webnovel

Kehidupan yang berbeda I - Chio

Di pagi hari yang cerah ini Chio telah disibukkan dengan berbagai macam kertas dan buku-buku besar nan tebal yang ada di atas meja yang ada di kantin universitasnya. Hari ini, kelasnya akan melaksanakan UAS mata kuliah Hukum Perdata yang paling Chio takuti. Bukan... Chio bukan bodoh justru Ia adalah salah satu mahasiswa terbaik yang dinobatkan setiap tahunnya hanya saja mata kuliah ini sangat lah kompleks membuat dirinya merasa takut ketika berurusan dengan mata kuliah yang satu itu.

"Aish... sial banyak sekali materi yang harus dipelajari." Ia menatap ke arah jam yang ada di tangannya. "Mana waktunya tinggal 2 jam lagi," ujarnya panik sendiri.

Kedua temannya yang ada di hadapannya itu menatap heran ke arah Chio yang sedari tadi heboh sendiri dengan membolak-balikkan buku tebalnya itu.

"Hey tenang aja kenapa," ujar salah satu gadis cantik dengan ciri kulit yang putih, berambut blonde dan mata yang berwarna biru.

"Gimana aku bisa tenang, aku tidak paham sama sekali mata kuliah ini. Bahkan selama perkuliahan kemarin aku cuma bisa bengong doang karna nggak paham sama sekali. Dan sekarang 2 jam lagi bakalan UAS mata kuliah ini," ujar Chio dengan sangat frustasi. kenapa tidak ada satupun materi yang menyangkut diotaknya itu. Chio mengusak-usak kepalanya dengan kasar membuat tatanan rambutnya kini acak-acakan. "Hah... Lagian kalian kenapa nggak belajar?"

"Lah emang kamu pernah liat kita belajar?" tanya pemuda yang juga seumuran dengan Chio namun berpostur tubuh lebih tinggi darinya.

"Yah nggak pernah sih." Chio merasa heran sebenarnya dengan tingkah laku kedua temannya yang ada di hadapannya ini, Albert dan juga Laura. Mereka adalah teman Chio sejak awal masuk kampus. Berteman karena ketidaksengajaan Chio menabrak mereka berdua ketika sedang buru-buru berlari ke ruang kelasnya dan dari insiden itu lah akhirnya mereka bisa dekat seperti sekarang ini.

"Nah tuh tau, jadi santai aja lah nih nikamatin kopinya nanti keburu mendingin. Cuaca hari ini sangat dingin jangan sampai bayi seperti dirimu jatuh sakit," ujar Laura memberikan segelas kopi panas ke Chio. Pemuda yang menjadi bahan bicaraannya itu hanya menatapnya dengan malas. Tidak heran memang sudah sering sekali Ia dibilang bayi kampus karena wajahnya yang sangat imut dan juga gemes membuatnya terlihat seperti seorang bayi. Namun jangan bilang kata imut ataupun gemes kepadanya kalau kau tidak ingin dalam masalah. Dari pengalaman yang ada, Chio akan sangat galak jika ada orang yang mengatakan kalau dirinya imut.

Chio mengambil kopi panas itu dari tangan Laura menyesapnya sejenak untuk membuatnya merasa lebih tenang. "Nggak, kalo aku nggak belajar terus nanti nggak lulus matkul ini gimana?"

"Yah kan tinggal ngulang," ujar Albert dengan santainya. "Toh kalo kamu ngulang kita juga pasti bakalan ngulang, jadi tenang ajalah," lanjutnya.

Chio menggelengkan kepalanya dengan ribut, Ia menggembungkan pipinya yang kini membuatnya semakin terlihat imut dan lucu. "Nggak aku nggak mau ada matkul yang ngulang biar aku bisa lulus lebih cepat dan ketemu sama kembaran aku."

"Hah?" ujar kedua teman Chio secara serentak dengan nada yang cukup keras akibat terkejut mendengar penuturan Chio. Beberapa pasang mata kini menatap ke arah meja mereka. Baik Chio, Laura, dan juga Albert hanya bisa meminta maaf karena telah membuat keributan.

"Kamu seriusan punya kembaran?" tanya Laura.

"Iya beneran," ujar Chio dengan santai, Ia masih sibuk dengan membaca materi.

"Bagaimana bisa? sejak kapan?" tanya Albert.

"Ceritanya akan sangat panjang, aku janji akan menjelaskannya setelah UAS hari ini," ucap Chio, Ia membereskan bukunya yang berantakan di atas meja kantin dan bangkit dari tempat duduknya untuk pergi ke kelasnya karena hari ini UAS hari terakhir sekaligus yang paling ditakutinya akan segera di mulai. "Ayo... kenapa masih pada di situ. Nanti telat diomelin sama dosen killer itu lagi," lanjutnya.

Mereka bertiga akhirnya berjalan meninggalkan kantin kampus menuju ruangan mata kuliah Hukum Perdata dengan Pak Edward sebagai dosennya. Mereka akhirnya sampai di kelas sebelum dosen itu datang. Dosen yang terkenal karena sangat killer hingga membuat semua mahasiswa-mahasiswi takut kepadanya termasuk Chio dan juga kedua temannya.

Akhirnya UAS pun dimulai sang dosen membagikan lembar soal beserta dengan lembar jawabannya. UAS kali ini berupa soal essay, Chio sedikit bersyukur karena kalo jawabannya tidak Ia ketahui dirinya dapat mengarang dengan sangat apiknya. Kurang lebih dua jam telah berlalu UAS pun akhirnya selesai. Chio sangat lemas sekali merasa semua energinya telah diserap oleh kertas-kertas ujian itu.

Albert dan Laura berjalan mendekat ke arah Chio, mencubit pipi gembil itu.

"Utututu kenapa sih Chio cemberut banget kayanya," Tanya Laura. Chio mengaduh kesakitan, Ia menepis tangan Laura dari pipinya.

"Hiks... Chio, Chio nggak ngerti apa-apa. Tadi... hiks... jawabannya banyak yang ngaco," ujar Chio, air matanya mulai menetes membasahi wajah imutnya itu. Yah Chio memang seperti itu orangnya ambis sampai ke tulang. Dan kalau tidak mendapatkan apa yang menjadi ekspektasinya Ia pasti akan menangis seperti sekarang ini.

"Hey udahlah biarkan aja berlalu. Kamu juga udah melakukan yang terbaik," ujar Laura. Ia mengelus pundak pemuda mungil yang ada di hadapannya itu. Pemuda itu mengangkat kepalanya menatap ke arah Laura dan Albert. Chio merasa sangat bersyukur disaat seperti ini teman-temannya pasti selalu ada bersamanya. Laura mengusap air mata pemuda itu.

"Udah yuk mendingan sekarang kita ke cafe yang ada di samping kampus aja gimana? Sekalian kamu tadi belum cerita ke kita loh tentang sodara kamu itu," usul Albert yang hanya dibalas dengan anggukan pelan oleh pemuda itu. Mereka pun akhirnya bergegas meninggalkan gedung kampus, berjalan ke arah sebuah cafe yang tampak sangat ramai dikunjungi oleh para mahasiswa. Mereka memasuki cafe itu, cafe yang bernuansa serba vintage dengan arsitektur yang sangat futuristic membuat nuansa nyaman, tidak heran jika ramai dikunjungi oleh para mahasiswa.

"Yaudah kalian duduk aja sana, biar aku yang pesen minumannya," ujar Albert. Mendengar penuturan keluar dari mulutnya Chio dan Laura mencari kursi yang tidak ada orang menempatinya. Netra mata Chio langsung mendapatkan sebuah tempat yang berada di pojok cafe. Mereka pun berjalan ke arah kursi itu dan duduk saling berhadapan.

"Jadi... gimana? Tanya Laura.

Chio bingung dengan apa yang diucapkan temannya yang satu itu. "Hah? gimana apanya?"

"Kembaran kamu."

"Oh nanti dulu nunggu Albert dateng aku nggak mau cerita dua kali." gadis itu hanya menganggukan kepalanya paham.

Lima belas menit menunggu akhirnya orang yang sedari tadi kami tunggu kehadirannya kini datang ke arah meja kami; siapa lagi kalau Albert dengan membawa tiga buah minuman yang mereka pesan. Coffee Mocha Latte untung Chio, Iced Thai tea dan segelas Ice Americano ukuran besar untuk dirinya sendiri.

"Nah karena udah kumpul semua yuk buruan cerita aku penasaran banget," Ujar Laura dengan tidak sabaran.

"Baik, jadi gini ceritanya. Sebenernya aku itu anak kembar tapi karena Ayah aku sama Ibu aku cerai akhirnya kita berdua juga pisah. Aku ikut sama Ibu dan Kak Azka ikut sama Ayah," ujar Chio.

"Boleh aku lihat orangnya?" Chio hanya menganggukan kepalanya. Ia mengambil ponsel dari saku celana jeansnya dan menunjukkan beberapa foto Kak Azka kepada temannya itu.

"Kok bisa gayanya beda banget?, yang ini mah ganteng dan kece banget kenalin aku ke kakakmu yah Chio, Please," ujar Laura ketika melihat sosok dari kembaran temannya itu.

"Gak dulu. Tidak akan aku biarkan," ujar Chio. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jeansnya.

"Terus rencana kamu apa?" Tanya Albert.

Chio tersenyum dengan sangat cerah menampilkan sisi imutnya yang mampu membuat siapa saja akan terpesona. "Rencana yah?" Kedua teman Chio menganggukan kepalanya. "Rencananya setelah lulus aku sama Kak Azka ingin tinggal bersama seperti dahulu kala ketika kita masih kecil," ujar Chio dengan senyuman yang manis. Dirinya membayangkan saat-saat seperti itu. Saat-saat di mana Ia akan bisa bersama terus dengan sang Kakak—Azka.

Bersambung...