webnovel

T U M B A L

Autor: gulajawir
Horror
En Curso · 78.8K Visitas
  • 10 Caps
    Contenido
  • valoraciones
  • N/A
    APOYOS
Resumen

Demi mendapatkan kekayaan seorang pemuda kampung rela menjadi budak nafsu Setan Kober. Dia mengorbankan madu keperjakaannya untuk dihisap hingga berdarah-darah.

Chapter 11. Juno

Awal pagi yang bergelora, udara dingin masih terasa menusuk tulang, kabut tipis juga masih menyelimuti bumi pedesaan ini. Dan aku masih melingkarkan tubuhku di atas kasur, bersinergi dengan kain sarung dan bermesraan dengan bantal serta guling. Ada yang berontak di balik celana kolorku. Berkedut-kedut mengoyak katun yang menghimpitnya. Oh my God, Angry bird!

Dia marah, mungkin meminta jatah. Karena cairan madu dalam kantong pribadiku sudah saatnya untuk diluberkan. Penampungnya sudah melebihi batas kuota. Sudah beberapa minggu aku memang tidak berjibaku dengan imajinasi libido yang mampu menghantarkan guratan kesenangan batiniah.

Oke, aku sudah tidak tahan lagi. Gempuran syahwat mengalahkan keteguhan hati, untuk tidak bermadu kasih dengan diri sendiri. Tanganku menyelusup ke dalam celana dan meraih si burung pelatuk kebanggaanku. Kucekik lehernya dan kuurut dengan irama naik turun seiring dengan kidung pagi yang membangkitkan gejolak asmara dalam jiwa.

Aku melengkuh, menyuarakan jeritan nafsu yang memuncak di ubun-ubun. Berpacu dalam melodi rasa yang tercipta dari harmoni gesekan sang maestro birahi.

Ackh ... seperti ada ribuan sengatan lebah yang menghampiri sekujur tubuhku, membuat raga ini bergidik dan menggelinjang di atas ranjang. Setiap denyut nadi seolah menggemakan kidung kasmaran yang menenggelamkan pikiran warasku.

Huh ... ada segumpal rasa yang menyelubungi persenggamaan semu yang mengisi titik-titk ilusi. Bagai delusi yang mengejangkan seluruh ruang sanubari. Mewujudkan ketegangan di setiap sendi. Tanpa logika yang berarti, ini semacam destruktif yang memecahkan batas-batas makna sebuah puncak kenikmatan hakiki.

Dan ujung dari ritual itu tiba. Ketika ketegangan otot menyatu bersama kicauan burung yang menyemburkan sari-sari kehidupan sang laki-laki.

Aaackh ... aku mengerang, menggigit badan guling yang tak berdosa. Mencengkram bantal yang tak bersalah dan membanjiri celana yang suci tak bernoda. Hmmm ... nafasku tersengal, melepaskan bulir-bulir keringat sebagai bukti bahwa aku mencapai klimaks.

Ackh ... lega, meskipun ada sedikit penyesalan. Menyesal karena membuang sumber energi dengan percuma.

Tubuhku lunglai dan tergerai di atas kasur. Menurunkan ketegangan dan membaur kembali dengan suasana hari yang sudah memamerkan sinar mentari. Aku masih enggan beranjak dari tempat pembaringanku, mataku seakan terisolasi dan sulit untuk terbuka. Aku merasa lelah hingga akhirnya, aku tertidur lagi.

Aku terbangun ketika suara beker yang nyaring memecahkan sunyi di kamar tidurku. Waktu sudah menunjukan pukul 07.00 WIB. Lalu aku bergegas dari ruang peraduanku dan bergerak menuju ke kamar mandi. Aku melepaskan semua pakaianku dan melakukan kegiatan mandi wajib. Mandi junub untuk membersihkan diri dari hadas besar.

Juno

Setelah mandi, aku berganti pakaian dan bercermin di kaca berukuran sedang yang menempel di lemari. Di sini aku memperhatikan diriku sendiri dengan penuh seksama. Aku berambut ikal, berwajah segitiga (Heart Shape) memiliki tulang pipi yang menonjol. Alisku nanggal kapisan (membentuk cekungan bulan sabit tepat pada tanggal satu perhitungan penanggalan Jawa), lurus dan tebal. Mataku bulat seperti bola kelereng, hidungku mancung seperti prosotan, kumisku tipis, bibir gempal dan daguku sedikit lebar dengan hiasan jenggot yang mulai tumbuh. Postur tubuhku tegap dengan dada yang bidang dan perut yang datar. Otot bisep dan trisepku terbentuk indah meskipun belum sempurna. Tinggiku 170 cm, dengan warna kulit yang eksotis sawo matang. Umurku 20 tahun. Aku seorang berjenis kelamin laki-laki dan namaku Arjuno. Aku biasa dipanggil Juno. Kok Juno, sih? Mengapa tidak dipanggil Arjun saja? Itu panggilan terlalu keren untuk ukuran pemuda kampung seperti aku yang notabene mempunyai wajah pas-pasan dan tak seganteng Arjuna. Aku masih jomblo dan berstatus bujang ting-ting. Pekerjaanku masih serabutan dan paling banyak menghabiskan waktu di kebun dengan aktivitas favorit harianku sebagai buruh tani spesialis mencangkul.

Aku bersahabat baik dengan teman-teman sebayaku yang memiliki nasib yang serupa. Mereka adalah Paijo, Narta, Candi dan Alung. Kami berlima seperti panca indra yang selalu mengisi dan saling melengkapi.

Oke, hari ini aku dan keempat temanku itu akan bekerja sama bahu membahu menggarap tanah Pak Lurah yang sudah mengontrak kami beberapa hari lalu. Dan sehabis sarapan alakadarnya yang telah disiapkan oleh Ibuku berupa nasi bungkus yang hanya berlaukan bumbu megono dan gorengan bakwan. Aku pun segera pergi menemui teman-temanku. Mereka telah menungguku di sebuah tikungan jalan dan sudah siap dengan seragam petani mereka masing-masing lengkap dengan caping dan alat cangkul yang menempel di pundak mereka. Senyum mereka langsung merekah menyambut kedatanganku. Aku pun membalas senyuman tulus mereka dengan senyuman terbaikku, namun hari ini aku merasa ada yang kurang. Salah satu temanku belum menampakan batang hidungnya dan bergabung bersama kami.

''Lho ... ke mana si Alung?'' tanyaku pada Paijo, Narta dan Candi.

''Alung tidak bisa ikut dengan kita, Bro!'' jawab Paijo.

''Kenapa?'' tanyaku lagi dengan nada yang penuh keheranan.

''Kata Ibunya dia pergi ke kota untuk mencari kerja'' jawab Narta.

''Iya, katanya dia juga sudah bosen hidup melarat seperti ini,'' sambung Candi.

''Dia tidak ingin mencangkul lagi, dia kepengen kaya dan jadi orang yang sukses ...'' imbuh Paijo.

''Oh, gitu ...'' Aku mengangguk-anggukan kepala.

''Ya, Jun ... personil kita jadi hilang satu,'' timpal Narta.

''Ya, sudah tidak apa-apa, sebagai teman kita sebaiknya mendukung keputusannya dan mendo'akan dia, agar dia bisa mendapatkan yang terbaik. Aku berharap dia akan sukses sesuai dengan keinginannya.''

''Aamiin!'' timpal Paijo, Narto dan Candi bersamaan.

''Oke ... lebih baik kita langsung ke TKP, yuk! Kita kejar kesuksesan versi kita, walau hanya sebagai pencangkul!'' kataku memberikan semangat kepada teman-temanku.

''Ayukkk!'' jawab mereka kompak.

Kemudian kami berempat langsung berangkat ke tanah perkebunan milik Pak Lurah yang jaraknya tidak jauh dari tempat kami berkumpul. Kami memulai pekerjaan mencangkul meskipun tanpa kehadiran Alung yang kini pergi entah ke kota mana.

También te puede interesar

(In)Sanity

*(R-18)!!! Yuna Akari, Sejak kecil sudah sendiri. Dia selalu sendiri dan tidak pernah ada seorang pun yang ingin bersamanya. Dia selalu di nilai aneh dan sangat Misterius dengan perban yang membalut beberapa bagian tubuhnya. Dia di jauhi, Tidak dicintai, dan tidak di pedulikan. Kedua Orang tuanya mencampakkannya. Orang-orang menjauhinya. Membuatnya selalu..Menyendiri. Yuna Akari memiliki masalah Mental yang sudah ada di dalam dirinya semenjak kecil, Yaitu merasakan rasa bosan yang amat cepat. JikaYuna tidak melaksanakan Hobinya setiap waktu yang sudah ia tentukan, Maka Yuna akan..Menjadi…GILA! Dan jika ada yang berani untuk menyakitinya, Yuna juga akan menjadi…GILA! Dari kecil ia sudah memiliki hati yang Kosong, Hampa, yang tidak dapat di isi oleh siapa pun. Lalu, Dia bertemu dengan seorang Malaikat. Seseorang yang dapat mengisi hatinya yang kosong dan hampa. Seseorang yang dapat menenangkan dirinya dari masalah Mentalnya. Tapi jalan untuk mendapatkannya tidak lah mudah. Selalu saja ada seseorang yang ikut campur dengan Malaikatnya. Selalu saja ada orang yang mendekati Malaikatnya. Selalu saja ada orang yang menghalangi jalannya untuk mendapatkan Malaikatnya. Dan orang-orang itu membuat Yuna Akari iritasi. Yuna akan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan Malaikatnya. Yuna akan melakukan berbagai macam cara untuk menghentikan orang-orang yang mencoba untuk mendekati Malaikatnya. Itupun jika dia harus.. MENYAKITI MEREKA SEMUA! Itupun jika Yuna harus… MEMBUNUH MEREKA SEMUA! ..Mereka tidak punya pilihan lain. ..Malaikatnya Harus menjadi miliknya. ..Menjadi milik Yuna Akari.

FHNorai · Horror
Sin suficientes valoraciones
41 Chs