Suasana meja makan sangat sunyi pagi ini, Fano lebih banyak fokus dengan makanannya. Stefano sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri. Sudah lewat bertahun-tahun kenapa dia belum bisa melupakan kejadian yang menimpanya dulu. Rindi sekilas melirik Stefano, walaupun baru mengenal suaminya itu. Tapi Rindi tahu betul kalau sekarang Stefano sedang tidak baik-baik saja.
"Chan, mau daging sapi ini?" tanya Rindi mencoba membuka pembicaraan. Dia ingat betul Victor bilang, Stefano sangat menyukai daging.
Stefano sekarang mendongak dan pandangannya tertuju pada daging sapi yang baru kali ini Stefano lihat dengan menu masakan yang berbeda.
"Ini daging sapi? Kamu memasaknya dengan seperti apa?" tanya Stefano karena bingung dengan masakan Rindi.
Senyum tipis terukir di bibir Rindi, tangannya lalu terulur mengambilkan sepotong daging itu untuk Stefano.
"Ini namanya daging rendang, Aku memasaknya dengan bumbu instan yang Aku dapat di Asian Mart kemarin. Meskipun tidak seenak masakan asli Indonesia, tapi ini cukup layak di makan," ujar Rindi kemudian meletakkan potongan daging itu ke piring Stefano.
Dengan kening mengkerut sedikit bingung, Fano memotong sedikit lalu kemudian menikmati daging itu. Lidahnya memang merasakan rasa yang sedikit aneh. Tapi gurihnya bumbu yang entah dari mana membuat Stefano membulatkan matanya.
"Bagaimana? Enak?" tanya Rindi ingin tahu.
Seperti biasa walaupun bagi Stefano itu memang sangat enak. Tetap saja hanya anggukan kepala singkat yang Stefano berikan untuk menjawab pertanyaan Rindi. Lagi-lagi keantusiasan Rindi langsung di patahkan oleh sikap dingin Stefano.
Setelah menyelesaikan sarapan dan Rindi membersihkan dapur. Rindi bersiap untuk pergi kuliah hari ini. Rindi keluar dari kamarnya dengan keadaan rapi. Rindi melihat Stefano sedang duduk di ruang tv sambil memainkan ipadnya. Rindi mendekati Stefano dan kemudian berdehem. Mendengar suara Rindi Stefano langsung mengalihkan pandangannya dari ipad miliknya.
"Chan, Aku berangkat ke kampus dulu ya?" ucap Rindi pelan dan sangat sopan.
Chan meletakkan ipad miliknya lalu kemudian berdiri.
"Biar Aku antar, hari ini Aku libur tidak ke studio. Setelah itu Aku akan ke tempat, Jay Hyung," sahut Stefano lalu memakai jaket miliknya yang ada di sandaran sofa sedari tadi.
Kepala Rindi menggeleng cepat sambil menggerakkan tangannya. Dia menolak ajakan Stefano, dia sudah memutuskan untuk tidak terlalu dekat dengan Stefano. Rindi takut nantinya dia tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri.
"Aku bisa naik bis, Kamu tidak perlu mengantarku. Aku pergi dulu." Rindi lalu menangkap tangan Stefano lalu mencium punggung tangan Stefano. Mata Fano membulat sekarang, apa yang Rindi lakukan Fano belum terlalu paham. Saat mereka selesai melakukan pernikahan waktu itu, Rindi juga mencium tangannya. Sekarang hal itu Rindi ulangi lagi. Rindi menyadari kebingungan sang suami. Senyum tipis kemudian terukir di bibir Rindi.
"Ini salah satu hal yang di lakukan seorang istri pada suaminya, ini tandanya Aku meminta do'a dari segala apa yang akan Aku lakukan hari ini. Aku berangkat dulu, Chan."
Setelah menerangkan semua itu pada Stefano dan mengucap salam. Rindi pergi meninggalkan Fano yang masih mencerna perkataan Rindi. Hatinya tiba-tiba terasa hangat saat Rindi berkata kalau dia istrinya. Stefano tersenyum malu pada diri sendiri sekarang.
***
Rindi sedang merapikan buku-buku miliknya saat beberapa orang perempuan berdiri di hadapannya sekarang.
"Jadi Kau istri, Stefano Oppa?" ucap salah satu perempuan yang berambut bob, berbadan langsing dan berkulit sangat putih.
Rindi seketika mendongak dan menganggukkan kepalanya mengiyakan. Rindi tidak mungkin menutupi hal itu lagi sekarang. Karena wajahnya sudah pasti terpampang di manapun sekarang ini. Satu perempuan lagi yang berambut panjang dan berkulit sedikit lebih kuning dari satunya, duduk di samping Rindi lalu merebut tas yang Rindi pegang.
"Maaf, Apa yang Kamu lakukan itu punya saya," ucap Rindi sopan sedikit tidak menyukai kelakuan perempuan itu.
Perempuan itu kemudian mendengus dan justru melempar tas Rindi jauh. Alhasil semua isi di dalam tas Rindi pun berserakan sekarang. Rindi membuka mulutnya tidak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang. Rindi lalu berlari menghampiri tas dan barang-barang miliknya itu.
"Sebenarnya apa yang kalian lakukan, kita bahkan tidak saling mengenal. Kenapa kalian melakukan hal jahat seperti ini padaku," ucap Rindi sedikit mengomel. Dia benar-benar tidak menyukai tindakan orang-orang yang tidak dia kenal ini.
Satu perempuan lain yang tepat di belakang Rindi lalu menendang tas yang Rindi pegang sampai mengenai tangan Rindi.
"Aaaa..." sedikit keras Rindi berteriak sekarang. Rindi merasakan bahkan jari kelingkingnya begitu sakit sekarang.
Perempuan itu kemudian berjongkok di hadapan Rindi yang meringis merasa tangannya sangat sakit.
"Dengarkan Aku baik-baik, jangan karena Kau istri dari seorang Stefano Chan maka Kau bisa menyombongkan diri di sini. Aku juga tidak tahu bagaimana mungkin, Stefano Oppa menyukai gadis sepertimu. Cih..."
Perempuan itu meludah di samping Rindi lalu kemudian pergi bersama temannya yang lain meninggalkan Rindi sendirian. Rindi yang masih kesakitan duduk di lantai sambil melihat jari-jarinya yang bengkak sekarang. Dia menghela napas dalam lalu meringis lagi.
"Apa seburuk ini yang harus Aku dapat setelah menjadi istrimu, Chan?" tanya Rindi bermonolog. Rindi mengurut dadanya sendiri seakan memberikan kekuatan pada dirinya sendiri sekarang.
Stefano yang tadi pagi bilang libur tidak ke studio. Malam ini dia justru bermalam di studio miliknya itu. Stefano sedang membuat lagu yang tiba-tiba terlintas di benaknya tadi siang. Dengan mengenakan kaca mata minus miliknya, dengan serius Stefano menekan tut tut piano di hadapannya sambil sesekali mencoret-coret buku yang ada di sampingnya. Dia bahkan tidak sadar sekarang ini jam berapa, Stefano akan selalu melupakan sekeliling saat sedang membuat sebuah lagu. Dering ponsel miliknya membuat Stefano mendengus kesal lalu melempar pensil yang dia pegang kasar. Bukannya mengangkat panggilan itu, Stefano justru langsung menonaktifkan ponsel miliknya tanpa membaca panggilan itu dari siapa.
Rindi yang sedang menunggu Stefano pulang mengerutkan keningnya dan memandangi ponsel miliknya sekarang.
"Dimana dia sebenarnya? Kenapa dia tidak mengangkat telponku, dia bilang hari ini dia libur," gumam Rindi sambil terus memandangi ponsel miliknya.
Rindi kemudian mengetik pesan singkat pada Stefano. Setelah menekan tombol sent, Rindi meletakkan ponsel miliknya di meja makan. Rindi memandangi semua masakan yang dia buat malam ini. Rindi menghela napas berat, Rindi meletakkan kepalanya di meja makan. Matanya kemudian tertuju pada tangan kanannya, 3 dari 5jari tangan kanannya bengkak sekarang. Itu semua karena perbuatan 3 perempuan yang Rindi bahkan tidak kenal. Tapi Rindi meyakini kalau 3 perempuan itu fans Stefano Chan.
"Bapak, Ibu, Kalian tahu. Anakmu di sini begitu banyak mendapatkan halangan. Semoga Aku kuat menjalani semua ini," lirih Rindi.
Matanya lalu kemudian basah dengan sendirinya. Dia menangis bukan karena tangannya sakit, tapi menikah dengan seorang Stefano Chan tidak semudah dengan apa yang dia pikirkan saat itu. Belum lagi kalau nanti pernikahan kontrak ini nantinya terbongkar, akan seperti apa nasibnya nanti.
Rindi menangis sendiri di meja makan milik Stefano sampai akhirnya matanya lelah dan tertidur. Rindi tidak ingat lagi jam berapa dia terlelap malam ini.
***