webnovel

BAB 12 MALAM PERTAMA

Aku tersedak ludahku sendiri mendengar pertanyaannya.

"Aku tidak tahu." jawabku kesal. "Bukannya kau sudah pernah menikah?"

Dia menundukkan kepalanya, sambil mengusap-usap tanganku. Dia gugup. Aku bisa merasakannya.

"Aku... aku tidak pernah mendatangi mereka." ucapnya lirih.

Aku ingin tertawa sekaligus marah kepadanya.

"Kita tidur saja. Ini sudah larut." kataku dengan kesal. "Bantu aku melepas pakaianku."

Dia mengangguk seperti seorang anak yang penurut.

Dia beranjak dari sisiku menuju ke koperku diatas meja.

"Baju yang mana yang akan kau pakai?" tanyanya

Dia benar-benar membuatku kesal.

"Disini cukup hangat dan ada selimut yang lembut. Aku tidak perlu memakai apa-apa." jawabku ringan

Aku bisa mendengar dia terbatuk.

"Ah.. iya.. iya. Maaf. " timpalnya dengan suara tercekat.

Dia kembali ke sisiku. Aku berbalik badan agar dia bisa melepas pakaianku. Aku sudah mengurangi lapisan pakaianku. Pakaian wanita jaman ini benar-benar sangat rumit dan berlapis-lapis. Berat sekali.

Aku hanya memakai dua lapis dan sebuah peticoat.

Setelah peticoatku lepas, aku berbalik menghadap dia. Aku mengangkat kedua tanganku agar dia melepaskan pakaian lapisan dalamku.

"Margaret.... " aku mendengar dia menelan ludahnya.

"Ada apa?" tanyaku. "Ayo bantu aku melepas ini."

Pakaian dalamku berupa semacam baju terusan polos dengan tali dibagian depan. Aku selalu melihatnya semacam baju tidur. Bahannya ringan, tipis dan tidak panas.

"Margaret baju ini tidak tebal... apa tidak sebaiknya kau tetap memakainya?" tanyanya dengan perlahan.

"Tidak!" sergahku "Aku gerah."

Hampir aku tidak bisa menahan diriku lagi.

Dia sangat menjengkelkan.

Ya Tuhan! Bagaimana mungkin dia sepolos ini?

Dengan penurut, dia menarik pakaianku terakhir. Tangannya tidak sengaja menyentuh dadaku. Rasanya seperti ada sengatan listrik disekujur tubuhku.

Setelah pakaian itu lepas. Aku hendak menurunkan celanaku.

"Semua?" tanyanya dengan suara serak. Nafasnya terdengar tidak teratur.

"Ya!" sentakku.

Dia bermaksud membantuku, tapi aku menahan tangannya tetap dipinggangku.

Wajahnya begitu dekat, aku bisa merasakan nafasnya yang memburu. Kutarik lehernya dan kulumat bibirnya. Dia membalasnya. Direngkuhnya punggungku. Kubimbing tangannya menurunkan celanaku, tanpa melepas bibirnya.

Kulepas pakaiannya dengan pelahan. Kurasakan dadanya yang tak lagi tertutup pakaian. Pakaian bawahnya dengan cepat kulepas, bahkan tanpa dia sadari. Dia terkejut sekali saat tanganku menggenggam miliknya.

"Ya Tuhan, Margaret." dia menggerang.

Kutaruh tangannya diatas dadaku dan memintanya untuk meremasnya.

Aku berangsur menuju ranjang sambil menariknya untuk lebih dekat. Saat tubuh kami menyatu kurasakan sensasi yang luar biasa. Tubuh kami bergerak alami, dengan segenap rasa dihati kami.

Hingga aku mendengar teriakan tertahan yang lolos dari bibirnya.

"Aahh... Margaret, aku mencintaimu." dipeluknya erat tubuhku.

Aku merasakan air mataku menetes. Aku tidak pernah berpikir bahwa bercinta dengan seseorang yang sangat kita cintai bisa sedemikian indah. Kami mengulanginya lagi dan lagi hingga kami pun tertidur dengan berpelukan dalam aroma cinta.

Aku terbangun saat matahari masuk melalui jendela yang separuh terbuka. Pria yang semalam memelukku sudah tidak ada disampingku. Aku memakai pakaian dalamku dan akan berdiri. Aku melihat noda diatas ranjang kami.

Ya Tuhan! seruku dalam hati. Aku sudah membuat gadis van Jurrien ini kehilangan kegadisannya.

Jika suatu saat kita bertukar kembali, apakah dia akan mengutukku?

Ada rasa sakit yang masih tersisa saat aku berjalan untuk membasuh tubuhku. Lalu aku menyadari sesuatu.

Aku dan dia tidak menggunakan pengaman. Mana ada kondom di jaman ini. Morning after pill pun tidak mungkin ada. Aku berjongkok dan menutup mukaku meratapi kebodohanku. Bagaimana jika aku sampai hamil? Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Harusnya aku bertanya-tanya dulu soal ini kepada pelayan-pelayan perempuan atau ke Nyai Papa sebelum melakukannya... Ah bodoh sekali aku. Aku tidak pernah memikirkan itu. Aku menutup wajahku dengan lututku.

Hingga dia memasuki kamar itu.

"Margaret!" serunya "Ada apa?" tanyanya dengan nada khawatir.

Aku hanya menggelengkan kepalaku. Dengan wajah berurai air mata.

Dia semakin panik.

"Margaret?" tanyanya panik. "Aku mohon katakan kepadaku, ada apa?"

Diangkatnya tubuhku. Dan dipeluknya.

"Margaret...jangan membuatku takut. Katakan sesuatu."

Aku berdiri dan berjalan ke arah ranjang. Tubuhku terasa babak belur. Rasa perih masih menggelayuti tubuhku bagian bawah. Semalam dia seperti seorang kesurupan. Jalanku tertatih tatih. Melihat itu, dia segera mengangkatku dan menidurkanku di ranjang. Dia melihat noda yang terpampang jelas diatas ranjang, noda akibat kegilaan kita semalam. Pamdangannya suram.

"Apa sebegitu sakitnyakah?" tanyanya dengan sedih. "Aku minta maaf."

Apa aku perlu meminta dia untuk menyediakan pengaman untuk kita?

"Aku membawakanmu sesuatu." katanya

Dia mengangkat sebuah botol kecil. Ada cairan berwarna coklat kehitaman dengan bau yang aneh. Sedikit ada aroma harum daun-daunan, kayu-kayuan bercampur dengan aroma tanah.

"Apa ini?" tanyaku

"Minumlah."

Aku meminumnya. Rasanya lebih mengerikan dibandingkan aromanya.

"Ini akan membantumu menyembuhkan lukamu. Kau akan segera pulih." katanya dengan bersemangat. "Kau akan lebih sehat dan ini juga menyuburkan. Supaya kau lebih cepat mengandung anakku."

Aku tersedak dengan kata-katanya. Cairan yang belum kutelan kusemburkan.

Dia segera berdiri dan menepuk-nepuk punggungku. Dia berusaha menenangkanku.

Diambilnya gelas yang masih berisi seperempat bagian.

Apa yang dia katakan! Minuman apa ini?!

Aku bisa gila. Apa dia serius ingin membuatku hamil?

Baiklah, aku benar-benar ketakutan sekarang. Aku tidak mungkin meninggalkan seorang anak disini.

Ya Tuhan! Kepalaku terasa ingin meledak.

Seorang pelayan wanita membersihkan kamar kami saat kami sedang minum teh di sore hari. Setelah membersihkan kamar, pelayan itu memandangku dengan pandangan aneh. Apa yang salah denganku? Kenapa pandangannya seperti itu? Dia melihatku dari atas hingga bawah. Memperhatikan cara berjalanku.

Aryo beberapa kali menghilang entah kemana dan kembali dengan membawa berbagai barang, bahkan pelayan.

"Apa tadi kau sudah mandi?" tanyanya.

Aku melihatnya dengan kesal. Apa dia tidak tahu bahwa yang dia lakukan masih menyisakan rasa sakit.

"Aku capek."

"Margaret, besok aku akan mengajarimu bersuci." katanya lagi.

Aku tidak mempedulikan kata-katanya.

Aku menyesap teh ku yang kian terasa hambar.

Apa maksudnya bersuci? Untuk apa aku harus menjadi orang suci...

"Kau ingin beristirahat?" tanyanya

Aku mengangguk.

Dia mengangkatku kedalam kamar. Meletakkanku dengan lembut. Tapi ketika dia akan pergi, aku menahannya.

Dia menciumku. Awalnya hanya sebuah ciuman selamat tidur. Namun pada akhirnya kami sama-sama tidak dapat menguasai diri kami. Kami sudah melakukannya lagi.

Persetan dengam rasa sakit itu! seruku dalam hati.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya ragu-ragu. Nafasnya yang hangat menerpa leherku.

Aku sudah kehilangan rasionalitasku.

Dia benar-benar candu bagiku.

Aku mengangguk, "Tunggu! Kita harus memakai pengaman."

"Apa?!"

Siguiente capítulo