webnovel

Evakuasi dan Seleksi

Aku mengutak-atik handphoneku berusaha menghubungi nomor Sam, namun tidak pernah di jawabnya. Tentunya itu membuatku khawatir takut-takut kalau ada sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Memang sih, sinyalnya kian memburuk namun masih bisa untuk menelepon.

"Kita pergi kemana Kak?" tanya Mondays.

"Kita akan ke kota saja, semoga saja di sana masih ada bala bantuan atau lebih baiknya masih aman"

Meskipun hari sudah siang dan matahari sudah bersinar terang, aku tetap waspada karena orang-orang kanibal itu pasti bisa menemukan kami.

Ku genggam erat tangan Mondays seraya bergumam kecil.

"Semuanya baik-baik saja di kota, Michel. Tidak ada yang perlu ditakutkan, ini hanya terjadi di pinggiran kota mungkin saja ada beberapa narapidana yang kabur dari penjara dan menjadi gila..."

Buk!

Tiba-tiba Mondays memukul lenganku dan melepaskan genggamanku.

"Kenapa, Mondays?"

Perlahan dia menunjuk ke arah langit, ada pesawat di sana dan pesawat itu terbang melewati kami jaraknya juga terlalu jauh.

"Kita tidak bisa memanggilnya, Mondays"

Kami lanjut berjalan kira-kira beberapa menit lagi memasuki kota, Bunny East.

Kota yang sekarang berbeda.

Ada banyak suara letusan senjata terdengar dari dalam sana, aku langsung menarik lengan Mondays dan membawa kami masuk ke dalam semak-semak.

"Ada apa, kak!?"

Aku menggeleng perlahan sambil mengangkat telunjukku ke depan bibir dan berdesis pelan.

Dari tadi aku sudah merasa ada yang mengintai kami berdua, entahlah manusia atau kanibal... Dari dalam kota sepertinya keadaan genting sekali, terlalu banyak keributan di sana dan aku tidak berani ambil resiko masuk ke dalam sana.

Ada helikopter lewat dekat kami, mengumumkan suatu hal yang sangat asing...

"Kak! Kita panggil helikopter itu!"

Aku mengangguk dan langsung memanjat pohon yang ada di dekat semak tempat kami bersembunyi dan melambai sambil berteriak tak karuan ke arah helikopter itu.

Mereka tidak merespon, mereka tetap menjauh... Semua yang mereka katakan... Aku rasa bohong.

Tapi hal terakhir yang mereka umumkan sepertinya memberi peluang untuk kami menyelamatkan diri.

"... Tetap tenang dan persiapkan dirimu, lindungi sesama yang belum terinfeksi! Kami pihak keamanan kota dari Angkatan Udara dengan segera mengirimkan bantuan dan menjemput orang-orang di luar jangkauan Angkatan Darat, jika kalian lebih memilih berlari kami sarankan segera menuju balai kota Bunny East... Tetap tenang dan persiapkan dirimu, lindungi... " kata-kata itu terus mengulang hingga menjauh dan tak terdengar lagi.

"Aku takut, kenapa di sini sangat rusuh? Apa yang terjadi sebenarnya?" Mondays medekap erat lenganku sambil menutup matanya dan merapat ke arahku.

"Tetap tenang, nak. Kita harus pergi ke balai kota, pengumuman dari helikopter itu tadi mengatakan kalau masih ada bala bantuan di balai kota"

"Kita akan ke balai kota? Tapi itu menyeramkan, semua yang di luar sana sepertinya sangat kasar dan emosi"

"Yah, mereka memang liar tapi, tapi kita harus pergi ke sana... Akan ada beberapa Angkatan Udara yang datang ke sana dan menjemput kita, kita bergegas"

Aku dengan mengendap-endap diikuti Mondays di belakangku perlahan memasuki kota.

Kota yang dulu rapi dan elegan sekarang menjadi kota hantu, penuh dengan lubang tembakan di setiap dinding bangunannya, mayat dan darah seperti sampah berserakan di jalan, kebakaran hampir di seluruh kota bahkan jarak pandang di kota lebih dekat karena banyak asap di sini.

"Jangan melihat orang-orang itu, Mondays. Tetaplah lihat tangan kakak saja dan ikuti kemana kakak pergi"

"Ada banyak orang terluka, mereka mati?"

"Huh, ya mereka sudah mati"

"Kak? Tangan kakak , penuh darah"

"Apa?"

Aku segera melihat luka bekas gigitan pria aneh di awal kejadian itu, lukanya berdarah lagi, aku tidak punya perban di sini.

"Tidak apa, kita harus segera pergi ke balai kota dan kakak akan di obati di sana"

.

Dengan waspada dan tertatih-tatih aku sekuat tenaga menuju balai kota bersama Mondays menghindari semua keributan yang ada dan mengambil jalan pintas.

Orang-orang bersenjata yang kami lewati juga tak cukup mampu menghentikan makhluk sebanyak itu, manusia normal terpukul mundur di kota ini jumlahnya semakin berkurang kurasa.

Wabah ini ku anggap lebih mematikan dari Black Death, satu orang saja yang kena maka yang lainnya ikut terjangkiti dan menyebarkannya melalui gigitan.

"Lihat di sana! Balai kota" aku senang karena kami sampai dengan selamat namun masih ada hal yang kami lewati.

Ada barikade besar di sana dan banyak helikopter, hampir setiap helikopter bolak-balik membawa penumpang. Di pintu masuk sangat banyak orang berdesakan menunggu pemeriksaan sebelum masuk, aku prihatin kalau aku tidak bisa masuk karena luka bekas gigitan ini.

Tapi mau apa lagi? Aku langsung membawa Mondays ke sana untuk di periksa. Namun tidak semudah itu, terlalu banyak orang di sini dan kami tidak bisa melewati mereka dengan mudah.

"Minggir!"

"Cepat!"

"Aku tidak ingin mati..."

Semua orang panik, berteriak dan menangis. Aku ingin menangis juga namun itu bukan sifatku.

"Kak, kenapa orang-orang itu kelihatannya kejam sekali? Mereka teriak dan mendorong orang lain"

"Tidak apa Mondays, manusia memang seperti itu kalau panik... Lebih fokus pada diri mereka sendiri dan berebutan padahal hal itu membuat pemeriksaan ini semakin lambat karena desakan mereka"

"Aku akan menerobos ke depan dan meminta kepada siapapun di depan sana yang bisa memberikan kakak perban, ok?" Mondays melepaskan genggamanku dan hendak pergi namun aku menahannya lagi.

"Tidak, kamu bisa hilang di dalam keramaian seperti ini"

Mondays langsung menepis tanganku dan berlari kencang melewati orang-orang panik itu, hanya saja apakah dia bisa mengingat tempatku?

***

Mondays Path

Demi malaikat pelindungku, mungkin saja dia sekarat sekarang namun nantinya setelah diobati dia akan kuat seperti seorang ksatria.

"Permisi, maaf, maaf, permisi ya" aku tidak peduli siapa yang aku selip yang penting aku tidak menabrak mereka.

Tak lama aku melewati kerumunan itu ada pos medis berjejer di depan pintu masuk balai kota. Aku berlari ke sana.

"Permisi, pak" aku meminta perhatian dari seorang pria dengan baju hijau dan masker entah dokter atau bukan yang penting dia bisa memberiku perban.

"Hei, nak. Apa yang kamu lakukan di sini? Kamu harua berbaris di sana dan meminta pemeriksaan sebelum masuk ke balai kota, apa kamu sendirian ke sini?"

"Tidak, tidak, saya butuh bantuan sesegera mungkin. Saya hanya ingin mengambil beberapa obat pembersih luka dan perban untuk malaikat pelindungku"

Pria itu menatap aneh ke arahku lalu mengambil apa yang aku minta.

"Nak, kuberitahu kau bila orang yang ingin kau obati ini terluka biasa karena kena benda lain atau terjatuh itu tidak apa namun jika tergigit sebaiknya kamu menetap di sini saja"

Aku tahu Kak Michella sudah digigit orang-orang marah itu, hanya saja aku tidak bisa membiarkannya sekarat dan mati lalu hidup lagi menjadi makhluk lain begitu saja.

"Aku tidak akan meninggalkannya, dia teman pertamaku setelah akhirnya aku keluar rumah, anda harus mengerti... Pak, bisakah membantu saya memeriksanya"

Pria itu menghela nafas panjang dan mengangguk pelan.

"Sebenarnya masih banyak orang di sana yang mengantri dan harus diperiksa namun karena keadaanmu dan temanmu itu terlalu mendesak jadinya akan kuperiksa"

"Terima kasib banyak" keadaan hatiku setidaknya semakin tenang sekarang. Dia menyiapkan kotak peralatannya menutup maskernya dan mengambil kamera itu lagi.

"Tidak! Untuk apa bapak membawa kamera itu!?"

Pria itu diam menatapku sambil mengangkat bahu.

"Kamera apa? Cepatlah tunjukkan dimana tempat temanmu berada"

Aku berlari kecil diikuti pria itu, cukup lama mondar-mondir mencari Kak Michella akhirnya ketemu juga.

"Kak, aku berhasil bahkan aku membawa seorang petugas medis"

Aku dapat melihat senyum palsu di wajah Kak Michella, dia memujiku dan membanggakanku namun dia tetap merasa tidak aman, mungkinkah dia akan berubah?

"Nona, anda sudah tergigit! Ya Tuhan, aku tidak ingin mengatakan ini namun jika anda ingin orang banyak di sini aman maka anda harus segera meninggalkan barikade... Aku akan membersihkan lukanya dan membalutnya agar anda tidak cepat terinfeksi" pria itu dengan cermat dan hati-hati mengobatinya, Kak Michella merintih pelan mungkin saja luka itu sangat menyakitkan.

"Sudah, aku harap kamu baik-baik saja... Dalam beberapa waktu singkat" pria itu membereskan peralatannya dan pergi. Sebelum pria itu pergi dia memberikan beberapa perban dan obat tambahan.

"Waktu singkat huh?" Kak Michella menatapku dengan tatapan kosong.

"Tidak, Kakak bukan mereka... Kakak harus kuat" aku memeluknya namun dia segera mendorongku.

"Jangan lakukan itu, Mondays. Pergilah ke sana, cari pemeriksaan dan kamu akan aman"

"Aku tidak akan aman tanpa malaikat pelindungku"

"Aku manusia biasa, Mondays... Bukan malaikat"

"Aku tidak peduli, meskipun kakak berubah seperti ayah dan ibu kali ini aku tidak akan lari, aku akan bersama kakak menjalani hidup yang berbeda"

"Tidak boleh bicara begitu! Kamu harus bersyukur karena kamu diberikan kesempatan hidup lebih lama"

Aku mulai menangis lagi, entah kenapa rasanya air mataku keluar begitu saja namun wajahku tidak berubah ekspresi sedikitpun.

"Sudahlah Mondays, masih banyak malaikat pelindung lain di sana, cari mereka"

Aku menangis semakin kencang namun tidak berani memeluk Kak Michella takutnya dia mendorongku lagi.

"Pergilah, kakak juga akan keluar barikade, semoga kau aman"

***

Kami diam saja dan Mondays tetap menangis, perasaan yang sama tidak ingin melepaskan satu dengan yang lain padahal kami baru bertemu satu hari bahkan belum 24 jam penuh tapi rasa akrab ada di antara kami.

Anak itu, siapa yang akan mengurusnya nanti? Ah, ada banyak perawat di sana yang bisa mengurusnya.

Tapi...

Sudahlah, dasar tolol!

Aku berbalik dan meninggalkan Mondays dengan langkah berat namun kejadian tak terduga ada di depan mataku untuk kedua kalinya, ada pesawat besar yang perlahan mendekat ke arah kerumunan...

Pasti ada yang terjadi di pesawat itu, mungkin yang terinfeksi ada di sana dan memakan para pilot? Sial, benda itu semakin mendekat dan membesar.

Seketika sirene di bunyikan dan orang-orang ramai itu berlarian liar entah kemana mencari tempat yang aman.

... Mondays?

Aku belum selesai sampai di sini?

Siguiente capítulo