"Famke, mau apa kau kemari?" tanya Finland cepat. Ia segera menarik Jean yang masih lemah agar berdiri di belakangnya.
"Caspar mengirimku untuk membunuhnya." jawab Famke dengan suara datar. Wajahnya yang cantik tampak sangat dingin tanpa ekspresi.
"Tidak boleeh!!!" Finland menjerit dan berusaha melempar tasnya ke arah Famke. Dengan ringan Famke hanya berkelit ke samping dan tahu-tahu ia sudah ada di depan Finland.
Dengan panik Finland berusaha menelepon Caspar tetapi ponselnya segera direbut oleh Famke.
"Minggirlah... aku hanya ditugaskan membunuh Jean." Famke mengangkat tangannya dengan sikap mengancam. Finland tahu Famke tidak menyukainya dari awal, gadis itu hampir tak pernah bicara kepadanya, dan kini ia merasa Famke senang melakukan tugasnya untuk membunuh Jean di depan Finland. Hatinya bergidik ngeri melihat sepasang mata gadis itu tersenyum berbahaya.
"Langkahi dulu mayatku..." desis Finland dengan suara bergetar. Famke menyeringai dan dengan sekali ayunan Finland telah terbanting ke samping. Ia berdiri di depan Jean yang berusaha mempertahankan diri dengan kuda-kuda seadanya. Tubuhnya masih sangat lemah setelah pulang dari rumah sakit.
"Jangan sakiti Finland!" seru Jean sambil menyerang Famke. Pukulannya mengenai udara karena Famke sudah bergerak cepat menghilang dari tempatnya berdiri dan tahu-tahu muncul di belakang Jean dan menghantam bahunya dengan pukulan siku yang ahli. Jean tersungkur jatuh ke lantai. Ia berusaha bangun tetapi kaki Famke yang mengenakan sepatu boot kulit menginjaknya tanpa ampun.
"Kau mencintai wanita yang salah." ujarnya dengan suara dingin dan mengeluarkan pistol dari balik jaket kulitnya.
"Jangan!! Jangan tembak Jean...!! Aku tidak akan memaafkanmu...!!" Jerit Finland. Ia bangun dan berusaha menghambur untuk melindungi Jean, tepat saat Famke mengacungkan pistolnya. Jean yang secara naluri merasakan Finland bergerak untuk melindunginya segera berbalik dan menghalangi tubuh Finland yang mencoba mendekat.
Terdengar suara letusan dua kali dan tubuh keduanya terbanting ke lantai.
Tiba-tiba pintu dibuka dari luar dan Caspar masuk dengan wajah pucat dan napas terengah-engah. Ia segera memburu Finland dan berteriak murka.
"Kau apakan istriku??!!"
Ia memangku tubuh Finland yang lemas dan memeriksa darah yang berceceran di pakaiannya, sesaat ia mendesah lega karena tidak menemukan luka.
"Je... Jean... Bagaimana keadaan Jean?" tanya Finland lemah sambil berusaha membuka matanya. Ia segera histeris melihat Caspar, lalu menjerit saat pandangannya tersapu pada tubuh Jean yang terkapar di sampingnya. "Tidaakkk...!!! Kenapa kau tega membunuh Jean?!! Kenapa kau berbuat sejahat ini!??? Kenapa kau tidak mempedulikan perasaanku.....??"
Finland segera menghambur ke arah Jean dan memeriksa lukanya. Jean terkena tembakan di dada kiri dan darahnya mengalir banyak sekali. Finland meraung sedih dan mengguncang-guncang tubuh Jean...
"Finland... bukan aku..." kata Caspar lirih sambil menggeleng-geleng. "Aku tak akan pernah menyakitimu..."
"Kau mengirim pembunuh ini untuk menghabisi Jean! Kau tega sekali.... Aku takkan pernah memaafkanmu...." Finland menatap Caspar dengan mata menyala-nyala. "Aku paling benci orang yang menyalahgunakan kekuasaannya... Aku pikir kau berbeda, tapi ternyata kau sama saja dengan orang-orang kaya dan berkuasa yang lain. Kalian egois dan menindas orang lain demi mendapatkan keinginan kalian... Aku benci sekali kepadamu!!!"
Caspar berusaha mendekat tetapi Finland mengebaskan tangannya dengan penuh kebencian. Putus asa, ia akhirnya mengarahkan pandangannya kepada Famke.
"Famke... siapa yang menyuruhmu membunuh Jean?" tanyanya dengan nada suara marah.
Famke tampak terguncang. "Tuan... saya tidak akan berani melakukan apa pun tanpa perintah Tuan..."
"Aku TIDAK PERNAH menyuruhmu membunuh Jean. Aku hanya minta kau memberinya obat penghilang ingatan...!!"
"Aku hanya mengikuti perintah Tuan..." sahut Famke bersikukuh. "Kalau sekarang Tuan menyesal dan mau berpura-pura tidak pernah memberikan perintah, itu bukan salahku."
Wajah Caspar seketika membesi dan ia mengeluarkan sebuah pistol dari balik pakaiannya. Finland seketika bergidik melihat wajahnya berubah menyeramkan. Ia tak pernah tahu Caspar membawa pistol sendiri dan ia bisa menjadi sedemikian marah.
Dengan pandangan tidak berkedip ia mengacungkan pistolnya ke arah Famke dan bertanya dengan suara mengancam.
"Aku menyelamatkan nyawamu dan memberimu kepercayaan selama ini.. Kenapa kau tega mengkhianatiku?"
"Tuan... saya hanya melakukan perintah Tuan..." Famke terus membantah sambil pelan-pelan bergerak mundur.
Ia tiba-tiba mengayunkan tubuhnya ke belakang dan berusaha kabur tetapi Caspar dengan cepat telah melompat ke atas kursi dan menyergapnya. Mereka saling adu pukulan beberapa kali dan Famke tampak berusaha menembak Caspar tetapi ia kalah sigap. Pistolnya direbut dengan mudah.
Pisau-pisau yang terselip di balik sepatu bootnya juga tidak berhasil ia keluarkan karena Caspar telah mengunci tubuhnya. Saat Famke berusaha mengambil pistol dari tangan Caspar, pemuda itu menarik pelatuknya dan terdengar bunyi tembakan sekali lagi di ruangan itu.
Semua berlangsung dengan sangat cepat.
Jadeith tiba-tiba muncul diikuti dua orang laki-laki berbaju serba hitam lainnya.
"Maaf kami terlambat..." Jadeith segera menghampiri Caspar yang melepaskan tubuh Famke ke lantai dan mendekati Finland yang masih histeris.
"Jangan dekati aku!!" jerit Finland berusaha menepis tangan Caspar yang terulur ke arahnya. Pakaiannya telah basah oleh air matanya dan darah Jean yang terkulai dalam pelukannya.
"Jadeith, ini tempat pembunuhan. Bawa Finland pergi jauh dari sini. Dia tidak boleh tersangkut." kata Caspar kemudian dengan suara serak. Jadeith segera membopong Finland keluar, tanpa mempedulikan jeritannya yang minta dilepaskan. Caspar buru-buru mengecek kondisi Jean dan wajahnya tampak pucat sekali.
"Tuan... semua tanda vitalnya sudah tidak ada..." kata seorang pengawalnya dengan suara lirih. Caspar terduduk lemas mendengarnya. Dari sikap tubuh Jean yang lunglai dan napasnya yang sudah tidak terasa, Caspar bisa melihat bahwa nyawanya sudah mustahil diselamatkan. Pikirannya menjadi gelap.
Sebelum mati Famke bersikeras mengatakan bahwa Caspar yang memerintahkannya membunuh Jean.
Caspar tahu Famke berkhianat dan sengaja memfitnahnya, entah atas perintah siapa... tetapi Finland tidak tahu. Ia akan menyalahkan Caspar atas kematian Jean...
Pikiran ini membuat dadanya terasa sakit. Ia masih ingat betapa Finland marah dan memandangnya dengan penuh kebencian. Caspar tidak bersalah... tetapi ia tak dapat membuktikannya karena sekarang Famke sudah mati.
Ia meraba dadanya yang sakit dan tanpa sengaja merasakan botol kecil yang disimpannya di sana.
"Amankan tempat ini sampai polisi dan ambulans datang..." kata Caspar kemudian. Ia segera berlutut dan memangku kepala Jean yang terkulai. Dikeluarkannya botol kecil berisi cairan hitam pekat yang selalu disimpannya untuk Finland... untuk suatu ketika saat istrinya siap menjadi abadi bersamanya.
Mungkin ini akan dapat menyembuhkan Jean, pikirnya.
Jean belum mati... Harapan hidupnya sangat tipis, tetapi kalau sel-sel tubuhnya memperbaiki diri sendiri, maka ia mungkin akan dapat bertahan...
Caspar membuka paksa mulut Jean dan menuangkan obat ramuan abadi ke dalamnya, lalu menekan kedua pipinya dan memaksa Jean menelan obat itu...
Demi Finland, Jean tidak boleh mati.... pikir Caspar panik.
Jean tidak boleh mati...
"Tuan, kita harus pergi sekarang. Polisi dan paramedis sudah tiba. Kita tidak boleh terlihat orang."
Dengan berat hati Caspar meninggalkan tempat itu dan masuk ke dalam mobilnya yang sudah menunggu. Begitu mereka memastikan bahwa tubuh Jean dibawa oleh paramedis dan ambulans dengan aman, barulah mereka meninggalkan tempat itu.
"Tempatkan dua orang pengawal untuk senantiasa menjaga keselamatan Jean. Apa pun yang terjadi, ia tidak boleh mati," kata Caspar dengan tegas.
Jadeith yang selama ini selalu mampu bersikap tenang juga terlihat shock. Ia tidak menyangka Famke yang demikian dipercaya oleh Caspar ternyata berkhianat. Tetapi yang lebih membuatnya panik bukanlah pengkhianatan Famke, melainkan kesalahan besar yang baru saja dilakukan tuannya.
"Tuan... sebaiknya untuk sementara waktu Anda menyembunyikan diri dulu. Anda baru saja membunuh seorang Alchemist." bisiknya lirih. "Semua orang akan mengejar Anda."
Di dalam tatanan masyarakat Alchemist yang sempurna dan hanya memiliki anggota sangat sedikit itu, membunuh sesama anggota klan adalah kesalahan yang tidak dapat diampuni.
Wahhhh....big events are happening. Saya lagi semangat banget menuliskannya, biar cepat lega. Terus terang, selama seminggu terakhir saya berat sekali menulis karena sedih harus menuliskan peristiwa pembunuhan Jean... Ini bikin mewek, jadinya beraaaaat banget.
Nah, hari ini sudah dapat 3 bab ya. Besok2 nggak janji bisa update banyak, tapi akan diusahakan satu bab sehari.
xx - Vina