webnovel

Young, Wild, & Sexy

Rin menyatakan cinta pada sang Pangeran Sekolah, tapi langsung ditolak. Setelah itu ia memutuskan untuk menjadi musuh di masa depan! Namun, sepertinya ia malah terjebak ke dalam kisah masa muda yang liar dan sexy. Belum soal niat balas dendam pada Pangeran Sekolah terpenuhi, masalah baru kembali menghampiri dirinya ketika sang kakek berniat menjodohkannya dengan anak seorang Mafia! Apa kakeknya sudah gila? Dirinya bahkan masih terlalu muda untuk menikah dan apa ini? Anak seorang Mafia? Penasaran? Yuuk mari ikut gabung dan jangan lupa tinggalkan komen agar aku bisa berkembang! Selamat membaca, semuanya!

sata_erizawa · Teenager
Zu wenig Bewertungen
366 Chs

Hari Pertama MOS: Kakak Yang Khawatir

Zack menasehati adiknya yang lumayan keterlaluan itu. Bagaimana bisa sang adik terlibat pertengkaran dengan seorang cewek? Meladeni? Intinya, ia masih tak menyangka jika adiknya yang terkenal dingin itu bisa out of the box seperti ini.

"Kau... jangan bilang kau tertarik pada adiknya Sean itu?" Tebak Zack.

"Hn. Aku memang tertarik kepada dirinya. Kenapa? Mau memarahi diriku?"

"Bukan memarahi, tapi menasehati agar tidak terlalu berlebihan. Dia itu cewek loh. Di atas kertas, kau pasti sudah pasti menang."

"Dia tidak akan membiarkan aku menang dengan mudah."

Zack memincingkan matanya. "Jangan bilang kau jatuh cinta kepada dirinya?" Tebaknya.

"Hah?"

"Pasti karena kau jatuh cinta kepada dirinya! Jika tidak, mana mungkin kau bisa tertarik sampai seperti ini! Ayolah mengaku saja! Kau tidak mungkin tiba-tiba saja meladeni omongan seorang cewek! Ini tak hanya sekali dua kali loh! ... Ehem.. cie.. yang suka sama Rin adiknya Sean..." Goda Zack.

"Jangan bicara sembarangan! Sok tahu!"

Zack menyandarkan lengannya di pundak Kei. "Kalau kau butuh bantuan kakak, kakak akan dengan senang hati membantu dirimu untuk mendapatkan adiknya Sean itu! Kakak rela berkorban untuk membuat dirimu bahagia! Kakak juga bersedia kok ngemis pada Sean andai kata Sean tidak bersedia menyerahkan adiknya untuk dirimu!"

Zack ini kalau bicara suka tidak bisa direm. Membuat kuping Kei terasa panas.

"Kak..." Panggil Kei.

"Ya?" Zack masih setia dengan cengiran mautnya.

Kei mengepalkan tangan kanannya. "Ngomong sekali lagi aku tak segan-segan untuk memukul dirimu" Kesal Kei.

"Jiehh, pukul saja jika kau bisa mengalahkan kakakmu yang lebih kuat darimu!" Ejek Zack.

Kei semakin kesal, pasalnya, sang kakak memang sangat kuat. Pandai dalam seni bela diri karena pemegang sabuk hitam karate. Ia sendiri belum pernah bisa mengalahkan Zack dalam adu satu lawan satu.

"Jangan terlalu diambil hati, kakakmu ini hanya sedang menghawatirkan adik tercintanya." Kata Zack.

"Tapi aku tidak butuh dikhawatirkan tuh..."

"Yaelah... tapi kakak ini rela ikhlas dan tanpa dibayar demi dirimu!"

"Apa kau pikir kau ini pekerja sosial?" Kesal Kei. Sang kakak sangat menguasai adu argumentasi.

"Yes, coz i'm a volunteer!"

***

Meninggalkan keributan Kei yang uring-uringan karena ulahnya Zack, kini beralih pada pasangan kakak beradik dari keluarga Tann.

Taman belakang gedung kelas XII A...

Sean membawa Rin ke taman yang agak jauh dari lapangan. Ia mencoba menenangkan emosi adiknya yang menurutnya itu sangat labil. Naik-turun tidak menentu.

Khawatir.

Jelas, itu yang dirasakan oleh seorang kakak yang begitu paham bagaimana solah tingkah dan perilaku sang adik. Sejauh yang ia tahu, adiknya itu sangat berhati-hati dalam bertindak dan sekesal apapun adiknya, adiknya selalu bisa mengontrol emosi. Tapi kali ini, adiknya yang manis itu bisa berubah errr... kasar.

"Aku tak pernah melarangmu melakukan apapun yang kau sukai, sejauh jika itu memang baik untukmu. Kau ingin berubah, oke, sebagai kakakmu, aku sangat menyetujuinya. Aku mendukungmu sepenuh hati... Tapi lihat, jika seperti ini, kau membuatku semakin khawatir." Sean menatap adiknya yang duduk menunduk.

"Maaf, Kak. Tapi tadi sangat menyenangkan." Rin menoleh ke Sean lalu tersenyum manis.

?

Sean tak mengerti bagaimana cara adiknya berfikir. Masa lalu adiknya telah membuat perubahan besar. Tak hanya sikap dan perilaku, tapi juga sifat, emosi juga ikut berubah.

Rin lebih sering tanpa emosi.

Hidup lama tanpa emosi, lalu tiba-tiba berubah total, bahkan melebihi sifat Rin yang dulu. Ceria-minim emosi-kelewat ceria.

Terlalu jahat jika Sean memiliki pemikiran adiknya itu rada tidak waras, ya walau ada sisi lain yang mengompori untuk menarik kesimpulan seperti itu juga sih.

Sean menyerah.

Bukankah kelewat ceria jauh lebih baik daripada minim emosi? Itu yang selama ini ia harapkan, kan?

Sean menghela nafas. "Hah, jika menyenangkan, kenapa kau memasang muka menakutkan seperti itu?"

"Aku hanya sedang kesal, Kak. Bayangkan saja, jika ada Kei yang ada hanya bertengkar melulu. Kei-ayam itu sangat usil, menyebalkan, menjengkelkan. Aku harus memberinya pelajaran! Dia pikir, dia itu siapa? Seenaknya saja mengataiku Jidat Lebar... Pinky New York... jidat Lebar... Dasar ayam tiren menyebalkan! Aku pasti akan membalasnya!" Rin menghentak-hentakkan kakinya untuk mengekspresikan rasa kesalnya.

Sean tersenyum saat mendengar penuturan Rin dengan nada kesal. Rasanya, ada emosi hidup yang ditunjukkan Rin. Jika memang pertemuan Rin dan Kei di AIHS, baik untuk Rin, maka ia hanya perlu mengamati perkembangan adiknya itu. Bagaimanapun, luka masa lalu itu harus sembuh...

"Jangan sampai kalah dari Kei! Kakak tidak mau jadi bahan bullyan kakaknya yang gaje!"

Tak disangka jika kakaknya mendukungnya. "Woke.. Kakak tak perlu khawatir. Anak kurang ajar seperti dia memang perlu mendapatkan pelajaran. Aku ini sangat membencinya, jadi aku harus membuat perhitungan dengannya."

"Memang apa sebenarnya yang membuatmu begitu membencinya, Rin? Bukankah ini masih hari ke tiga berangkat sekolah?"

Ya, Sean sama sekali tak mengerti kenapa adiknya mendeklarasikan rasa benci pada si bungsu Elyasa, yang ia ketahui jika sosok berjuluk pangeran itu sangat digilai cewek-cewek. Rupanya, sihir ketampanan bak pangeran itu tidak mempan pada adiknya.

"Hmm..."

Haruskah Rin menceritakan jika ia ditolak Kei dengan cara yang menurutnya kurang ajar karena melukai harga dirinya? Lalu karena itu ia mulai membenci Kei dan merubah kembali segala penampilan kamuflasenya selama ini hanya demi memberi pelajaran pada Kei?

"..."

"Kenapa ya, aku tidak tahu."

"Tidak tahu? Jangan membeci seseorang tanpa alasan, Rin! Itu tidak baik."

"Jieeh, seperti mama saja kata-katamu, Kak.. Tenang saja, mana mungkin aku melakukan hal seperti itu. Ada yang terjadi antara aku dengannya. Tidakkah itu cukup untuk mewakili alasanku, Kak?" Rin tidak bisa membohongi kakaknya.

"Aku percaya padamu, Rin. Kau pasti akan berubah! Ada baiknya juga kau membenci Kei."

Sean berfikiran jika membenci Kei ada baiknya? "Kenapa?"

"Karena dia juga, aku rasa kau memiliki keberanian untuk keluar dari kelabu masa lalumu... Kau mencoba kembali ceria setelah bertemu dengannya."

Rin menundukkan kepalanya. Masa lalu itu adalah mimpi buruk... "Aku sudah berjanji pada mama dan papa jika aku akan melawan masa laluku."

"Lewat Kei sebagai awal?"

"Ya mungkinlah."

"Awas jatuh cinta!" Goda Sean.

"Tidak!"

"Bisa loh, benci dan cinta kan tidak ada batasnya."

"Itu tidak akan terjadi, Mas Sean!"

Beberapa hari yang lalu, Rin memang jatuh cinta pada Kei. Tapi saat ini sulit mendiskripsikannya... yang jelas kesal yang membuncah lebih mendominasi.

"Laaah... Lakukan sesukamu, Rin! Berjanjilah kau akan kembali bahagia!" Sean mengacak-acak rambut adiknya.

"Kau merusak tatanan rambutku, Kak! Begini-begini hasil maha karya mama loh.."

"Maaf, Maaf.."

"Kak..."

"Hm?"

"Terima kasih banyak..."

Sean tersenyum.