna.

Selama ini, Tristan tidak bisa tidur tanpa ditemani wanita malam. Namun, semenjak ia bertemu dengan Haruna, seluruh isi pikiran Tristan hanya ada bagaimana caranya menundukkan Haruna. Tristan terkenal sebagai playboy dan wanita manapun bertekuk lutut di hadapan Tristan. Haruna adalah wanita pertama yang mengatakan kalau Tristan bukanlah tipenya. Tristan menjadi tertarik untuk menundukkan keangkuhan Haruna. Tristan ingin membuat Haruna bertekuk lutut seperti wanita lain. Setelah Haruna jatuh cinta padanya, dia berniat mencampakkan Haruna. Namun, ternyata tidak semudah yang Tristan perkirakan. Haruna semakin membencinya dan semakin sulit bagi Tristan untuk membuat Haruna tunduk padanya.

Setelah selesai mandi dan memakai piyama tidur, Tristan pergi ke kamar Haruna. Ia memutar handle pintu. "Dia menguncinya," gumam Tristan. Akhirnya Tristan mengetuk pintu kamar Haruna.

Tok! Tok! Tok!

"Hei, aku lapar. Bangun dan buatkan aku satu porsi spaghetti," ucap Tristan. Tristan sengaja meminta Haruna membuatkannya spaghetti karena dia yakin kalau Haruna tidak bisa membuatnya. 

Ceklek!

Haruna membuka pintu dengan kasar dan melangkah pergi. Namun, langkah Haruna terhenti dan ia kembali menoleh ke belakang.

"Tunjukkan dapurnya padaku!" ucap Haruna dengan wajah cemberut.

Tristan tersenyum geli saat melihat Haruna cemberut. Setiap tingkah Haruna terlihat unik dan menarik dimata Tristan. Tristan menarik pergelangan tangan Haruna dan membawanya ke dapur. Tristan duduk di depan meja makan sementara Haruna sibuk memasak spaghetti. Tristan terus memandang Haruna yang tengah sibuk memasak. Senyum manis menghias bibir Tristan. Tristan sampai melamun dan tidak tahu sejak kapan Haruna berdiri di sampingnya.

"Spaghetti sudah aku siapkan. Sekarang aku mau tidur," ucap Haruna setelah menaruh sepiring spaghetti di depan Tristan. Ia sangat kesal melihat wajah Tristan yang sangat bahagia menindas Haruna. Entah apa lagi yang akan Tristan lakukan untuk menindas dan membuat Haruna kesal.

Tristan tersenyum melihat spaghetti di hadapannya. Tujuannya ingin mengerjai Haruna, tetapi ternyata Tristan gagal. Ia memikirkan cara lain untuk membuat Haruna kesal. Sebuah senyuman licik tercipta di bibirnya. Ia segera menghentikan Haruna yang hendak beranjak pergi.

Siguiente capítulo