webnovel

Öde

Alde tidak pernah menganggap keahliannya ini adalah sebuah anugerah. Malahan, ia merasa jika dirinya telah terkutuk. Benang-benang merah yang selalu muncul di depan matanya tanpa ia minta, memberitahukan dirinya bagaimana takdir dari hubungan orang-orang disekitarnya. Membuatnya muak melihat kenyataan yang tidak permah ia inginkan. Alde ingin, jika keahlian ini segera menghilang dari hidupnya. Tapi, bagaimana jika seseorang tiba-tiba saja datang kedalam hidupnya dan membantu Alde merubah pemikiran sempit tersebut? Ketika ia dipertemukan dengan seseorang yang membuatnya ingin tetap memiliki kemampuan tersebut agar bisa melihat benang-benang merah tersebut terikat di antara jari kelingking mereka. Membuatnya berharap jika ia adalah satu-satunya takdir dalam hidup orang tersebut. Dan di saat seperti itu lah, takdir kembali mempermainkannya. — Aku mencintaimu, sangat. Akan tetapi, kau bukanlah takdirku. Benang merahmu, bukanlah benang merah milikku. Cerita kita... tidak bisa berakhir bersama. -Aldelina Jika kau memberikanku satu kesempatan lagi, aku akan melawan benang takdir itu. Tak peduli jika itu malah akan menghancurkanku. Karna... dari awal hingga selamanya, aku hanya akan mencintaimu. -Elio

angst00 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
34 Chs

14

Alde mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk berwarna cream miliknya. Ia baru saja selesai mandi sepulang dari tempat bekerjanya. Merasa segar karna guyuran air dingin yang bersentuhan langsung dengan kulitnya.

Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas sebelum mendudukkan dirinya di atas kasur. Selain pesan dari Nyla, Alde menyadari jika terdapat sebuah pesan masuk dari nomor yang tak ia kenali. Dengan ragu Alde membuka pesan tersebut, dan ketika ia membacanya senyuman di wajahnya muncul.

[Apa kau sudah sampai di rumah dengan selamat?]

[Ngomong-ngomong ini Elio]

Alde mengetikan beberapa kalimat dan setelah itu segera mengirimkanya pada nomor Elio.

[Aku sudah sampai di rumah dengan selamat, terima kasih karna sudah khawatir.]

Tak harus menunggu lama Alde sudah mendapatkan balasan dari Elio.

[Syukurlah kalau begitu.]

[Karna sudah malam lebih baik kau beristirahat, selamat malam.]

Lagi, Alde di buat tersenyum hanya dengan pesan dari Elio.

[Selamat malam.]

Dan setelah itu percakapan terputus.

Alde menaruh ponselnya kembali ke atas nakas, tak lupa untuk mengisi daya nya agar bisa ia gunakan di esok harinya. Beralih untuk mengeringkan rambut menggunakan pengering rambut elektrik, Alde bangkit dari duduknya dan segera berjalan menuju meja rias. Ia duduk di atas kursi yang tersedia, mengambil pengering rambut dan segera mengeringkan rambutnya.

Setelah cukup kering Alde mematikan pengering rambut dan mulai menyisirnya agar rapih. Ia memastikan semuanya sudah tertata sesuai dengan yang ia inginkan sebelum tiba-tiba saja terdiam dan manik coklatnya menatap lurus ke arah kaca.

Wajah yang sangat mirip dengan sang ibu... saking miripnya hingga membuat Alde sulit melupakan perempuan yang sudah membuangnya. Alde menggertakkan giginya. Mendecih kencang sebelum menutupi wajahnya dengan poni yang panjangnya sudah mencapai matanya lalu membuang muka dan berjalan pergi untuk menjemur handuk miliknya.

Selesai menjemur handuk ia berjalan ke dapur, mengambil mug untuk membuat segelas teh hangat yang akan menenangkan perasaannya yang saat ini campur aduk. Namun, di tengah-tengah itu, sebuah ketukan di pintu rumahnya terdengar. Alde yang menyadarinya segera menghentikan kegiatannya dan berlari menuju asal suara.

"Ya?" tanya Alde ketika ia membuka pintu. Akan tetapi, ketika ia melihat keluar tidak ada siapa pun di sana.

Alde berjalan keluar, mencari sosok siapa pun yang tadi mengetuk pintunya. Namun, mau berapa kalipun ia menolehkan kepala tidak ada siapa pun di sana. Hanya ada lorong kosong dengan lampu yang cukup remang.

Dengan tubuh yang bergidik Alde segera melangkah masuk kembali menuju rumahnya. Namun, sebuah box yang tiba-tiba menabrak kakinya membuat langkahnya terhenti. Ia melihat ke bawah. Salah satu alisnya naik ketika melihat box tersebut.

"Apa ini?" tanyanya bingung.

Tanpa berpikir lebih panjang lagi Alde segera mengambil box berwara coklat tersebut dan membawanya ke dalam. Ia menaruh box tersebut ke atas meja dan mulai membuka segel yang menutupinya.

"Wuah!!" serunya terkejut.

Banyak sekali bahan makanan mentah yang berkualitas bagus berada di dalamnya. Mulai dari sayur, macam-macam daging dan juga beberapa bumbu masak. Di antara semua bahan makanan tersebut Alde menemukan sepucuk kartu berwarna putih.

'Ini adalah bahan makanan yang kujanjikan.'

Seketika Alde menyadari siapa yang mengrimkan barang-barang ini.

"Tapi ia tak perlu mengirimkannya selarut ini kan?" ucapnya sambil terkekeh.

Tak mau bahan makanan tersebut rusak, Alde segera memasukkannya ke dalam kulkas. Menatanya serapih mungkin agar muat di dalam kulkas kecilnya.

Awalnya Alde ingin segera menghubungi Elio, memberitahukannya tentang hal ini. Namun, ketika menyadari hari sudah sangat larut ia segera mengurungkan niatannya dan kembali melanjutkan untuk membuat tehnya yang tertinggal sebelum akhirnya mengistirahatkan dirinya.

---

Keesokan paginya, dengan bermacam macam bahan makanan yang sudah ada Alde membuat bekal untuk Elio. Dengan penuh semangat ia melakukannya, menghabiskan waktunya dari subuh hingga pagi hanya untuk memastikan jika karya ciptannya sempurna.

"Oh tidak, aku terlambat!" jerit Alde ketika melihat jam yang sudah menujukkan pukul sepuluh pagi.

Cepat-cepat ia segera menyelesaikan pekerjaannya dan segera berlari keluar rumah. Setelah memastikan ia membawa semua barang yang harus ia bawa ke kampus dan mengunci pintu rumah, Alde segera berlari pergi.

Dengan menggunakan bus ia tiba di kampus lima belas menit sebelum kelas di mulai. Ia berlari menuju gedung di mana kelasnya berada. Sedikit panik ketika manik coklatnya mendapati dosen yang akan mengajarnya sudah memasuki kelas terlebih dahulu sebelum dirinya.

"Pak, maaf saya terlambat!" ujar Alde ketika ia tiba di depan pintu kelas yang terbuka.

Seluruh mata tertuju pada sosok Alde. Bian yang baru saja menaruh tasnya ke atas meja segera menyuruh Alde untuk segera masuk, "Sudah sana cepat duduk"

Pertama kalinya Bian mempersilahkan seorang murid tanpa mengomel terlebih dahulu. Dan tentunya itu sangat mengejutkan semua yang berada di sana. Alde yang tidak mempedulikan itu cepat-cepat menghampiri Nyla yang sudah menatapnya takut sebelum akhirnya mendudukkan diri di samping wanita itu.

"Kau kenapa terlambat lagi?" tanya Nyla gemas.

"Aku terlalu fokus membuat bekal." jawabnya.

"Bekal apa?"

"Yang di sana, jangan mengobrol terus! Perhatikan ke depan!" potong Bian dari depan kelas pada Nyla dan Alde yang saat ini sudah berhenti berbicara dan memperhatikan papan tulis.

Selama dua jam lebih keduanya mempelajari mata kuliah yang diajarkan oleh bian. Menulis semua materi yang cukup penting untuk mereka pelajari lagi nanti.

"Baiklah kalau begitu, karna jam mengajar sudah selesai saya hentikan pelajaran sampai sini dan kalian boleh keluar."

Anak-anak yang sebelumnya lesu dan bosan kembali bersemangat. Mereka cepat-cepat segera membereskan semua peralatan belajar mereka dan berjalan keluar. Dan ketika Alde berjalan melewati meja Bian, tiba-tiba saja pria itu memanggil namanya.

"Alde!"

Sang pemilik nama segera menoleh. "Ya, Pak?"

Bian berjalan mendekati Alde. "Kau ada waktu luang sore nanti?"

Sesaat Alde berpikir, sebelum akhirnya menjawab, "Ada Pak, kebetulan hari ini saya tidak ada shift kerja."

"Kalau begitu, selesai kelas terakhirmu tunggu saya di depan kampus."

Kedua asli Alde terangkat, "Eh, tapi Pak—"

"Sudah ya, saya ada jadwal mengajar di kelas lain." potongnya tanpa mau mempedulikan kalimat Alde yang belum selesai lalu berjalan pergi.

"Woah, menyebalkan sekali dia." celetuk Nyla dari samping Alde.

Hembusan nafas lolos dari mulut Alde, berusaha menenangkan perasaannya yang sudah terbakar oleh api emosi. "Sangat,"

Kekehan lolos dari mulut Nylan, "Ayo Alde, kita ke kantin." ajaknya yang sudah berjalan terlebih dahulu.

"Ah, maafkan aku Nyla aku tidak bisa."

Salah satu Alis Nyla terangkat, "Kenapa?"

"Aku harus mengantar makanan." jawab Alde sembari berlari pergi. "Sudah ya." lanjutnya sabil melambaikan tangan pada Nyla.

Dengan sedikit terburu-buru Alde melangkah keluar dari gedung kampusnya. Ia berjalan menuju taman tempatnya sering menghabiskan waktu istirahatnya sendirian dan tersenyum ketika melihat sesosok pria yang sudah duduk di atas bangku taman.

"Elio!" jeritnya senang.

Elio yang sebelumnya sedang membaca buku di pangkuannya segera menutupnya. "Kenapa kau harus berlari?"

"Karna aku ingin." jawab Alde di sela desahan nafasnya yang muncul karna kelelahan.

"Yasudah, kalau begitu duduk lah." ucapnya sembari menepuk spot kosong bangku di sampingnya.

Tanpa malu-malu Alde segera mendudukkan dirinya di samping Elio. Ia memberikan pria itu bekal yang sudah ia janjikan dan berkata, "Kenapa kau mengirimkan bahannya malam-malam? Kau tau kalau kau bisa mengirimkannya besok paginya kan?"

Elio tersenyum, "Aku hanya ingin segera memakan masakanmu."

Seketika wajah Alde memerah. Dapat ia rasakan dengan jelas jika jantungnya berdegup sangat kencang saat ini.

"Hmm enak seperti biasa." ucap Elio ketika memakan bekal buatan Alde.

Takut jika tak bisa mengendalikan ekspresinya, dengan segera Alde menundukkan kepalanya. "Kalau begitu di habiskan ya."

Walau Alde tak melihatnya Elio tetap menganggukkan kepalanya. Dengan lahap ia memakan isi dari bekal yang di buat oleh Alde, menikmati rasa yang sangat memanjakan lidahnya.

Keduanya terlalu sibuk dengan kegiatan dan pemikiran masing-masing hingga tak menyadari jika seseorang sedari tadi memperhatikan mereka dari kejauhan dengan tatapan yang sangat tajam.