webnovel

The heir

Sepulang kerja Bara segera menuju basement parkir mobil. Seharian ini Bara merasa sangat lelah. Rapat mendadak yang diadakan pagi tadi membuat beberapa pekerjaannya sempat tertunda. Ditambah lagi hari ini dia sempat berdebat sengit dengan Kimmy.

Bara segera masuk ke dalam mobilnya. Sambil menghela napas, Bara merebahkan kepalanya pada sandaran kursi. Tanpa banyak bicara, Supir pribadi Bara segera menyalakan mobilnya dan pergi keluar dari parkiran. Bara memandang keluar jendela mobil. Ketika melewati pintu keluar, Bara melihat Raya dijemput oleh pria yang sama, yang tadi pagi dilihatnya. Bara segera mengalihkan pandangannya.

"Loh, Pak. Kita mau kemana?" tanya Bara kepada supir pribadinya ketika menyadari mobilnya tidak mengarah ke apartemennya.

"Maaf, Mas. Tadi Bapak pesan, malam ini Mas Bara di minta pulang ke rumah Bapak," ucap Supir Bara dengan sopan.

"Eyang ngga bilang apa-apa sama saya," sahut Bara.

"Tadi kata Bapak, Mas Bara ngga bisa dihubungi, jadi saya diminta langsung bawa Mas Bara ke rumah Bapak."

Bara mencoba mencerna apa yang dikatakan supirnya barusan. Bara teringat Kimmy yang berulang kali menghubunginya akan tetapi tidak sempat Bara terima dan Bara lupa untuk kembali menghubunginya. Bara kemudian memilih untuk memejamkan matanya, perjalanan selama hampir tiga jam ke kediaman Pak Haryo bisa dia gunakan untuk beristirahat sejenak.

***

"Mas Bara, kita sudah sampai." supir Bara membangunkan Bara yang masih tertidur.

Bara perlahan membuka matanya. Dirinya sudah tiba di kediaman Pak Haryo. Bara merenggangkan tubuhnya yang sedikit pegal karena tidur dalam posisi duduk. Bara melihat jam tangannya, sudah pukul sepuluh lewat.

Kediaman Pak Haryo masih terang benderang dan Bara melihat ada sebuah mobil yang masih terparkir di tempat parkir yang khusus disediakan untuk tamu yang berkunjung kerumah Pak Haryo. Bara kemudian turun dari mobil setelah merapihkan sedikit penampilannya.

Pak Agus, asisten Pak Haryo, segera menyambut Bara di depan pintu.

"Malam Mas Bara," sapa Pak Agus.

"Malam, Pak Agus. Eyang ada dimana, Pak?" tanya Bara.

"Bapak ada di ruang kerja, Mas Bara sudah ditunggu sama Bapak," jawab Pak Agus.

Bara segera melangkah menuju ruang kerja Pak Haryo. Bara menduga, dirinya dan Pak Haryo akan membahas perihal rapat yang diadakan pagi tadi. Bara mengetuk pintu ruang kerja Pak Haryo kemudian membuka pintunya dan melangkah masuk kedalam ruang kerja Pak Haryo.

"Nah, ini dia yang ditunggu sudah datang." Pak Haryo langsung menyambut Bara begitu Bara muncul di ruang kerjanya. Pak Haryo berdiri dan menghampiri Bara.

"Ini ada apa Eyang?" tanya Bara.

Bara melirik ke arah Kimmy yang sedang duduk di sofa. Kimmy membalas tatapan Bara dengan melirik seorang pria paruh baya yang duduk di sebelahnya.

"Eyang mau mengenalkan kamu sama pengacara yang akan mengurus semua aset milik kamu," jawab Pak Haryo.

"Aset?" tanya Bara keheranan sambil menatap Pak Haryo.

"Aset peninggalan orang tua kamu, semuanya akan diubah atas nama kamu," terang Pak Haryo.

Pria paruh baya yang duduk di sebelah Kimmy kemudian bangkit dari duduknya dan menghampiri Bara. Pria tersebut mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Bara.

"Perkenalkan, saya Rudolf," ujarnya sambil memperkenalkan diri.

"Bara." balas Bara sambil menjabat tangan pengacara yang dikenalkan pak haryo.

***

Pembicaraan mengenai perubahan nama pada aset peninggalan orang tua Bara untuk selanjutnya menjadi atas nama Bara sebagai satu-satunya ahli waris berlangsung singkat. Pak Rudolf memberikan daftar semua aset yang dimiliki orang tua Bara. Bara membaca isi daftar tersebut dan sangat terkejut dengan apa yang dimiliki kedua orang tuanya.

Ibunya bahkan memiliki sebuah galery seni yang sampai saat ini masih rutin mengadakan acara pameran untuk seniman-seniman terkemuka. Semua peninggalan ini otomatis mendatangkan sebuah tanggung jawab baru bagi Bara. Mendadak Bara merasa tidak percaya diri dengan kemampuan yang dia miliki. Bara menghela napasnya. Belum pernah dia merasa selelah hari ini.

Menjelang tengah malam Pak Rudolf undur diri. Selanjutnya dia akan kembali menemui Bara ketika semua berkas yang dia perlukan sudah siap. Saat ini hanya tinggal Bara, Kimmy dan Pak Haryo di ruang kerja.

"Kamu kok kelihatannya seperti bingung begitu?" tanya Pak Haryo pada Bara.

"Saya merasa belum siap menerima semuanya Eyang." Bara menjawab jujur pada Pak Haryo.

"Kamu itu terlahir di keluarga Pradana, siap tidak siap, memang itu sudah takdir kamu," ucap Pak Haryo.

Bara menatap Pak Haryo dan Kimmy bergantian. Bara menundukkan kepalanya lalu bangkit berdiri.

"Saya pamit ke kamar dulu Eyang." Bara melangkah keluar dari ruang kerja Pak Haryo. Bara sudah tidak tahu lagi apa yang dirasakannya.

"Apa Eyang yakin ini tidak terlalu cepat untuk Bara? Kita sama-sama tahu Bara masih menyesuaikan diri dengan keadaannya saat ini, masih banyak yang perlu dia pelajari." Kimmy bertanya pada Pak Haryo begitu Bara keluar dari ruang kerja Pak Haryo.

"Kita harus memaksa Bara untuk keluar dari cangkangnya. Eyang percaya dia akan mampu mempelajari semuanya, apalagi dia dibantu sama kamu."

"Gimana kalau nanti ada pihak-pihak yang berusaha menjatuhkan Bara?"

"Dan kamu pasti sudah tahu, siapa kira-kira yang akan berusaha menjatuhkan Bara."

Kimmy terdiam mendengar ucapan Pak Haryo.

"Eyang percaya kamu dan Bara bisa bekerja sama dengan baik. Toh selama ini kalian juga sudah kompak sebagai partner in crime kalau melawan kata-kata Eyang." Pak Haryo menggoda Kimmy dengan mengatakan bahwa Kimmy dan Bara sudah kompak jika sedang membantah perkataan Pak Haryo.

"Itu kan beda Eyang," ucap Kimmy dengan nada sedikit merajuk.

"Sama saja. Sudah, ini sudah larut, sekarang waktunya istirahat," ujar Pak Haryo.

"Tapi Eyang," Kimmy masih berusaha untuk menyanggah perkataan Pak Haryo.

"Ngga ada tapi-tapi lagi. Pokoknya Eyang mau sudah percaya sama kalian berdua, sudah ayo istirahat." Pak Haryo segera mengajak kimmy untuk segera keluar ruang kerjanya.

Dengan sedikit memasang ekspresi cemberut, Kimmy mengikuti Pak Haryo keluar dari ruang kerjanya.

"Selamat malam Eyang."

***

Dini hari Bara terbangun karena merasa kelaparan. Bara mencoba mencari makanan di lemari kabinet yang ada di ruang makan untuk sekedar mengganjal perutnya yang lapar.

"Aduh ini ngga ada mie instan apa," batin Bara sambil memegangi perutnya yang sudah keroncongan.

Setelah tidak menemukan makanan di lemari kabinet yang ada di ruang makan, Bara kemudian melangkah ke area dapur yang berada di bagian belakang. Setelah membuka satu per satu lemari kabinet yang ada di dapur, Bara akhirnya menemukan beberapa bungkus mie instan. Bara mengambil dua bungkus mie instan dan berniat untuk langsung memasaknya.

"Astaga!"

Bara terperanjat ketika berbalik ada seorang pegawai rumah tangga yang sudah berdiri di belakangnya dan masih mengenakan mukena. Pegawai tersebut sudah bersiap dengan sapu di tangannya.

"Saya kirain ada tikus," ucap Pegawai tersebut sambil menurunkan sapu yang ada ditangannya.

"Mas Bara mau dibuatkan makan?" tanya Pegawai tersebut ketika memperhatikan Bara sedang memegang dua buah mie instan.

Pegawai tersebut langsung melepas mukenanya dan menaruhnya di kursi terdekat. Ia kemudian bersiap untuk membuatkan makanan untuk Bara.

"Ngga usah, Mbak. Biar saya masak sendiri aja, kasih tahu aja pancinya ada di mana." Bara merasa tidak enak karena sudah mengejutkannya di pagi-pagi buta seperti ini.

"Ngga apa-apa mas, biar saya buatin."

"Ngga mbak, saya mau masak sendiri."

"Ya sudah, saya bantu siapin aja kalau begitu ya, Mas."

Bara mengangguk.

Pegawai itu segera mengambilkan sebuah panci, mengisinya dengan air dan meletakkannya di atas kompor.

"Mas Bara butuh apa lagi?"

"Telur sama cabai kalau ada," jawab Bara sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Pegawai itu dengan sigap mengambilkan telur dan cabai yang diminta Bara.

"Ada lagi, Mas?"

"Udah, Mbak. Sudah cukup."

"Kalau gitu saya kembali ke kamar lagi ya, Mas. Nanti bekas memasaknya ditaruh saja di tempat cuci piring, Mas."

"Iya, Mbak. Terima kasih ya, Mbak. Maaf ngerepotin pagi-pagi." Bara tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Pegawai yang sudah menyiapkan kebutuhannya untuk membuat mie instan. Pegawai tersebut kembali ke kamarnya dan Bara segera melanjutkan memasak mie instan lengkap dengan telur dan cabai.

Perutnya semakin keroncongan ketika mencium aroma mie instan yang menguar di udara. Bara segera mematikan kompor begitu mie yang dimasaknya telah matang. Setelah mencampur mie dengan bumbunya, Bara segera membawa panci berisi mie instan yang sudah matang ke meja makan.

"Perfect," batin Bara sambil memandangi mie rebus yang lengkap dengan telur dan cabai.

Bara mengambil sendok dan segera menyantap mie tersebut langsung dari pancinya. Hanya terdengar suara Bara menyeruput mienya dengan lahap di ruang makan.

"Lu sahur?" tiba-tiba Kimmy muncul dibelakang Bara.

Bara tersedak begitu mendengar suara Kimmy di belakangnya.

Kimmy segera duduk di sebelah Bara dan melirik ke arah mie rebus yang sedang dimakan bara. "Kelihatannya enak. Bagi dong," ujar Kimmy.

"Ngga, bikin aja sendiri." Bara kembali menyantap mie rebusnya.

"Sedikit aja, please." Kimmy merajuk pada Bara. Bara tidak menghiraukan Kimmy yang merajuk dan tetap menyantap mie rebus miliknya.

Kimmy kembali berusaha merajuk dengan mengeluarkan tatapan polos ala anak kecil yang meminta dibelikan sesuatu.

Melihat sikap Kimmy membuat Bara menyerah. "Sedikit aja ya," Bara menyodorkan panci berisi mie rebus pada Kimmy.

"Yes," sorak Kimmy kegirangan.

"Jangan telurnya." Bara memperingatkan Kimmy untuk tidak memakan telur yang ada di dalam mie rebus miliknya.

Kimmy membalasnya dengan mengangguk sambil menyuapkan sesendok penuh mie kedalam mulutnya.

"Nih," Kimmy mengembalikan panci berisi mie rebus kembali ke hadapan bara.

"Yakin udah?"

"Sekali lagi deh," Kimmy kembali menarik panci tersebut dari hadapan Bara sambil terkekeh.

Bara hanya tersenyum masam melihat tingkah Kimmy. Akhirnya Bara memutuskan untuk mengambil satu sendok lagi dan menikmati mie buatannya bersama Kimmy.

"Kim, gue mau nanya," ucap Bara begitu mereka berdua selesai menyantap mie rebus.

"Nanya apa?"

"Menurut lu, gue udah siap?"

"Soal itu kan tadi sudah dijawab sama Eyang. Sekarang gue mau tanya sama lu, sebenarnya apa yang bikin lu ngerasa ngga siap?"

"Semuanya."

"Semuanya gimana?"

"Gue bahkan ngga ingat apa-apa tentang keluarga ini, pendidikan gue seadanya, gue ragu sama diri gue sendiri."

"Dengar ya Bara Aditya Pradana, sekarang bukan waktunya lu ragu sama diri lu sendiri, sekarang saatnya lu nerima apa yang sudah jadi takdir lu dari lahir."

"Itu tadi nama panjang gue?"

"Iya, nama asli lu Bara Aditya Pradana dan lu adalah pewaris tunggal Tubagus Haryo Pradana," jawab Kimmy sambil menatap bara lekat-lekat.

***

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis Bara.

Karya asli hanya tersedia di Platform Webnovel.

Siguiente capítulo