webnovel

Kisah Tragis Sahabatku

Hampir 6 tahun belakangan aku tak pernah bertemu Aini, sahabatku. Tapi hari ini aku melihat tubuh munggilnya menggandeng anak kecil berdiri di halte bus yang barusan aku lalui.

"Aini, apa itu kamu?" sapaku memastikan.

Aini menoleh menatapku dengan tatapan nanar, ketika aku turun dari mobil.

"Zhura. Iya ini aku Nur Aini, teman sebangkumu waktu SMK dulu," sambil memelukku dengan erat. Dan aku mulai merasakan ada butiran hangat jatuh dibaju dinasku.

"Aini, kamu baik baik saja sahabatku? Bagaimana kabarmu? Setelah kita lulus SMK, aku selalu bertanya kabarmu kepada teman sekelas kita dulu, tapi semua sia-sia. Merekapun tak tahu dimana dirimu setelah lulus sekolah dulu," tanyaku beruntun saat dia mulai pelepas pelukannya.

Dertt..dertt..dertt suara getar hp Aini berbunyi saat ada satu panggilan masuk. Dengan cepat Aini merogoh hp di dalam tasnya.

"Cepat pulang atau akan ku bunuh kau," suara keras laki laki dalam telepon.

Yah..aku mendengar jelas suara itu, karena Aini dari dulu selalu menekan loudspeaker jika sedang menerima telepon. Aini menatapku lama, dengan sesekali mengusap air mata yang mulai jatuh dipipinya..

"Aku pulang dulu, Zhu. Aku akan menjelaskanmu dikemudian hari nanti," sambil menyerahkan selembar keras berisi nomer telepon dia.

***

Seperti biasa hari sabtu, aku hanya bekerja setengah hari. Rencana weekend ini aku isi dengan membersihkan rumah dan berkebun di belakang rumah dengan Mas Fauzan suamiku. Hingga bunyi telepon membuyarkan lamunanku. Cepat cepat kuraih hp di atas meja.

Telepon dari Aini, ada apa dengan dia sebenarnya? Gumamku dalam hati.

"Assalamu'alaikum Zhu. Kamu dirumah?" tanya Aini di seberang sana.

"Wa'alaikumsalam, An, aku dirumah sekarang. Mainlah ke sini, aku merindukan curhatan manjamu hahaha," ledekku kepadanya.

"Oke, Zhu. Aku kesana sekarang. Byee."

Belumku menjawab Aini sudah menutup telepon.

***

Hingga waktu menjelang maghrib pun Aini belum menunjukan batang hidungnya. Inginku diriku menelepon dia, tapi kuurungkan niatku. Kembali ku teringat bocah cantik yang digandeng Aini minggu lalu, mirip sekali dengan Aini. Siapa dia?

Sehari, dua hari, satu minggu hingga sebulan aku menunggu kabar dari Aini. Aku jadi teringat waktu SMK dulu tak ada orang yang mau menjadi pendengar sejati selain Aini.Tapi sekarang Aini bukan Aini yang aku kenal dulu, dia banyak berubah.

"Dik, Mas mau ke toko beli barang dulu. Nitip gak?" tanya suamiku yang sudah duduk di atas motor maticnya.

"Mboten, Mas, kalau ada coklat saja 1 ya hehehe," pintaku manja.

Ya kebiasaan manjaku saat Mas Fauzan ke toko, tanpa ku suruhpun dia akan membelikannya untukku.

***

[Zhu..tolong aku!! Tolong selamatkan aku]

Pesan singkat dari Aini. Aku merasa was-was saat membacanya. Secepat kilat aku membalas SMSnya.

[Kenapa An? Rumah kamu dimana??]

Tak berapa lama Aini share lokasi dirinya. Aku segera berlari ke lantai atas membangunkan Mas Fauzan yang sedang tidur.

"Mas, Mas, bangun. Aini butuh pertolongan. Cepat, Mas..bangun," ku oyak-oyakan tubuhnya. Diapun terbangun, mencuci muka dan kitapun pergi menggunakan mobil.

"Stop! Stop!" ku suruh Mas Fauzan menghentikan mobilnya. Saat di ujung jalan gelap ku lihat seorang lelaki menarik paksa wanita. Ya aku kenal wanita itu, dia Aini sahabatku. Inginku turun dari mobil, mengampirinya.Tapi tangan kekar Mas Fauzan mencegahku untuk turun.

"Jangan. Jangan turun dulu, Dik. Bahaya, kamu lihat lelaki itu membawa pisau besar," cegah suamiku.

Ya Tuhan. Ada apa ini? Siapa lelaki itu?

Lindungi dia Tuhan..

Aku ingin menolongnya..

Tapi aku tak berdaya..

Doaku dalam hati.

"Aarrrgtt..." terdengar suara teriakan keras dari balik pohon di mana lelaki itu membawa Aini.

Aku dan mas Fauzan terkejut saat samar-samar ku lihat lelaki itu keluar dari balik pohon membawa sepotong tangan bercucuran darah.

Saat mas Fauzan memastikan lelaki itu sudah berjalan cukup jauh. Aku beranikan untuk turun dari mobil dan berlari ke pohon itu.

"Astaghfirullah Aini.. ." teriakku histeris.

Bagaimana aku tidak histeris saat pertama kali ku saksikan Aini tergolek lemah di balik pohon, di mana sudah tergelar tikar hitam dan dupa di sana.

Tumbal...pesugihan, itu yang bisa aku tangkap dari ucapan Aini.

Author Facebook: Titin Juliana Specta