webnovel

YOU.

Berawal dari rasa takut saat pertama kali aku melihatnya kini berubah sehingga aku tidak bisa melepaskan dirinya - Lucinda Bertemu dengan seorang psikopat sekaligus pembunuh membuat hidup Lucinda dipenuhi bayang-bayang kematian. Ingin melepaskan namun pada akhirnya terpikat. Ketika sebuah rasa itu ada, yang tersisa hanyalah rasa sakit dan sebuah pengorbanan.

Kuuhaku12 · Horror
Zu wenig Bewertungen
22 Chs

Bertemu

Gila! Gila! Gila!

Apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh pemuda itu? Lucinda benar-benar tidak mengerti kenapa ia bisa jadi sangat khawatir kepada Leon. Setelah Leon mematikan telepon dan mengirimkan lokasinya, Lucinda langsung meninggalkan kantornya dan menuju tempat Leon berada.

"Apa yang sedang dia lakukan sih? Kalau sampai dia berbohong, akan kupukul dia sampai mati!" Kesal Lucinda yang saat ini dalam perjalanan menuju lokasi yang Leon kirim.

***

Lucinda saat ini sudah sampai di lokasi yang dikirimkan oleh Leon, disini hanya dipenuhi dengan gedung-gedung yang sudah kosong. Lucinda sempat ragu, apakah benar ini tempat dimana Leon berada? Jika iya, dimana Loen sekarang? Disini yang ia lihat hanyalah gedung-gedung kosong yang membuat Lucinda merinding. Keadaan yang gelap dan sepi semakin membuat rasa takut yang ada dalam diri Lucinda melonjak.

Setelah melihat keadaan sekitar, Lucinda masih belum menemukan keberadaan Leon. Hingga akhirnya Lucinda menyadari betapa bodohnya dirinya. Bukankah ia bisa menelepon Leon dan menanyakan dimana pemuda itu berada? Lucinda langsung saja menelepon pemuda itu. Setelah menunggu cukup lama akhirnya Leon menjawabnya.

"Halo kau dimana? Jangan-jangan kau mempermainkan aku ya? Kenapa yang ada disini cuma gedung-gedung kosong?" Omel Lucinda.

"Sa...sabar dulu Luce. Kamu berada di dekat gedung berapa?" Ucap Leon dengan nada yang sangat lemah.

"Kenapa suaramu seperti itu? Ada apa denganmu?" Tanya Lucinda khawatir dengan keadaan Leon. Lucinda yakin ada yang tidak beres disini.

"Ja...jawab saja Luce. Ka...kamu dimana?" Tanya Leon sekali lagi pada Lucinda.

"Aku berada didepan gedung 216. Kau dimana?" Jawab Lucinda sambil melihat kenomor gedung yang tertulis disana.

"Apa...apa kamu...bisa ke gedung 220? Aku disana." Jawab Leon.

"220? Tunggu sepertinya tadi aku melewati gedung itu. Sebentar aku akan menuju ketempatmu." Ucap Lucinda.

Lucinda memutus panggilannya dengan Leon dan langsung menuju ketempat yang Leon maksud yaitu gedung 220. Lucinda ingat jika ia tadi sempat melihat gedung nomor 220 saat mencoba mencari Leon. Setelah berjalan sekitar 10 menit, akhirnya Lucinda menemukan gedung itu. Lucinda masuk kedalam gedung itu. Awalnya ia bingung, karena tidak ada siapapun disini. Namun setelah berjalan lebih jauh masuk kedalam gedung itu, Lucinda melihat seseorang yang sedang duduk bersandar dipilar dari gedung itu.

'Apakah itu Leon?' Pikir Lucinda.

Lucinda memperkecil langkahnya. Ia merasa tidak yakin jika itu Leon. Bagaimana jika itu adalah orang jahat? Bagaimana jika itu adalah seorang pembunuh? Lucinda sangat takut. Semua itu gara-gara Leon. Setelah ini, ia akan pastikan untuk menghabisi Leon jika sudah bertemu nanti.

'Itu Leon? Kenapa dia tidak bergerak? Apakah dia tidur?' Bingung Lucinda dalam benaknya.

"Le...Leon? Itu kau?" Tanya Lucinda ragu.

Orang yang dipanggil oleh Lucinda itu mengangkat kepalanya. Ternyata itu memang Leon. Saat Leon mengangkat kepalanya, Lucinda terkejut melihat wajah Leon yang penuh dengan luka dan darah itu. Leon sangat terlihat lelah dan kesakitan.

"Ka...kamu kenapa bisa begini? Apa yang terjadi?" Tanya Lucinda sambil mendekat kearah Leon dan sekarang duduk dihadapan Leon.

Leon tidak menjawab. Ia hanya tersenyum melihat raut wajah Lucinda yang tergambar rasa khawatir. Leon benar-benar merindukan Lucinda.

"Hei bodoh! Aku tanya kau kenapa! Kenapa kau tersenyum bodoh!" Kesal Lucinda

"Sa...sabar Luce. Bi.. bisa kita pergi dulu.. Luce?" Jawab Leon dengan terbata. Mengeluarkan satu kata saja terasa sangat menyiksa bagi Leon sekarang.

"Ah iya! Apakah kamu bisa berdiri?" Lucinda menyadari kebodohannya lagi, tidak seharusnya ia dan Leon berlama-lama disini. Leon harus segera diobati.

Leon menganggukkan kepalanya. Lucinda mencoba untuk membantu Leon berdiri. Saat itu ia menyadari jika Leon terluka parah. Tidak hanya wajahnya, seluruh tubuh Leon penuh luka, lebam dan darah. Jaket yang Lucinda pakai sekarang pun juga terkena noda darah.

"Le..Leon kau berdarah sangat banyak. Kau benar bisa jalan sampai ke mobilku? Kita panggil ambulance saja ya." Ucap Lucinda tak yakin dengan keadaan Leon.

"Ja...jangan. Aku bisa." Jawab Leon. Lucinda tidak membantah, ia juga bingung apa yang akan dikatakannya pada petugas itu tentang keadaan Leon. Yang terpenting mereka harus segera pergi dari sini dulu.

Dengan perlahan, Lucinda dan Leon berjalan menuju mobil Lucinda yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat mereka sekarang. Namun, keadaan Leon yang tidak memungkinkan ini membuat keduanya harus beberapa kali terhenti. Leon yang sudah terkulai lemah semakin sulit untuk berjalan. Leon merasakan seluruh badannya sangat nyeri. Tangan dan kakinya sudah sangat sulit untuk ia gerakkan. Bekas dari tusukan di perut dan bahu Leon terasa amat menyakitkan dan kepalanya sudah terasa sangat berat. Rasanya Leon sudah tidak sanggup lagi untuk melangkah. Tetapi ia juga tidak ingin melihat Lucinda kesusahan. Bagaimana bisa ia menyerahkan semuanya kepada Lucinda yang berbadan lebih kecil darinya? Setidaknya ia harus bertahan setelah mereka sampai di mobil Lucinda.

Setelah bersusah payah untuk sampai ke mobil Lucinda, ia membantu Leon untuk masuk kedalam mobil. Baru saja Lucinda membukakan pintu, Leon yang awalnya bersandar disisi mobil tiab-tiba saja kehilangan kesadarannya.

"Leon? Leon? Kau bisa mendengarku?" Tanya Lucinda yang terkejut dan langsung menghampiri Leon.

Lucinda menepuk pelan pipi Leon dan terus menanggil namanya dengan berharap Leon sadar kembali. Namun tidak ada balasan dari Leon. Lucinda yang bingung sekaligus panik karena keadaan Leon berupaya mendudukan Leon kedalam mobil. Setelah berhasil memasukan Leon ke dalam mobil, Jantung Lucinda terasa ingin berhenti saat melihat wajah Leon yang semakin pucat dan suhu badannya yang terasa sangat dingin. Terlihat darah yang membasahi baju Leon semakin banyak.

"Leon tolonglah ini tidak lucu. Bangun Leon!" Ucap Lucinda dengan suara bergetar.

"Leon, jangan menakuti aku seperti ini... Leon!" Panggil Lucinda lagi.

Masih tidak ada balasan dari Leon. Pemuda itu masih diam sambil menutup matanya. Lucinda merasakan suhu tubuh Leon yang menjadi semakin dingin dan nafasnya yang semakin lemah, ia langsung membuka jaket yang ia pakai dan menutupi badan Leon. Lucinda semakin panik, ia tidak bisa memikirkan apapun lagi. Leon benar-benar membuatnya semakin gila. Mata Lucinda mulai memanas. Ia menagis. Lucinda tak ingin kehilangan Leon. Lucinda menghapus air matanya dan langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.

"Kumohon... Bertahanlah..." Ucap Lucinda yang berupaya untuk fokus menyetir dengan sesekali melirik kearah Leon.

Diperjalanan, Lucinda yang teringat sesuatu dan memberhentikan mobilnya. Max. Satu nama yang tiba-tiba muncul dikepala Lucinda. Max pasti bisa membantunya dengan keadaan Leon yang seperti ini. Yang harus Lucinda lakukan sekarang adalah menghubungi Max. Dengan cepat, Lucinda berusaha mencari handphone Leon. Ternyata Handphone pemuda itu berada di saku celananya. Tanpa berpikir panjang Lucinda langsung mengambil Handphone Leon. Handphone Leon terkunci. Lucinda langsung mengambil tangan Leon dan membuka handphone itu dengan sidik jari pemuda itu. Setelah handphone Leon terbuka, Lucinda mencari nama Max di daftar kontak Leon dan langsung menghubunginya. Ia sudah tidak peduli jika Leon menanggapnya tidak sopan. Yang penting sekarang Leon harus selamat.

"Apa?" Ucap pria setelah setelah menjawab telepon dari Lucinda yang dikiranya adalah Leon.

"Max, ini aku Lucinda."

***