webnovel

Young, Wild, & Sexy

Rin menyatakan cinta pada sang Pangeran Sekolah, tapi langsung ditolak. Setelah itu ia memutuskan untuk menjadi musuh di masa depan! Namun, sepertinya ia malah terjebak ke dalam kisah masa muda yang liar dan sexy. Belum soal niat balas dendam pada Pangeran Sekolah terpenuhi, masalah baru kembali menghampiri dirinya ketika sang kakek berniat menjodohkannya dengan anak seorang Mafia! Apa kakeknya sudah gila? Dirinya bahkan masih terlalu muda untuk menikah dan apa ini? Anak seorang Mafia? Penasaran? Yuuk mari ikut gabung dan jangan lupa tinggalkan komen agar aku bisa berkembang! Selamat membaca, semuanya!

sata_erizawa · Teenager
Zu wenig Bewertungen
366 Chs

Hari Pertama MOS: Tensi Naik Level 2

Suasana kembali ke lapangan yang mulai terik karena matahari yang meninggi. Beberapa siswa yang kedapatan tidak membawa lengkap barang bawaan mendapatkan hukuman dari para senior. Termasuk Rin dan Kei karena membuat masalah meski barang bawaan mereka sebenarnya lengkap.

Siswa yang tidak mendapatkan hukuman melanjutkan acara MOS dengan kerja bakti sosial membersihkan daerah sekitar sekolah. Semua peralatan di sediakan sekolah yang sepertinya sisa dari MOS tahun sebelumnya.

Siswa yang tidak lengkap jelas mendapatkan hukuman. Cukup banyak yang tak lengkap terutama para siswa laki-laki. Sebenarnya cukup lengkap, tapi karena banyak yang tidak mau memakai name tag dan tas alay mereka membuat mereka mendapatkan hukuman. Mereka diwajibkan push up dan mandapat omelan betapa pentingnya disiplin oleh para senior komisi disiplin.

Sementara Kei dan Rin yang membuat ulah cukup heboh mendapatkan hukuman tersendiri dan jauh lebih berat di bandingkan siswa lain. Mereka di suruh membersihkan toilet.

"Kerjakan segera! Harus selesai sebelum makan siang! Istirahat nanti aku akan menjemput kalian." Kata Zack.

Zack lalu pergi dan meninggalkan Kei dan Rin yang membawa kain pel, sikat lantai, cairan pembersih, dan ember.

Rin melepas jas sekolahnya. Meletakkannya di cantelan yang ada di toilet itu. Sementara Kei melipat ujung lengan kemejanya dan ujung celana panjangnya. Mereka berdua juga melepas sepatu dan kaos kaki mereka.

"Seumur-umur aku belum pernah melakukan hal seperti ini. Semua ini karna kau, maka kau yang harus membersihkannya!" Kata Rin.

Rin melihat ke semua penjuru toilet yang cukup besar itu. Meski tak begitu kotor, tapi baunya membuat pusing juga.

"Dasar tukang lempar masalah!"

"Apa kau bilang?"

"Tukang lempar masalah!"

"Cih. Ini semua gara-gara kau kita jadi mendapatkan hukuman."

"Dasar labil, kau pikir kau itu benar? Jangan sok suci! Kau yang mulai duluan! Kau yang salah!"

"Itu kau, ayam!"

Kenapa Rin suka sekali memanggilnya 'ayam'? Ini pertama kalinya ada yang berani menatapnya penuh tantangan.

"Berhenti memanggilku seperti itu!"

"Kenapa? Itu pas denganmu. Kau juga sering memanggilku jidat lebar, Pinky."

"Aku memanggilmu karena itu fakta!"

Memang benar. Itu fakta. Jidatnya lebar dan bibirnya merah pink. Kalau sudah bicara soal fakta, seua menjadi sulit untuk dipungkiri.

Rin menarik nafasnya panjang-panjang lalu mengeluarkannya. Ia mengambil ember dan memutar kran di atasnya.

Melihat Rin yang sepertinya lelah berdebat, Kei juga melakukan hal yang sama dengan Rin. Ia menambahkan cairan pembersih lantai.

Setelah hampir penuh, mereka mengambil kain pel dan memasukkannya ke dalam ember. Mengaduknya pelan agar menimbulkan busa.

Mereka saling diam hingga Zack datang memantau dan mengintruksikan untuk menyikat lantainya terlebih dahulu. Rin maupun Kei hanya menurut melakukannya. Setelah memastikan Rin dan Kei menjalankan perintahnya, ia lantas pergi dengan senyuman yang mengembang.

"Kei menemukan orang yang bisa menarik keluar jati dirinya. Hihihi... Aku akan mengawasinya." Batin Zack.

***

Seperempat jam berlalu...

Rin membanting sikat lantainya... "AKU TIDAK MAU MELAKUKANNYA. INI MENJIJIKKAN."

"BERHENTI BERTERIAK! SUARA CEMPRENGMU MEMBUAT TELINGAKU INGIN PECAH!"

"TERSERAH AKU, MULUT-MULUTKU JUGA."

Kei melotot ke arah Rin. Ia ingin sekali menyumpal mulut Rin dengan sikat lantai yang ia bawa. "Cukup, Jidat!"

"Apa?" Rin justru menantangnya.

Kei bangkit dari jongkoknya. Ia mendekati Rin yang berdiri dengan tatapan menantangnya. "Jangan kau pikir ini tempatmu, Nona! Bersikaplah dengan sopan!"

"Memang bukan tempatku. Suasana hatiku selalu tidak baik jika ada dirimu. Kau pembawa masalah, Tuan." Rin membalas dengan bahasa yang sopan.

"Hoo, kau tak amnesia kan? Pembawa masalah itu dirimu. Tiba-tiba mengajak ketemuan orang yang belum kau kenal, lalu memberikan surat cinta? Jangan bercanda!"

"Jangan mengungkit masa lalu!"

"Itu baru terjadi dua hari yang lalu!"

"Itu bukan surat cinta! Berapa kali aku bilang, ITU BUKAN SURAT CINTA! Jangan terlalu percaya diri!"

Kei melipat kedua tangannya di depan dada. "Ah masak? Tapi kau masih memiliki tatapan 'itu'."

"Apa maksudmu, heh?"

"Kau masih mencintaiku, kan?"

Rin mendelik. "Kau rabun ya? Jika kau memang anak terpandai di sekolah ini, kau tahu kan arti dari ke-ben-cian?"

"Sangat tahu. Tapi apa kau tahu jika bisa saja kau itu pura-pura?"

"Tidak! Yang ada hanya rasa benciku sekarang!"

"Aku perlu bukti!"

"Aku memusuhimu dari kemarin-kemarin, ITU ADALAH BUKTINYA!"

Kei menyeringai. "Aku tak percaya."

Kei lantas mendorong Rin ke dalam salah satu toilet. Setelah membuat Rin duduk di atas kloset duduk. Kei lalu memegang dagu Rin agar membuat Rin menatapnya.

"A-apa yang kau lakukan, Ayam?"

Kei menatap intens Rin. Ia lalu tersenyum. "Meminta buktinya." Ia menyeriangai.

Rin membulatkan matanya tatkala Kei memajukkan wajahnya. Mendekati wajahnya secara perlahan-lahan... dekat dan semakin dekat hingga Rin bisa merasakan hembusan hangat nafas Kei yang menerpa wajahnya... aroma maskulin parfum Kei begitu terasa.

Bukan harum yang membuat perut eneg, tapi harum ini... terasa menenangkan.. membawa alunan yang tak begitu dimengerti.. membuat mata terpejam.. mencoba menikmati sensasinya.. seperti aroma teraphy.

Kenapa rasanya menjadi penurut seperti ini? Kenapa ia ingin diam saja? Ingin menerima segala sensasi itu... bagai terhipnotis.

Rasanya sangat lembut ketika Kei mengelus permukaan pipinya yang halus... mengusapnya lembut... mulai dari bawah mata turun ke bawah.

Wajah Kei semakin dekat dengan wajah Rin. Mempertemukan ujung hidung mancung keduanya. Rin yang memejamkan matanya membuat Kei merasa lebih leluasa. Seakan sudah mendapatkan izin untuk menikmati bibir tipis yang terlihat menggoda itu.

Dekat dan semakin dekat dengan bibir menggoda itu... ini sangat... ah.. bagaimana menjelaskannya... seperti dua kutub magnet berlawanan ingin segera menyatu.

Tidak!

Sensasi ini begitu menggoda.

Tidak.!

Tidak bisa!

Bukan seharusnya seperti ini. Kemana kata-kata musuh yang tadi ia lontarkan? Kemana kata kebencian itu lenyap? Kemana semuanya pergi?

Rin tak mengerti.

Bagaimana dengan hal seperti ini saja tubuhnya terasa melemas. Lalu apa ini?

Loh... wajahpun ikutan memanas.

TIDAK!

'Kau ingat harga dirimu yang terluka, Ae-rin-Tann' Sisi lain itu mencoba protes.

HAR-GA DI-RI

HARGA DIRI!

Rin langsung tersadar dari lamunan alay manga shojou-nya. Ia membua matanya ketika hampir saja bibirnya dan Kei bertemu. Dengan dorongan yang cukup keras, ia berhasil menjauhkan Kei darinya.

"Apa-apaan kau ini, hah? DASAR MESUM!" teriak Rin.

Kei mendelik. "Mesum, heh?"

"Apa yang baru saja ingin kau lakukan, ayam? Ka-kau me-mencoba menciumku!" wajah Rin memanas.

Kei membenarkan kemejanya yang sedikit agak berantakkan. "Setelah menyebutku ayam, kini kau menyebutku mesum. Buka matamu, Jidat! Cewek berdada datar sepertimu tidak membuatku tertarik."

Empat sudut siku mencul di kepala Rin. Bagaimana bisa ia mendapatkan komentar seperti itu dari mulut busuk Kei tentang bentuk tubuhnya?

Dengan cepat ia menutupi bagian dadanya yang entah sejak kapan dua kancingnya terbuka dan sedikit memperlihatkan bra miliknya.

Dari sejak kapan Kei melihatnya?

Sejak tadi pagi?

Di lapangan?

Di toilet?

Atau baru saja?

"Jangan seenaknya menilai seseorang, ayam kurang ajar!"

"Itu fakta! Kau anggap milikmu itu besar, hah?"

Frontal sekali!

Kenapa bisa jadi seperti ini? Kenapa mudah sekali Kei mengucapkannya? Yang benar saja! Dengan nada enteng seperti itu? Tidak bisa dimaafkan!

"Itu bukan urusanmu!"

Kei membalikkan badannya. "Aku sudah mendapatkan buktinya. Kau masih memiliki tatapan 'itu'. Hahaha."

Eh...

Kei tertawa?

"A-apa yang kau..."

"Kancingkan bajumu, aku melihat Zack datang!" Kata Kei dan berjalan meninggalkan Rin yang terdiam di dalam toilet.

?

HEEEEEEE?