webnovel

(Dia dan Aku)

Kisah persahabatan absurd seorang anak guru BK yang killer dengan seorang cewe bar-bar mencari dan menangisi arti hidup yang tak tau akan mereka bawa kemana. dihiasi dengan benih-benih cinta dan keegoisan masa muda yang terobsesi akan si doi yang cuek, dan gejolak urusan keluarga yang tak bisa melihat ke masa depan. Dunia itu indah, yah walau kadang mirip mimpi buruk yang jadi kenyataan. -Gigi Hari pertama aku ketemu kamu, itu hari pertama aku sadar arti penantian selama ini. -anonim lo savage, gila, mass. Tapi lo tetep yang terbaik buat gue karena lo gak fake. -Nadira

StrawMarsm · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
1 Chs

Awalnya

Hari itu entah kapan, gue udah lupa. Tapi kejadian yang dimulai pada hari itu membekas dalam ingatan terdalam gue, gue Nadira Adinata ini bukan kisah gue, ini kisah temen deket gue dan si 'dia'. Seumur hidup gue selama 26 tahun yang menurut gue rada sia-sia ini, gue cuma punya satu sohib satu penderitaan satu kebahagiaan. Namanya Gigi Agrasia, gue sama Gigi ketemu waktu kita SMA, Gigi anak pindahan yang selengean, Gigi paling anti sama basa-basi dan fake friend, dia punya banyak 'kenalan' tapi bukan temen. Dia pindah ke sekolah gue semester dua, tiga bulan sebelum UKK. Nanggung banget, emang.

Gue kenal sama Gigi gara-gara suatu hari kita telat bareng, gue masih inget banget, pagi itu dari jam 7 sampe jam 9, gue sama Gigi hormat bendera di tengah panasnya neraka bocor panas matahari dan itu cuma gue sama Gigi berdua doang.

"Lo bukannya anak baru" Kata gue ke Gigi waktu itu

"Iye, gue baru masuk seminggu ini" Bales Gigi waktu itu dengan keadaan sudah bercucuran keringat

"Kenapa lo bisa sampe dihukum? Setau gue klo telat cuma sekali mah, paling cuma ditegor doang" Kata gue lagi

"Iye, waktu pertama kali gue telat di hari pertama gue sekolah di sini, gue cuma dibilangin doang. Tapi 4 hari selanjutnya dari hari itu selama weekdays sampe senin ini, gue juga telat, dan jadilah gue berdiri di sini di samping lo. Dan lo sendiri kenapa bisa sampe di sini juga?" Tanya Gigi

"Gue, mhh hehe, gue ketauan pake kutek sama rok gue terlalu ketat" Saut gue sambil nyengir kuda

Gigi memasang ekspresi yang seolah berkata 'Hah yang bener aja lu' kemudian dia memindai gue dari ujung sepatu sampe ujung bando gue yang berpita " Keliatannya banyak deh yang pake kutek, rok lebih ngepres dari lo. Dandanan lo masih batas wajar kok, menurut pemindaian mata gue" Tukasnya

"Lo gak tau ya, kalo guru BK yang ngasih kita sanksi ini, adalah nyokap gue" Tukas gue sambil nyengir

Gigi menurunkan tangannya yang berada di depan jidat untuk hormat ke bendera dan mengangakan mulutnya "Seriusan lo? Muka gahar binti jutek yang memberikan kita derita ini, emak lo? Emak macam apa itu yang ngejemur anaknya sendiri" Tukas Gigi dengan raut wajah syoknya "Gue gak nyangka muka polos centil kayak lo merupakan hasil cetakan dari siluman macan yang dikutuk jadi manusia" Balas Gigi saat itu, dan entah kenapa gue setuju dengan perkataan bar-barnya

"Nyokap gue itu menganut prinsip 'Sebelum saya mendisiplinkan anak orang lain, saya harus mendisiplinkan anak saya sendiri' kurang lebih begitulah" Saut gue

Setelah percakapan itu, tidak lama bel istirahat berbunyi

"Suara kemenangan" Tukas Gigi

"Wow udah jam sembilan aja, gak berasa ya" Kata gue waktu itu dengan idiotnya

"Gak berasa pala lo. Lu liat kga nih, seragam gue udah basa keringet, muka kagak berbentuk kepanasan, kaki pegel kesemutan. Masih dibilang kaga berasa? Dasar anak guru BK, jangan-jangan jalan di atas bara api lu bilang dingin lagi" Sewot Gigi waktu itu

Gue nyengir bego aja waktu itu "Kantin yuk" Kata gue

"Gaslah" Saut Gigi

"BTW, nama lo siapa?" Tanya gue

"Gue Gigi Agrasia, panggil gue Gigi. Geraham, Gusi dan Taring bukan bagian dari nama gue. Lo?" Tanya Gigi

"Gue Nadira Adinata, panggil aja gue Dira" Saut gue

Semenjak perkenalan itu, gue sama Gigi jadi berteman makin deket, dia sering nebeng motor gue dan gue sering main ke rumah dia cuma buat tidur-tiduran sambil makan cemilan kayak anak babi sambil guling-gulingan.

Gigi itu sebenernya pinter, jenius malah kalo dia mau belajar. Tapi sayangnya Gigi itu lebih males dari sesuatu yang dikatakkan males buat belajar, tapi sebagai teman yang baik, tanpa pamrih dan bullshit. Gue selalu membalas chatnya yang meminta jawaban ulangan waktu UKK. Gue tau gue sesat, tapi lo pada juga nyontekkan waktu ulangan? Sama dong wkwkw

Singkat cerita, gue sama Gigi naik kelas dua SMA waktu itu, kita sekelas dan nilai rapotnya sebagus nilai gue. Yaiyalah jawabannya sama-sama berasal dari otak gue.

Dan kisah kenangan yang bakal selalu stuck di otak gue pun bermula. Waktu itu, ada pensi. Pensi yang harusnya diadain sebelum naik-naikan kelas akhirnya karena suatu masalah internal osis, baru diadakan setelah kenaikan kelas seminggu setelah liburan.

Gigi yang rencananya mau bolos aja, setelah gue paksa dan gue teror dengan chattan tanpa ampun semaleman suntuk akhirnya dengan sangat terpaksa dia mau nonton pensi dengan syarat gue harus jemput dia di rumahnya. Gigi emang manusia yang suka seenaknya aja, tapi dia itu pengertian, meskipun cuma sebesar 5000 rupiah, dia selalu menambahkan duit itu untuk isi bensin motor metik paruh baya gue.

Singkat cerita, gue sama Gigi sampe di sekolahan jam 10 dari jadwal tertulis jam 8. Alias kita ngaret dua jam. Waktu gue sama Gigi sampe, sekolah udah rame, bukan cuma sama warga sekolah, tapi orang luar lingkungan sekolah juga dateng karena mau nonton guest starnya waktu itu.

Jadi waktu itu, skema panggungnya itu main stagenya ada di tengah-tengah lapangan sekolah gue yang emang gede pake banget, trus orang-orang ngerubungin stage itu dengan pose loncat-loncat angkat tangan, padahal yang lagi perform waktu itu cuma band asal-asalan dan lagunya juga gak enak-enak banget, guest starnya ditaro pas mau penghujung acara. Trik lama biar orang-orang nontonin dulu band kacangan, baru nanti setelah cukup menderita barulah penampilan bintang pujaan dihidangkan penampilan yang hanya berdurasi 15 menit untuk penantian 6 jam. Am-a(n)jing

Karena gue sama Gigi ngaretnya udah kebangetan, jadilah gue sama Gigi kebagian berdiri di belakang. Kondisi desek-desekan, panas membara, dan manusia di kiri-kanan gue loncat-loncatan dengan kedua tangan terangkat dan bau matahari bercampur parfum murah dan bau ketek jadi satu diiringi suara musik dari sebuah band yang semua anggotanya perempuan dan sejauh yang gue denger, mereka cuma teriak-teriak tanpa nada dan gak bisa disebut sebagai nyanyi menurut gue. Ingatan itu selalu membekas di otak gue.

"Dir, panas banget. Neraka bocor, dosa gue kebanyakan. Tolong gue. Gila dampak pemanasan global ternyata sangat mengerikan." Tukas Gigi sambil berdiri tak bernyawa berdempetan di sebelah gue

"Sabar Gi, bentar lagi band kakak kelas tampil. Vokalisnya Dito namanya, suara dan visualnya beuh ajib Gi" Saut gue dan gue liat Gigi mendengarnya dengan sama sekali tidak tertarik

Setengah jam gue sama Gigi terobang-ambing di tengah-tengah pusaran derita demi nonton Kak Dito, cowo idola sekolah tampil. Akhirnya D'Vain, bandnya Kak Dito tampil juga

Gigi yang udah tak bernyawa dari tadi langsung gue peluk erat-erat waktu itu

"Gi, band Kak Dito tampil Gi, aaaaaa gue seneng banget" Euforia gue waktu itu

Saat euforia gue dan penggemar band D'Vain mereda, suasana cukup sepi. Kami bersiap mendengarkan perform dari D'Vain saat tiba-tiba

"WOIIII, YANG NAMANYA KAK DITO! TEMEN GUE NAKSIR BERAT SAMA LO. GUE NEMENIN DIA SEJAM SAMBIL MENDERITA BEGINI CUMA BUAT NONTON LO. NTAR SAMPERIN YA. KELAS 11 IPA 1" Teriak Gigi semena-mena dan mengankat sebelah tangannya yang sedang memegang tangan gue "NIH ORANGNYA, NAMANYA NADIRA ADINATA. ANAKNYA GURU BK SILUMAN MACAN" Sambungnya seakan belum puas mempermalukan dirinya dan GUE.

Tidak hanya Kak Dito dan semua anggota band D'Vain yang memusatkan perhatian pada Gigi dan gue, seluruh manusia selapangan tempat pensi juga mendelikan matanya ke gue dan Gigi. Saat itu gue merasa muka gue merah, jidat gue panas bukan karena kejemur matahari tapi karena malu dan sebel jadi satu, kuping gue gatel, kepala gue nunduk dan dalem hati gue, gue merapal sumpah serapah untuk temen laknat gue, Gigi.

Setelah dua menit yang terasa seabad untuk gue. Akhirnya perhatian semua orang teralih lagi pada perform band D'Vain

"Oke, makasih untuk informasinya. Nanti gue bakal kekelas lo buat nemuin temen lo yang namanya Nadira. BTW ini lagu gue persembahin buat lo sebagai reward karena lo udah bersedia desek-desekan siang bolong gini untuk nemenin temen lo nonton band gue" Tukas Kak Dito dari atas panggung menggunakan microphone dan sedetik kemudian berbagai hujatan diteriakan penonton yang lain untuk gue dan Gigi karena iri Kak Dito persembahin lagunya buat Gigi, mengingat gak cuma gue sama Gigi yang desek-desekan siang bolong begini demi nonton performnya band dia.

Satu kata yang gue dapat simpulkan dari seorang Gigi saat itu adalah, Sinting.

Abis D'Vain perform gue langsung nyeret Si Gigi nerobos gerombolan orang-orang yang masih bergunjing tentang gue dan Gigi. Sesampainya di parkiran, siluman macan darah yang gue wariskan dari nyokap gue tercinta meluap-luap seketika

"Anjir, Gi. Lo tau gak apa yang tadi lo lakuin?" Tukas gue sambil nunjuk mukanya

Gigi menepis saja jari telunjuk gue yang mengarah tepat di hidungnya

"Gue cuma nyampein perasaan lo doang kok" Tukas Gigi santai

"Tapi gue kan gak bilang gue naksir dia, beneran deh Gi. Gue kesel sama lo" Tukas gue

"Lo gak usah bilang, tanpa lo bilang, gue udah tau kok dari mata lo waktu lo liat Si Kak Dito itu. Udah gak usah kesel-kesel sama gue. Bukan lo doang yang bakal jadi training topic sampe bulan depan, gue juga. Lagian gue ngelakuin ini juga buat lo, biar dia tau dan seenggaknya ngasih lo kesemparan buat kenalan. Lo dengerkan dia bilang mau ke kelas buat ketemu lo. Udahlah, dari pada lo kesel , cemberut sama gue. Mending lo anterin gue pulang. Okeh" Saut Gigi panjang lebar yang masih gue inget dialognya

Jujur waktu itu meskipun gue tau niatnya Si Gigi baik banget buat gue dan dia berkorban mempermalukan dirinya buat gue. Tapi tetep aja gue kesel sekesel keselnya dan dia masih dengan seenaknya gak minta maap dan nyuruh gue anterin dia pulang pula. Rasanya pengen gue suruh emak gue sang guru BK titisan siluman macan buat makan dia.

Gue boncengin Si Gigi masih dengan rasa dongkol di dada gue, jadilah gue ugal-ugalan dan sok ngebut padahal sebelumnya kecepatan motor gue gak pernah di atas 30 selama ini. Waktu itu pertama kalinya kecepatan motor gue sampe 70, akhirnya gue oleng dan motor gue nyungsep ke trotoar nabrak gerobak tukang bakso.

Motor gue gak apa-apa, gue juga cuma lecet dikit doang. Yang parah itu kondisi gerobak sang abang tukang bakso dan kaki Gigi. Gue udah ketakutan duluan ngebayaing betapa nyokap gue bakal ngamuk kalo tau gue kecelakaan motor gue, jadi awalnya gue gak sadar keadaan kakinya Gigi.

Jadi waktu motor gue ngepot tuh, kakinya si Gigi udah nahan dan pas nabrak gerobak bakso, kakinya itu ketiban gerobak tukang bakso dan ngehantem tabung gas.

Gigi tau gue panik sekaligus ketakutan, gue juga sadar pasti muka gue udah pucet waktu itu.

Dengan tenangnya Gigi mencoba mendirikan lagi gerobak bakso itu dengan susah payah. Setelah berhasil mendirikan kembali gerobak tukang bakso dengan bantuan abang tukang baksonya dan orang-orang yang lewat yang kaget dengan pristiwa epik, motor bebek paruh baya menabrak gerobak bakso, dengan intonasi tenang Gigi bilang

"Pak, maaf banget sebelumnya, ini kecelakaan" Tukas Gigi

Sang abang tukang baso mukanya sudah merah padam "Emang siapa juga yang bilang ini atraksi sirkus?"

"Saya tau bapak pasti marah banget" Tukas Gigi sambil mengambil dompet di tasnya " Ini pak, gak seberapa. Cuma ada 300 ribu" Tukas Gigi sambil mengeluarkan semua uang dari dompetnya "Tabung gas bapak gak apa-apa, uang itu untuk memperbaiki gerobak bapak, kacanya pecah dan ada kayu sebelah kanan gerobak bapak yang rusak. Uang itu saya kira cukup untuk reparasi gerobak bapak. Sisanya akan saya bayar secepatnya untuk gantiin bakso bapak yang tumpah, saya juga bakal kerja sukarela untuk bapak sebagai pegawai bapak sampai saya bisa bayar uang ganti rugi dagangan bapak yang tumpah. Tapi tolong ya pak jangan perpanjang masalahnya, saya bersedia tanggung jawab sepenuhnya dan ini bapak boleh pegang kartu pelajar saya sebagai jaminan, saya juga bakal kasih bapak nomer hp saya" Tukas Gigi dengan tenangnya

Sang tukang bakso berfikir beberapa saat dan mengangguk "Baik, saya gak akan perpanjang masalah ini, tapi bener ya kamu tanggung jawab penuh"

"Iya pak pasti" Tukas Gigi kemudian tukang bakso tersebut ikut membantu membangunkan motor gue yang sedang berbaring nyaman di trotoar bersama beberapa orang yang ada di sekitar situ

Gue masih syok, jadi Gigi yang nuntun motor gue ke tukang es kelapa terdekat dengan kondisi kaki patah tulang dengan teganya gue membiarkan dia yang menuntun motor gue, berhubung waktu itu gue belum sadar dengan kondisi kakinya.

"Udah Dir, gak usah dipikirin. Masalahnya nanti gue yang nanggung. Lo gak usah takut" Tukas Gigi saat kami tiba di tukang es kelapa hanya untuk numpang duduk.

Mata gue udah perih banget nahan air mata, akhirnya gue nunduk dan air mata gue keluar. Di saat yang sama gue liat kondisi kaki Gigi, dia pake celana tiga per empat jadi memar dan darahnya keliatan jelas dari betis sampe mata kakinya

"G..i ..ka..ki lo" Gagap gue waktu itu

Saat itulah gue merasa berdosa sama dia udah ngebiarin dia nanggung kesalah gue dan tanggung jawab penuh ke tukang baso, terus nuntun motor gue dengan kondisi kakinya yang kayak gitu.

Dengan gemetaran akhirnya gue ngehubungin Mas Jordi waktu itu

"Halo mas" Suara bergetar gue yang coba gue sembunyiin tapi sia-sia

"Kenapa kamu de?" Tukas nada disebrang sambungan telfone

"Mas, Dira nambrak mas. Mas ke sini ya. Dira lagi di daerah kemang mas" Kata gue ke Mas gue tersayang waktu itu

Gue kenalin dulu kakak gue. Gue punya seorang kakak, gue manggilnya Mas. Namanya Dioz jordion statusnya kakak kandung gue, waktu itu gue gak pernah tau dia punya pacar atau enggak. Mas gue lebih tua empat tahun dari gue dia waktu itu kuliah di Jogja cuma kebetulan pas kejadian kecelakaan itu dia lagi balik ke Jakarta buat liburan, itu juga diteror nyokap karena udah delapan bulan mas Jor gak balik ke Jakarta. Mas Jordi itu adalah visual kakak idaman sepanjang masa dan untuk sekedar info, mas gue ambil jurusan kedokteran. Lah terus kenapa? Kga apa-apa gue mau kasih tau aja heheh.

Sekitar lima belas menit gue nungguin Mas Jordi sambil nangis sampe gemeteran karena perasaan takut, syok dan bersalah, sementara itu Gigi berusaha menenangkan gue, tapi yang ada rasa bersalah gue malah semakin menjadi-jadi.

Mas Jor dateng pake Jeepnya. Tanpa menghiraukan Gigi, Mas Jor langsung mencecar sejuta pertanyaan buat gue

"Dir, kamu gak apa-apa"

"Mana yang sakit"

"Kamu kenapa bisa sampe kayak gini?"

"Siapa yang nabrak kamu?"

"Kamu luka enggak?"

Tukas Mas Jordi sambil memeriksa setiap senti badan gue

"Dira baik-baik aja mas, Dira gak ditabrak orang, tapi Dira yang nabrak tukang bakso mas" Tukas gue masih sambil sesegukan waktu itu

"Mas, yang luka itu temen aku mas. Dia luka gara-gara aku mas" Kata gue waktu itu

Seketika Mas Jordi menoleh ke Gigi

Gigi menjadi kikuk "Eh, engga kak, aku luka karena salah aku sendiri kok mas, Dira gak salah" Tukas Gigi

"Huaaaa" Gue inget banget saat itu tangis gue semakin menjadi-jadi "Ini salah Dira mas pokoknya salah Dira"

Mas Jordi jadi serba salah "Yaudah iya, ini semua salah Dira. Kita bawa temen Dira ke rumah sakit yuk" Tukas Mas Jordi

"Kok sekarang mas nyalahin Dira sih" Tukas kebegoan gue waktu itu

"Gausah kak, kakak pulang aja sama Dira, nanti aku yang anterin motornya Dira ke rumah kalian" Tukas Gigi

"Kamu gak usah mikirin soal motor, saya sudah telfone temen saya yang rumahnya di sekitar sini untuk bawa motornya sekalian di cek di bengkel. Jangan panggil kakak, panggil aja mas. Nama kamu siapa?" Tanya Mas Jordi

"Gigi mas, nama saya Gigi" Saut Gigi waktu itu

"Yaudah, kamu ikut saya aja sama Dira naik Jeep saya. Saya bakal bawa kamu ke rumah sakit. Saya gak terima penolakan" Tukas Mas Jordi waktu itu "Kaki kamu itu bukan sekedar luka aja, tapi ada tulang yang patah dari sepenglihatan saya"

"Lah kok mas bisa tau?" Tanya Gigi heran

"Mas kan mahasiswa kedokteran. Jadi taulah" Tukas Mas Jordi waktu itu dengan senyum manis

Akhirnya Gigi mau naik ke mobil Mas Jordi. Gue duduk di depan sama Mas Jordi, Gigi duduk di belakang. Motor gue ditinggal di tukang es kelapa tapi kuncinya tetep gue bawa, gue gak tau gimana temennya Mas Jordi bawa motor gue tapi Mas Jordi sendiri yang bilang kalo dia nyuruh gue bawa kuncinya.

Mas Jordi bawa mobilnya rada ngebut tapi nggak ugal-ugalan, gue inget saat itu gue masih sek-sekan abis nangis dan tiba-tiba Gigi nepuk pundanknya Mas Jordi pelan

"Mas, boleh nggak aku gak usah dibawa ke rumah sakit. Mas aja yang obatin kaki aku" Seinget gue Gigi ngomong kayak gitu dengan suara yang lembut banget

Mas Jorgi bukannya melanin mobilnya malah tambah ngebut

dengan gagap mas Jordi bilang

"Em..ang kenapa G..i"

Gigi gak langsung jawab

"Gigi gak mau aja ke rumah sakit mas, please" Tukas Gigi dengan suara memelas

Akhirnya kita gak jadi ke rumah sakit, dan berujung pulang ke rumah gue. Waktu itu mamah belum pulang, dia masih di sekolahan ngurusin apalah itu kerjaan guru bk yang merangkap jadi wakasek

"Gi, kamu gak takut kalo nanti mas malpraktek? Mas kan baru kuliah tahun ke tiga, belum ada pengalaman ospek sama sekali" Kata Mas Jorgi waktu kita semua udah sampe di ruang tamu rumah gue dan Mas Jorgi berlutut satu kaki di depan Gigi yang duduk di sofa

Gigi nyengir rada lama "Ngeri sih mas, tapi Gigi percaya sama mas lebih besar daripada rasa ngeri mas malpraktek sama kaki Gigi. Gak tau kenapa Gigi percaya aja sama Mas" Tukas Gigi