webnovel

Young, Wild, & Sexy

Rin menyatakan cinta pada sang Pangeran Sekolah, tapi langsung ditolak. Setelah itu ia memutuskan untuk menjadi musuh di masa depan! Namun, sepertinya ia malah terjebak ke dalam kisah masa muda yang liar dan sexy. Belum soal niat balas dendam pada Pangeran Sekolah terpenuhi, masalah baru kembali menghampiri dirinya ketika sang kakek berniat menjodohkannya dengan anak seorang Mafia! Apa kakeknya sudah gila? Dirinya bahkan masih terlalu muda untuk menikah dan apa ini? Anak seorang Mafia? Penasaran? Yuuk mari ikut gabung dan jangan lupa tinggalkan komen agar aku bisa berkembang! Selamat membaca, semuanya!

sata_erizawa · Teenager
Zu wenig Bewertungen
366 Chs

Hari ke 2 MOS: Kakak Adik

Setelah istirahat sejenak, Rin dkk kembali melanjutkan meminta tanda tangan. Menurut teman-temannya, senior yang pelit tanda tangan dan menyebalkan itu seperti senior Nanda dan Deika.

Rin sudah mendapatkan tanda tangan mereka! Kakaknya memang keren. Kakaknya sangat mengerti akan dirinya, bahkan untuk masalah seperti ini. Kakaknya menjauhkannya dari kesulitan. Rasanya hanya ucapan terima kasih tak cukup untuk kakaknya. Kakaknya sudah berkali-kali menyelamatkan dirinya.

Dan mereka berpencar saat memburu tanda tangan.

Rin kini sendirian, ia tidak memiliki keberanian untuk mendekati senior yang dikerumunin siswa baru. Ia lebih menunggu sampai mereka bubar. Sudah sepuluh menit, tak kunjung sepi juga. Senior itu siapa sih? Kenapa bisa sebanyak itu siswa yang meminta tanda tangan? Apa senior itu begitu populer di kalangan siswa? Terutama para perempuan.

Delapanan menit kemudian, detikkan jam tangan Rin sudah bergeser berkali-kali, kerumunan itu mulai bubar juga. Nampaklah sosok berambut hitam di antaranya. Sosok senior yang memiliki senyuman meneduhkan itu terlihat melambaikan tangannya ke arahnya.

He? Kearahnya? Rin celingak-celinguk ke arah kanan dan kiri.

Rin menunjuk ke arahnya sendiri, Zack, nama senior itu tersenyum dan mengangguk.

Dengan langkah hati-hati, Rinpun mendekat. Astaga, sungguh, senior yng satu ini adalah yang terbaik di anatara semuanya, tentu saja Sean sang kakak juga. Meski tidak mengenal secara lebih dekat, tapi Rin ingin percaya jika senior Zack adalah orang yang baik.

Bukankah Rin tidak ketakutan meski ia berhadapan dengan senior Zack sendirian tanpa teman ataupun sang kakak?

Hatinya ingin mengakui kebaikan dari seorang Elyasa Zack.

Pertemuan pertama mereka adalah sebulan yang lalu. Di depan sekolah dan kenangan rontokkan mahkota bunga Rin. Bagi Rin, saat itu adalah kenangan yang sangat manis hingga ia tidak ingin melupakannya. Rontokkan bunga sakura itu tersimpan rapi di buku bindernya.

"Ayo perkenalkan dirimu, adiknya Sean!" Perintah Zack.

Meski sudah tahu nama Rin, tapi basa-basi sedikit tidak apa-apa kan? Lagian ia masih penasaran dengan gadis cantik di depannya ini, gadis yang mampu menarik perhatian adik tercintanya, si Kei.

"Aerin Tann. Salam kenal, Senior. Sebelumnya sudah berkenalan di depan kelas." Rin rada kecewa jika Zack melupakan perkenalannya di kelas dua hari yang lalu.

Jika lupa akan dirinya di pertemuan pertama waktu pendaftaran sekolah sih wajar karena saat itu ia masih berdandan 'culun'.

Zack meminta buku tanda tangan milik Rin. Ia mengeluarkan pulpennya dan berniat menandatangani buku itu. "Apa kau sudah bertemu adikku hari ini?"

"A-adik?" Zack memiliki adik? Rin belum paham saat ini.

"Kei."

Rin melebarkan matanya. "Kei?"

Elyasa Kei adik Elyasa Zack? Tunggu, kenapa ia baru menyadarinya? Dari marga saja sudah sama, bukan hal yang aneh, kan? Ya bukan, hanya saja itu terlalu mengejutkan. Ayolah, adiknya seperti itu, kakaknya seperti ini.

"Hm, Kei. Sepertinya dia sangat merepotkanmu."

Rin hanya meringis saja. Tidak hanya sangat merepotkan, tapi juga super menyebalkan. Setiap ada Kei tensi darahnya naik, panas, dan hawanya ingin emosi melulu.

Zack memberikan buku yang ditanda tanganinya itu pada Rin. "Terima kasih, setidaknya dia memiliki teman yang bisa membuatnya semangat."

Rin menerima buku itu. "Semangat?"

Kenapa otaknya yang cerdas tidak bisa mencerna lebih dalam? Semangat? Apa selama ini Kei tidak semangat? Memang ada apa dengan Kei? Dulunya tidak semangat? Orang macam Kei memiliki hal seperti itu? Orang menyebalkan itu? Elyasa Kei?

"Bertemanlah dengannya, kau akan tahu jati dirinya!" Zack berbalik dan meninggalkan Rin yang menatapnya bingung.

"Se-Senior, terima kasih..." Kata Rin cukup keras. Zack hanya mengayunkan tangan kanannya.

***

Rin hanya memandang jauh Zack yang meninggalkannya. Terima kasih sudah memberinya tanda tangan dengan cuma-cuma.

Terima kasih juga sudah sering membantunya meski belum kenal dekat.

"Hm, menggoda kakakku?" Tanya Kei yang tiba-tiba saja datang dari arah belakang Rin.

Rin yang cukup kaget langsung berbalik dan melototi Kei.

Datang bak hantu dan membuat jantungnya serasa ingin copot.

"Gagal mendapatkan adik, kini beralih ke kakak. Ho, berani juga kau..."

Rin menggunakan bukunya untuk kipasan. Kenapa setiap ada Kei rasanya menjadi sangat panas? "Bukan urusanmu!"

Kei memasukkan tangan kirinya ke dalam saku celananya, sementara tangan kanannya memegang buku berisi tanda tangan. "Tentu saja bukan, karena itu merepotkan."

"Pergi sana! Kerjakan tugasmu! Membuat sepat saja." Ketus Rin.

Kei membuka bukunya dan menunjukkannya pada Rin. "Aku sudah selesai."

Rin melebarkan matanya. "Bohong! Senior itu banyak, kau pasti curang!"

"Cih, aku tidak serendah itu!"

Rupanya Kei memanfaatkan para cewek-cewek untuk nitip minta tanda tangan. Curang? Hm, kata Kei , ia hanya memanfaatkan pesonanya. Narsis!

Resiko orang tamvan.

"Hei Jidat, aku punya sesuatu menarik." Kei tersenyum.

Dan senyuman itu tidak biasa bagi Rin yang cukup sering berinteraksi dengan Kei akhir-akhir ini.

Itu mengerikan, batin Rin. "..."

Kei menunjukkan ponselnya. "Tidak tertarik? Kau pasti akan menyembahku setelah ini."

"Hah? Menyembahmu? Jangan bermimpi!"

"Tidak percaya?"

Rin terlihat tidak tertarik. Kei lalu menyalahkan ponselnya dan menunjukkan suatu video pada Rin.

Rin lalu melihatnya.

Mencoba menyimpulkan video apa yang Kei tunjukkan padanya. Matanya melebar selebar-lebarnya. Ia lalu mencoba merebut ponsel milik Kei, tapi tidak berhasil.

Kalah tinggi.

Kei 178 cm.

Rin 165 cm.

"Ba-gai-ma-na, Sa-yang?" Kei merasa di atas angin.

Rin merinding mendengar kata 'sayang' keluar dari musuhnya itu. "Hapus itu!"

"Tidak akan!"

"Kubilang hapus, ya hapus!"

"Aku akan menghapusnya jika kau bersedia menjadi pelayanku!"

"Itu permintaan yang berlebihan, Kei Sa-yang..." Giliran Rin yang menyebut Kei sayang.

"Begitukah? Kalau tersebar, kau akan terkenal dengan sa-ngat ce-pat." Kei kembali tersenyum.

"Kau..." Rin ingin memukul Kei.

"Ter-kenal dengan ce-pat." Kei mengancam lagi.

Ok, Rin kesal karena ia harus menyerah. Menyerah melawan Kei? Ayolah, itu fakta paling tidak mungkin!

"Jika sampai tersebar, kau orang pertama yang akan kubunuh!"

Ancam Rin tidak main-main.

"Rahasia aman, Nona. Jaa, besok jam tujuh malam kau harus ikut denganku!"

"HEI! Tidak akan secepat itu, kan?"

"Kenapa? Kau sudah setuju menjadi pelayanku, kan? Atau... kau mau ini tersebar?" Kei menunjukkan video itu lagi.

Rin menginjak-injak tanah karena kesal... "Baiklah, jika kau telat menjemputku. Aku tidak mau menemanimu!"

"Harusnya aku yang berkata itu! Kacung itu tidak boleh memerintah tuannya!"

"Haaah, baiklah-baiklah."

Kei mengelus kepala Rin. "Maid yang penurut. Aku akan menghubungimu nanti. Da-da, Sa-yang.."

Kei pergi setelah mereka saling bertukar nomor.

Rin tidak pernah merasa sekesal ini. Kenapa ia mudah sekali dipermainkan Kei dengan video sialan itu? Kenapa harus ada video itu? Kenapa juga Kei yang punya? Kebetulan yang menyakitkan.

Aaargghhh, Rin merasa jika saat ini menuruti Kei adalah yang terbaik. Ia akan berusaha menyingkirkan video nista itu dari dunia ini! Setelah itu, ia akan membalas Kei!

Pelayan? Tuan Putri seperti dirinya itu tidak pantas menjadi pelayan! Kei harus membayarnya!