"Mondays, Menghindar!" aku berlari sekuat tenaga untuk menangkap Mondays yang terdiam menatap pesawat jatuh itu.
Segera kugendong dia setelah mendapatkannya dan berlari keluar barikade, namun pesawat itu jatuh lebih cepat daripada lariku.
Pesawat itu sempat berbelok berusaha menghindari kerumunan orang yang akhirnya menabrak dinding barikade dan terbakar lalu meledak menjadi kepingan besar yang siap menghantam siapa saja yang ada di sekitar tempat ini.
Tepat setelah pesawat itu terkoyak, dari dalam pesawat itu keluar gerombolan orang terbakar yang berteriak seraya mengejar orang lain, apa yang mereka inginkan?
Jangan bilang kalau orang yang ada di dalam pesawat itu kanibal semua!
Satu, dua, tiga, belasan, puluhan, mereka keluar dari pesawat meskipun terbakar tetap menampilkan sikap brutal dan dengan cepat menyerbu kerumunan orang-orang yang kebingungan di sini.
"Oh tidak, tidak, jangan di sini" tak kusangka Mondays ternyata terkulai lemas di pundakku, wajahnya pucat, apakah dia pingsan?
"Sial! Sial, kenapa pesawat itu bisa ada di sini? Ini berlebihan!" tempat itu berantakan bahkan, aku bisa melihat kalau para kanibal itu dengan cepat menginfeksi orang lain dengan... Dengan... Huh?
Mereka tidak digigit melainkan di cakar!? Tak berapa lama setelah korban dicakar mereka pingsan dan dalam hitungan detik pupil mata serta wajah mereka berubah, itu yang utama lalu mereka mulai mengejar yang lainnya.
Aku tidak mengerti, mengapa aku tadi digigit tidak terjangkit? Aneh, apa memang penyebaran virusnya tidak berfokus pada gigitan melainkan melalu cakar mereka?
Aku tidak peduli! Yang penting sekarang aku dan Mondays harus pergi ke tempat yang aman.
Suasana benar-benar seram sekarang dan aku belum menemukan tempat yang aman sedikitpun, kepulan asap, militer dengan tembakan brutal yang membabi buta, para zombie dari film fiksi yang menjadi nyata, teriakan, tangisan, LOL jangan pikirkan itu.
Aku berlari melawan arah namun masih dalam jalur yang aman, jika berlari masuk ke dalam barikade maka kamu membunuh dirimu sendiri karena itu hanyalah jalan buntu dengan tembok kawat yang besar mengelilingi balai kota, aku memilih menuju kota yang kelihatan lebih sepi daripada kerumunan di gerbang barikade itu.
Bruk...
Tak sengaja aku hilang keseimbangan dan terjatuh karena berlari terlalu sempoyongan, sekarang kakiku lagi yang sakit. Sial!
"Mondays maafkan aku, harap kamu tidak merasa sakit" aku meraihnya dan menggendongnya kembali lanjut berlari menuju kota.
Kami memasuki sebuah mobil yang cukup bagus dan kuncinya masih bergelantungan di sana.
Banyak kendaraan berantakan di jalanan namun skill yang kupunya dalam berkendara cukup mendukung untuk menghindari berbagai rintangan di jalan.
"Mundur kalian!" aku dengan cepat mengganti gigi dan menginjak pedal gas dan mobil dengan cepat berputar di atas aspal menghasilkan asap putih kebiruan dan decitan yang keras.
Lalu lanjut ke gigi yang lebih tinggi aku mulai menaikan kecepatannya tidak peduli ada kanibal itu di depan mobil, ku tabrak saja. Zombie, mereka bukan apa-apa selain mayat hidup yang berjalan!
Emosiku mengikuti apa yang ku mau sekarang, aku rasa aku mulai bisa mengontrol emosiku dengan baik atau ini hanya kebetulan.
Aku menyetir terus sambil berteriak, aku tidak ingin menangis, aku ingin berjuang.
Memang benar, emosiku kali ini bekerja sama denganku dan kami akhirnya keluar dari kota dengan mobil yang baru saja di cat darah menuju jalan bebas hambatan.
"Aku berhasil! Aku berhasil!" aku senang sekali, ya, tapi tidak untuk waktu yang lama.
Tiba-tiba mesin mobil itu meledak dan terbakar, aku panik, dengan cepat aku menginjak pedal rem dan menghentikannya lalu menarik Mondays keluar bersamaku dan berlari menjauh dari sana.
Aku menunggu, apakah terjadi sesuatu pada mobil itu seperti ledakan atau lainnya.
Tidak meledak? Huh sialan buat panik saja.
Grauuuu! Graaasp!!!
Tak kusangka beberapa kanibal itu masih mengikuti kami, kukira mereka sudah tertinggal jauh.
Sial! Di sekitar sini hanyalah jalan lebar dengan pohon palem yang menghiasi pinggiran jalannya tidak ada tenpat berlindung lagi.
Kanibal itu semakin mendekat namun saat mereka berlari tepat di dekat mobil yang terbakar itu seketika mobil itu meledak dan menghancurkan mereka menjadi beberapa mayat gosong di aspal.
Aku hampir menangis tapi segera kuganti dengan tersenyum, Tuhan masih melindungi.
"Terima kasih, Lord" aku segera pergi dari jalan itu dan masuk ke dalam rerimbunan pohon-pohonan yang ada di samping jalan, semakin masuk semakin mengarah ke hutan.
Aku membaringkan Mondays di tanah dan mulai menepuk-nepuk tangan serta pipinya, berusaha membuatnya tersadar kembali.
"Mondays ayolah, kamu tidak serangan jantung bukan?" dia tidak bangun juga, satu-satunya cara untuk membangun kan orang pingsan dengan ampuh adalah siram kepalanya dengan air namun hal itu beresiko kematian atau yang lebih aman berikan benda yang memiliki bau menusuk/tajam.
Tapi dimana aku bisa mendapatkan benda berbau tajam?
Aku memperhatikan sekitar, ada sesuatu di arah barat daya seperti atap rumah.
Aku ke sana, mungkin itu sebuah menara outpost penjaga karena jika di perhatikan atapnya tinggi juga membuatku bisa melihatnya tanpa harus memanjat pohon.
Lagipula, memang ada outpost penjaga di sekitar sini? Entahlah tapi apa salahnya mengecek. Inikan hutan, wajar saja kalau ada.
.
.
.
-Author Path-
Setelah beberapa menit berjalan kali ini sudah pasti tempat yang mereka tuju adalah sebuah mansion besar di tempat yang sunyi dan sedikit menyeramkan.
"Ouh, mansion? Aku tidak berani macam-macam ditempat sebesar ini, bagaimana kalau ada arwah gentayangan di dalamnya" Michella bergumam pada dirinya sendiri sambil melangkah mundur.
Namun setelah dia tersadar kalau Mondays harus segera di pastikan hidup atau tidak maka dengan berani dia mendorong gerbang besar mansion itu yang membunyikan suara decitan keras yang bergema.
"Sial, diam!"
Setelah dia masuk ke halaman mansion yang begitu luas dengan hati-hati dia kembali menutup gerbangnya dan berharap kanibal itu tidak mengikuti sampai ke sini.
Di sebelah kanan halaman itu jika dilihat dari gerbang masuk banyak miniatur unik dengan air mancur yang di tengahnya ada patung abstrak besar mengalirkan air berulang-ulang.
Fasilitasnya bagus, ada taman bunga berwarna-warni di sebelah kanan, belakang dan kiri air mancur itu.
Pada bagian kiri nampak kursi panjang dan meja kecil serta atap tempat berteduh, cukup indah dan menyegarkan...
Namun ini bukan tentang masalah indah nya halaman mansion itu.
Michella segera menuju pintu depan, sebelum mengetuk dia mengintip dari jendela lebar dan tinggi yang ada di setiap sisi pintu depan.
Sepi, berharap saja tidak ada pasangan drakula dan vampir yang siap menghisap darahnya jika masuk ke tempat ini.
So creepy...
Dengan ragu Michella memberanikan diri mengetuk pintu, terdengar gema hingga ke ruang belakang rumah itu berlanjut hingga ke lantai dua dan menghilang.
Sekali lagi Michella mencoba mengetuk pintu, suara gemanya masih sama namun tidak ada yang menjawab.
"Aku masuk saja tidak apakan? Ini kedua kalinya aku masuk rumah orang tanpa izin kalau begitu" Michella mencoba memutar gagang pintu yang besar itu dan mendorongnya ke dalam namun terkunci.
Michella mengetuk lagi berkali-kali lebih keras sambil meminta tolong, sunyi...
Ada suara langkah kaki menggema dari dalan mansion.
Tap, tap, tap...
Michella langsung mundur dari depan pintu, berharap itu bukan hantu, karena kebanyakan membaca buku hantu jadinya seperti ini.
"Halo? Tolong, yang di dalam... Saya sangat membutuhkan bantuan, setidaknya berikan saja saya suatu benda yang baunya menusuk"
Michella perlahan mengintip lagi lewat jendela, aula utamanya sepi, tapi tadi ada suara langkah kaki.
Yang ada hanyalah hiasan patung berbagai bentuk serta lukisan yang terkesan datar dan karpet merah yang melapisi anak tangga di tengah ruangan itu.
"Halo?" Michella mengetuk kaca jendela mansion itu, melirik setiap sudut ruangan hingga matanya terpaku pada sesuatu yang berdiri di ujung bagian atas tangga.
"Gah! Sial!" segera Michella meninggalkan jendela itu dan mundur ke halaman.
Dia baru saja melihat rupa seseorang yang cukup menakutkan, berpakaian putih panjang dengan banyak darah dan rambut coklat berkilau bergelombang yang sedikit kusut.
Mata orang itu melotot menatap Michella membuatnya terkejut. Meskipun orang itu belum di ketahui hantu atau bukan Michella tetap berlari menuju gerbang utama.
"Sial, sial, sudah cukup kanibalisme jangan sampai paranoid juga terhadap hantu!"
Tertatih-tatih sambil menggendong Mondays, Michella berusaha menjangkau pintu gerbang utama.
Brak!
Seketika pintu mansion terbuka dan sosok yang Michella lihat tadi berdiri di sana.
"Hei! Diam di tempat atau ku tembak!"
Terima kasih bagi pembaca yang terus mengikuti setiap chapter yang saya buat. Mungkin ceritanya cukup membingungkan dan aneh, itulah sebabnya komen sangat saya butuhkan agar setiap detail ketidakjelasaan dalam cerita saya dapat saya evaluasi.
? Jangan lupa juga sambil baca
sambil vote dan bagikan cerita ini
kalau perlu gunakan power stone,
hingga sejauh ini terima kasih telah
membaca cerita pemula saya.